Konsep Risiko dan Ketidakpastian

terhadap distribusi inefisiensi teknis, dan 4 sulit diterapkan untuk usahatani yang memiliki lebih dari satu output.

3.2. Konsep Risiko dan Ketidakpastian

Suatu kegiatan atau aktivitas dan keputusan yang diambil oleh pelaku usaha atau petani selalu dihadapkan pada berbagai risiko. Semakin besar suatu usaha yang dijalankan maka risikonya pun akan semakin besar. Menurut Debertin 1986, risiko adalah suatu kejadian dimana hasil dari kejadian dan peluang terjadinya bisa diketahui. Menurut Ellis 1988 peluang berarti frekwensi yang diharapkan terjadi dari sebuah kejadian jumlah seluruh kemungkinannya adalah satu, dengan demikian risiko merupakan suatu hal yang obyektif dengan asumsi informasi yang tersedia cukup. Dalam prakteknya informasi tidak semata-mata menunjuk pada pengetahuan seseorang atas kejadian tertentu melainkan lebih pada derajat personal pengambil keputusan. Dengan kata lain, seberapa besar kepercayaan orang tersebut pada setiap peluang yang mungkin terjadi, hingga batas ini risiko bergeser dari sudut pandang objektif menjadi subyektif. Beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani diantaranya risiko produksi, risiko pasar atau risiko harga baik harga hasil produksi maupun harga faktor produksi, risiko kelembagaan, risiko kebijakan dan risiko finansial Ellis 1988. Selain itu, Hardaker et al. 1997 dalam Fufa and Hassan 2003 menyatakan bahwa perubahan iklim, perubahan kebijakan, kelembagaan dan pasar merupakan sumber risiko dalam produksi pertanian. Dari beberapa sumber risiko tersebut, yang sering dihadapi oleh petani adalah risiko produksi dan risiko harga. Oleh karena itu diperlukan suatu manajemen risiko untuk mengurangi risiko tersebut. Selain risiko, dalam suatu aktivitas juga sering dihadapkan pada suatu situasi yang disebut ketidakpastian. Kedua istilah tersebut yaitu risiko risk dan ketidakpastian uncertainty sering digunakan secara bersamaan. Henderson and Quandt 1980, Varian 1992 menjelaskan konsep risiko dan ketidakpastian secara terpisah serta menggunakan istilah ketidakpastian uncertainty terkait dengan peluang probability. Risiko diartikan sebagai peluang suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pembuat keputusan yang didasarkan pada pengalamannya. Sedangkan ketidakpastian diartikan sebagai peluang suatu kejadian yang tidak dapat diketahui oleh pembuat keputusan. Namun Ellis 1988 menjelaskan tersendiri tentang ketidakpastian yaitu suatu kejadian dimana hasil dan peluangnya tidak bisa ditentukan dan ketidak pastian ini tidak terkait dengan peluang. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ketidakpastian merupakan gambaran atau deskripsi dari karakter dan lingkungan ekonomi yang dihadapi oleh pengusaha atau petani, dimana lingkungan tersebut memiliki beragam ketidakpastian yang direspon oleh pengusaha atau petani berdasarkan kepercayaan subyektifnya. Dalam usaha pertanian selalu dihadapkan pada situasi risiko dan ketidakpastian. Kesediaan petani dalam menerima risiko yang besar berhubungan dengan sikap petani tersebut. Ada petani yang berani terhadap risiko, netral terhadap risiko dan takut terhadap risiko. Sebagian besar penelitian tentang produksi pertanian yang menggunakan fungsi produksi tidak memasukkan faktor risiko dalam fungsi tersebut. Padahal faktor risiko termasuk elemen penting dalam keputusan produksi pertanian, misalnya bagaimana pengaruh risiko terhadap penerapan teknologi usahatani. Just and Pope 1979 menjelaskan bahwa dalam menganalisis usaha pertanian sangat penting mempertimbangkan faktor risiko seperti risiko produksi yang terkait dengan kebijakan pemerintah untuk menerapkan inovasi baru dan risiko harga. Kesediaan petani untuk menerima risiko dan ketidakpastian tersebut terkait dengan sikap petani tersebut. Dalam usahatani, keputusan petani untuk mengalokasikan input sangat dipengaruhi oleh perilaku terhadap risiko yang harus dihadapi. Menurut Ellis 1988, perilaku petani dikelompokkan atas tiga yaitu : 1 petani yang menghindari risiko risk averse, 2 petani yang netral terhadap risiko risk neutral, dan 3 petani yang menyukai risiko risk taker. Secara normal tidak ada seorang pun yang mau masuk dalam lingkungan yang penuh dengan risiko dan ketidakpastian tanpa mengharapkan imbalan yang lebih besar dibandingkan dengan lingkungan yang tidak ada risiko dan ketidakpastiannya. Perilaku petani yang takut terhadap risiko risk averse didasarkan tidak pada maksimisasi utiliti