Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi

padi di lahan rawa lebak di Provinsi Sumatera Selatan. Temuan dari penelitian ini adalah penggunaan varietas unggul baru pada tanaman padi mampu meningkatkan produktivitas padi pada musim kemarau sebesar 5 ton gabah kering giling per hektar dan keuntungan sebesar Rp 10 200 000 per hektar sedang pada musim hujan produktivitas sebesar 3 ton gabah kering giling per hektar dengan keuntungan sebesar Rp 5 387 500. Saragih et al. 2009 juga menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Suparwoto dan Waluyo 2011 yang menunjukkan bahwa jagung transgenik memberikan penerimaan usahatani yang lebih tinggi dibandingkan dengan jagung hibrida konvensional yaitu Rp 10.7 – Rp 14.4 juta dan Rp 10.2 – 12.4 juta per hektar. Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa benih merupakan salah satu komponen teknologi yang berperan penting dalam peningkatan produktivitas pertanian. Karena dengan penggunaan benih unggul yang bermutu dapat meningkatkan produktivitas dan keuntungan usahatani dan berdampak pada peningkatan pendapatan petani.

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi

Berbagai kajian empiris menemukan bahwa petani di negara berkembang gagal memanfaatkan potensi teknologi yang ada secara penuh sehingga menyebabkan inefisiensi. Petani di negara berkembang mempunyai kesulitan yang cukup besar dalam memahami dan menerapkan teknologi karena keterbatasan pendidikan dan keterampilan, penyuluhan yang kurang bagus, kekurangan modal, permasalahan bantuan kredit pertanian dan infrastruktur fisik yang belum memadai Kabede, 2001. Alasan-alasan tersebut sangat bervariasi, tergantung pada lokasi dan kultur budaya masyarakat yang ditemui. Selain faktor-faktor tersebut yang berpengaruh terhadap adopsi teknologi, faktor kapasitas manajerial juga sangat berperan penting. Selanjutnya, Feder et al. 1985 juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi adopsi teknologi yaitu risiko dan ketidakpastian risk and uncertainty, luas lahan farm size, ketersediaan tenaga kerja labour availability, sumberdaya manusia human capital, ketersediaan kredit the credit constraint, status kepemilikan lahan tenure, penyediaan input produksi supply constraint. Penelitian adopsi teknologi dengan ketidakpastian dilakukan oleh Koundouri et al. 2006 di Crete, Yunani. Pada penelitian ini petani diasumsikan memiliki perilaku risk averse dan ketidakpastian bersumber dari varians iklim dan profit dimasa yang akan datang dengan penggunaan teknologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko berperan penting dalam keputusan petani untuk mengadopsi teknologi melalui distribusi profit dan peran informasi. Jadi, selain risiko yang mempengaruhi petani untuk mengadopsi suatu teknologi, informasi tentang teknologi baru tersebut juga berpengaruh terhadap keputusan petani dalam mengadopsi sebuah teknologi. Hal tersebut terkait dengan perilaku petani yang takut dengan risiko sehingga mereka harus mengetahui terlebih dahulu informasi tentang teknologi baru tersebut sebelum diadopsi. Jika informasi tentang teknologi baru tersebut sama atau perbedaannya tidak banyak dengan teknologi lama maka petani akan mempertimbangkan untuk mengadopsi teknologi baru. Selain itu, perlu menyertakan analisis cost-benefit dari teknologi baru agar petani dapat membandingkan cost-benefit teknologi lama. Penelitian tentang risiko produksi dan adopsi teknologi usahatani pada lahan tadah hujan di wilayah Machakos dan Taita Taveta, Kenya dilakukan oleh Ogada et al. 2010. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keragaman atau variasi output dan penurunan risiko produksi merupakan faktor yang menentukan keputusan petani di wilayah perdesaan Kenya untuk mengadopsi teknologi usahatani. Selain itu, faktor lain yang menentukan keputusan petani untuk mengadopsi teknologi usahatani adalah lokasijarak lahan dari tempat tinggal petani, tingkat pendidikan petani, jumlah anggota rumahtangga petani, intensitas kunjungan petugas penyuluhan dan keamanan penggarapan lahan oleh petani. Upaya yang dilakukan oleh petani untuk mengurangi risiko produksi dengan melakukan terasering dan menggunakan pupuk kandang yang lebih banyak dibandingkan pupuk kimia. Menurut Souri 2001 bahwa pupuk kandang berfungsi sebagai pupuk yang mengandung semua hara makro dan mikro yang dibutuhkan oleh tanaman, mempunyai pengaruh susulan karena memiliki pengaruh untuk jangka waktu lama dan mengandung unsur-unsur makanan yang dibutuhkan oleh tanaman, memperbaiki struktur tanah sehingga aerasi dalam tanah semakin baik, meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air, meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga unsur hara yang terdapat dalam tanah mudah tersedia bagi tanaman, mencegah hilangnya hara dari dalam tanah akibat proses pencucian air hujan atau air irigasi dan mengandung hormon pertumbuhan yang dapat memacu pertumbuhan tanamn. Pribadi 2002 mengamati faktor-faktor penentu adopsi teknologi sawit dupa pada usahatani padi di lahan pasang surut di Kalimantan Selatan dengan menggunakan model logit. Salah satu variabel yang dimasukkan sebagai faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi adalah risiko produksi yang diproksi dari nilai produksi terendah dan nilai produksi tertinggi yang pernah diperoleh