tetapi ekspektasi maksimisasi profit dengan asumsi harga dan produksi bersifat stochastic Just and Pope, 1979. Oleh karena itu penelitian mengenai risiko sangat penting dilakukan terkait dengan pengambilan keputusan petani khususnya pada kegiatan produksi. Indikasi adanya risiko dalam usahatani mencakup adanya perubahan atau variasi seperti dalam produksi, harga dan pendapatan. Banyak model yang terkait dengan risiko diantaranya penentuan input yang optimal pada kondisi risiko harga produk, risiko harga input, risiko kualitas input dan risiko fungsi produksi. Misalnya untuk model dengan risiko harga produk maka keputusan menanam sangat tergantung pada harga produk sehingga jika harga produk rendah tidak akan menarik petani untuk menanam begitu pula sebaliknya. Dalam analisis risiko umumnya menggunakan fungsi produksi yang merupakan fungsi produksi rata-rata mean production function dan produksi variance variance production function, yang masing-masing dipengaruhi oleh penggunaan input dalam proses produksi. Model ini telah digunakan oleh Walter et al. 2004, Hutabarat 1985, Buccola and McCarl 1986 dalam menganalisis tentang risiko produksi. Pendugaan terhadap fungsi produksi dapat dilakukan secara terpisah antara fungsi produksi rata-rata dan fungsi produksi variance yang keduanya dipengaruhi oleh faktor input seperti lahan, pupuk, benih, tenaga kerja dan pestisida. Namun Antle 1987 dan Beach et al. 2005 memasukkan faktor risiko sebagai faktor yang mempengaruhi penggunaan input. Sedangkan Just and Pope 1979 melihat risiko pada produksi yang diukur dari varian output, dan menyarankan menggunakan spesifikasi fungsi produksi. Model Just and Pope fokus pada alokasi input yang dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan risiko. Kerangka berfikir Just and Pope 1979 menganggap bahwa error term dalam fungsi produksi adalah risiko, sementara Aigner et al. 1977 menganggap bahwa error term itu bersumber dari risiko sendiri dan dari inefisiensi. Selain itu, pada model Just and Pope juga tidak memperhitungkan perilaku produsen dalam menghadapi risiko. Padahal perilaku produsen dalam menghadapi risiko sangat berpengaruh terhadap alokasi atau penggunaan input dan menambah penawaran outputnya. Oleh karena itu diperlukan sebuah model yang mempertimbangkan perilaku produsen dan efisiensi teknis dalam menghadapi risiko. Kumbhakar 2002 melengkapi model yang dibuat oleh Just and Pope seperti berikut : u z x q z x g z x f y , , , --------------------------------------------- 3.2 dimana : y adalah output rata-rata , x adalah jenis input yang digunakan, z x f , merupakan fungsi output rata-rata, z x g , menunjukkan fungsi risiko produksi dan z x q , adalah fungsi inefisiensi teknis, error term yang menunjukkan ketidakpastian produksi yang diasumsikan identically and independently distributed 0,1 2 dan u menunjukkan inefisiensi teknis yang lebih besar dari nol u 0. 3.3. Perilaku Petani dalam Menghadapi Risiko Sikap petani sebagai pembuat keputusan dalam menghadapi risiko produksi dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu Robinson dan Barry, 1987; Fariyanti, 2008: pertama, pembuat keputusan yang menghindari risiko produksi risk aversion. Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam variance dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan ukuran tingkat kepuasan utilitas . Kedua, pembuat keputusan yang berani menghadapi risiko produksi risk taker. Jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang diharapkan. Ketiga, pembuat keputusan yang netral terhadap risiko produksi risk neutral. Jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan keuntungan yang diharapkan. Ellis 1988 dalam bukunya “Peasant Economics” menyatakan bahwa perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi dikategorikan menjadi tiga, yaitu menolak risiko risk averse, netral risiko risk neutral, dan mengambil risiko risk taker. Penjelasan tentang teori utilitas pilihan dengan memasukkan unsur risiko berkaitan dengan perilaku petani terhadap risiko diperlihatkan dalam Gambar 2. Sumber : Ellis 1988 Gambar 2. Teori Utilitas Pilihan dengan Memasukkan Unsur Risiko Ellis 1988 mengungkapkan bahwa respon terhadap risiko produksi didasarkan pada kekuatan kepercayaan personal atas peluang terjadinya suatu kejadian dan evaluasi personal atas potensi konsekuensi yang menyertainya. Konsep tersebut konsisten dengan konsep maksimisasi utilitas personal di mana individu senantiasa memaksimumkan kesejahteraannya terhadap tujuan obyektif personal. Asumsinya adalah preferensi antar berbagai alternatif pilihan yang disebut sebagai Certainty Equivalent CE. Asumsi tersebut memungkinkan alternatif yang berisiko tinggi dan yang tidak diletakkan dalam skala preferensi personal pengambil keputusan petani. Beberapa definisi dan posisi pengambilan keputusan yang dapat dijelaskan dari Gambar 2 adalah sebagai berikut: 1. DC menunjukkan hubungan linier antara utilitas dan pendapatan yang memiliki kemiringan slope positif. Artinya jika pendapatan individu meningkat maka akan meningkatkan utilitas individu. 2. I 1 dan I 2 adalah dua tingkat pendapatan individu yang berisiko dengan probabilitas yang berbeda P 1 = 0.6 dan P 2 = 0.4. 3. Kepuasan yang diharapkan expected utility : EU = P 1 UI 1 + P 2 .UI 2 merupakan penjumlahan utilitas yang diperoleh dari pendapatan I 1 dan I 2 . 4. Nilai uang yang diharapkan expected money value : EMV = P 1 I 1 + P 2 I 2 merupakan gambaran dari pendapatan rata-rata yang diduga dibandingkan dengan yang diharapkan. 5. Jika sikap produsen atau petani menolak risiko produksi risk averse maka I A EMV dimana fungsi utilitas di atas DEC yang menunjukkan Diminishing Marginal Utility of Income. EMV - I A adalah jaminan yang digunakan untuk membayar suatu kepastian. 6. Jika sikap produsen atau petani netral terhadap risiko risk neutral maka produsen atau petani bersikap indiferen antara I E dan EMV dan utilitas UI E sama dengan EU dimana utilitas pendapatan tertentu dari I E sama dengan utilitas yang diharapkan expected utility dari dua pendapatan yang tidak pasti yang merupakan garis DC. 7. Jika sikap produsen atau petani berani mengambil risiko risk taker maka produsen atau petani mengambil peluang untuk memperoleh pendapatan tertinggi yaitu pada I 1 , meskipun peluang untuk memiliki kondisi yang buruk sebesar 0.4. I B – EMV merupakan pendapatan yang tersedia untuk membayar perkiraan peluang opportunity gamble. Setiap aktivitas usaha termasuk pertanian selalu menghadapi berbagai macam risiko. Risiko yang dihadapi oleh petani dapat bersumber dari risiko produksi, risiko harga, risiko kelembagaan, risiko kebijakan dan risiko finansial. Selanjutnya Said dan Intan 2001 menjelaskan bahwa para pelaku dalam agribisnis termasuk petani menghadapi risiko-risiko seperti risiko produksi seperti penurunan volume dan mutu produk, risiko pemilikan, risiko keuangan dan pembiayaan, risiko kerugian karena kecelakaan, bencana alam seperti banjir, angin topan, kebakaran, serangan hama dan penyakit tanaman, kesalahan dalam menerapkan teknik budidaya dan faktor alam lainnya, kerugian karena perikatan serta kerugian karena hubungan tata kerja. Selain itu, risiko perubahan harga merupakan risiko yang seringkali menghantui pikiran para pelaku dalam sistem agribisnis. Usaha dibidang pertanian memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan dengan usaha lainnya. Oleh karena itu, petani perlu mengelola risiko tersebut agar usahanya dapat berjalan secara berkesinambungan. Petani memiliki banyak pilihan dalam mengelola risiko usaha yang dihadapinya antara lain dengan melakukan diversifikasi usaha enterprise diversification, integrasi vertikal vertical integration, kontrak produksi production contract, kontrak pemasaran marketing contract, perlindungan nilai hedging, asuransi insurance. Menurut Debertin 1986 bahwa salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh petani untuk mengurangi kerugian ketika alam dan pasar dalam kondisi kurang menguntungkan adalah dengan melakukan diversifikasi usaha. Selain itu, Said dan Intan 2001 juga menjelaskan mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pelaku dalam sistem agribisnis untuk mentrasfer risiko dan mengurangi dampak suatu risiko terhadap kelangsungan usahanya. Risiko produksi secara fisik seperti kemungkinan merosotnya volume produksi secara drastis yang mungkin disebabkan oleh bencana alam, serangan hama dan penyakit tanaman, kebakaran dan karena faktor-faktor lainnya yang akibatnya dapat diperhitungkan secara fisik dapat ditanggulangi dengan membeli polis asuransi produk pertanian. Penanggungan risiko produksi tersebut dapat dialihkan kepada perusahaan jasa asuransi dengan membayar premi asuransi. Disamping itu, risiko kemungkinan menurunnya kualitas produksi dapat ditanggulangi dengan penerapan teknologi budidaya dan teknologi pascapanen yang tepat.

3.4. Keterkaitan Perilaku Risiko Produksi dengan Alokasi Input dan