petani. Semakin besar perbedaan antara kedua nilai tersebut maka semakin besar risiko produksinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko produksi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap peluang petani menerapkan teknologi sawit dupa baik pada petani transmigran maupun petani lokal. Artinya bahwa semakin besar risiko produksi padi varietas unggul maka semakin kecil peluang petani menerapkan teknologi sawit dupa. Proses adopsi teknologi sawit dupa berlangsung lebih lambat pada petani lokal dibandingkan pada petani transmigran. Hal ini disebabkan karena bagi petani transmigran bertanam padi varietas unggul sudah menjadi bagian hidup mereka yang harus dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa memperhatikan faktor-faktor lain seperti ketersediaan tenaga kerja, tingkat pendidikan, umur dan luas lahan yang dimilikinya. Penelitian lain yang juga memasukkan variabel risiko produksi diproksi dari nilai produksi terendah dan tertinggi sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi peluang petani dalam menerapkan teknologi baru yaitu penelitian yang dilakukan oleh Yuliarmi 2006. Penelitian ini juga mengamati faktor-faktor penentu adopsi teknologi pemupukan berimbang pada usahatani padi di Kecamatan Plered, Provinsi Jawa Barat. Berbeda dengan penelitain yang dilakukan oleh Pribadi 2002 yang menunjukkan bahwa risiko produksi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap peluang petani menerapkan teknologi baru. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor risiko produksi tidak berpengaruh nyata terhadap peluang petani menerapkan teknologi baru teknologi pemupukan berimbang. Faktor luas lahan, biaya pupuk, dan harga gabah yang berpengaruh nyata terhadap proses adopsi teknologi pemupukan berimbang dimana semakin luas lahan petani, semakin kecil biaya pupuk, dan semakin tinggi harga gabah maka semakin besar peluang petani dalam mengadopsi teknologi pemupukan berimbang. Harga gabah yang tinggi dan harga input pupuk yang murah mendorong petani untuk mengadopsi teknologi karena petani memiliki modal yang terbatas untuk membeli sarana produksi. Oleh karena itu perlunya kebijakan pemerintah untuk memberikan subsidi terhadap input-input dan adanya jaminan harga pada saat panen raya. Petani yang berani terhadap risiko maka akan mengadopsi teknologi baru. Hasil studi Bakhshoodeh and Shajari 2006 yang mengkaji tentang adopsi benih baru pada padi dengan risiko produksi di Iran menunjukkan bahwa risiko merupakan salah satu faktor yang menentukan petani untuk mengadopsi teknologi baru. Selain itu, dari hasil kajian ini juga ditemukan bahwa petani yang berani dengan risiko akan mengadopsi teknologi baru atau benih baru karena varietas benih baru akan memberikan produksi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan varietas benih tradisional. Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi tanam benih langsung dengan memasukkan variabel sikap diteliti oleh Suharyanto et al. 2001. Menggunakan responden sebanyak 137 petani padi dan data dianalisis secara deskriptif serta analisis statistik model Logit dengan menggunakan metode estimasi Maximum Likelihood. Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi peluang adopsi teknologi tabela dan secara statistik nyata adalah umur, pengetahuan, luas lahan dan norma sosial. Umur dan luas lahan berkorelasi negatif sedangkan pengetahuan, sikap dan norma sosial mempunyai hubungan positif. Analisis kelayakan ekonomi, keberlanjutan usahatani dan faktor-faktor penentu adopsi benih jagung transgenik di Indonesia diteliti oleh Saragih et al. 2009 dan menyimpulkan bahwa faktor kelembagaan regulasi, kapasitas kelembagaan dan industri benih, faktor lingkungan keamanan hayati,keragaman varietas dan aspek fisik, dan faktor sosial ekonomi termasuk harga benih transgenik merupakan faktor yang menentukan adopsi teknologi tanaman transgenik. Selain itu, minat petani untuk mengadopsi teknologi benih jagung transgenik tergolong tinggi setelah mendapatkan penjelasan tentang potensi manfaatnya dan petani mau membayar harga lebih tinggi untuk jagung transgenik. Agar teknologi baru dapat diketahui oleh petani maka perlu dilakukan sosialisasi oleh para pemangku kepentingan khususnya lembaga riset bioteknologi dan pihak industri tentang potensi, manfaat dan risiko dari teknologi transgenik atau teknologi baru. Sedangkan Muslimin 2011 menyimpulkan bahwa faktor pendidikan formal dan jumlah anggota keluarga berpengaruh positif dan nyata terhadap peluang petani menerapkan varietas unggul baru pada usahatani padi di Provinsi Sulawesi Selatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka semakin tanggap terhadap perkembangan teknologi khususnya varietas unggul baru dan semakin mudah untuk memahami aplikasi teknologi baru sehingga peluang untuk menerapkan teknologi baru secara benar semakin besar. Dari berbagai penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi penerapan teknologi adalah tingkat pendidikan dan keterampilan, lokasijarak lahan dari tempat tinggal petani, intensitas penyuluhan, modal, bantuan kredit pertanian dan infrastruktur fisik, risiko dan ketidakpastian risk and uncertainty, perilaku risiko petani, harga output dan input, penyediaan input produksi supply constraint.

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.