menurunkan risiko walaupun pendapatannya lebih rendah. Artinya bahwa petani- petani harus diberikan jaminan atau asuransi pada usahataninya. Strategi
manajemen yang dapat ditempuh oleh petani diantaranya : 1 melakukan diversifikasi tanaman, 2 adopsi teknologi yang memiliki potensi untuk
menurunkan risiko produksi, 3 mencari pekerjaan di luar usahatani atau pendapatan off farm, dan 4 akumulasi tabungan dalam bentuk kas daripada
menginvestasikan dalam perbaikan kapital. Penelitian yang dilakukan oleh Saptana 2011 tentang efisiensi produksi
dan perilaku petani terhadap risiko produktivitas cabai merah di Provinsi Jawa Tengah. Komoditi cabai merah yang diteliti adalah cabai merah besar dan cabai
merah keriting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata perilaku petani cabai merah besar dan cabai merah keriting terhadap risiko produktivitas adalah
risk neutral. Secara relatif petani yang berperilaku netral terhadap risiko dan mengarah ke berani mengambil risiko akan mengalokasikan input yang lebih
tinggi sehingga berdampak pada tingkat produktivitas dan pendapatan petani.
2.3. Peranan Benih dalam Teknologi dan Peningkatan Produktivitas
Pertanian
Peningkatan produktivitas dan mutu hasil pertanian semakin penting seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk dan dampak dari anomali
iklim yang kurang bersahabat. Oleh karena itu diperlukan program peningkatan produktivitas pertanian melalui penerapan inovasi teknologi. Penggunaan varietas
unggulbenih unggul merupakan salah satu komponen inovasi teknologi yang penting dan berperan nyata dalam upaya peningkatan produktivitas pertanian.
Selain itu, varietas unggul tahan terhadap hama dan penyakit, rasa yang lebih enak dan berumur pendek genjah sehingga sangat penting artinya bagi petani dalam
mengatur pola tanam. Namun ketersediaan benih unggul masih belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat petani Darman dan Maesti, 2007. Oleh karena
itu diperlukan dukungan program pengembangan penangkar benih untuk memenuhi kebutuhan benih unggul bermutu.
Seperti pada tanaman panganpadi, teknologi sangat ditentukan oleh benih. Untuk meningkatkan produktivitas padi diperlukan benih unggul. Hal ini sejalan
dengan pendapat Soewito et al. 1993 bahwa untuk peningkatan produktivitas padi maka dilakukan program intensifikasi melalui perbaikan varietas.
Perkembangan benih padi di Indonesia dimulai dengan revolusi hijau melalui konsep gerakan Bimas Bimbingan Massal yang bertujuan untuk
meningkatkan produksi pangan khususnya swasembada beras. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok yaitu penggunaan teknologi yang sering disebut
Panca Usahatani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil produksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur. Salah satu komponen dalam panca
usahatani adalah penggunaan benih unggul. Munculnya revolusi hijau didasari oleh adanya masalah pertambahan
jumlah penduduk yang pesat dan tidak diimbangi dengan peningkatan produksi pangan. Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menggalakkan
revolusi hijau adalah intensifikasi pertanian melalui panca usahatani, memperluas lahan yang dapat ditanami dengan pembukaan lahan baru misalnya mengubah
lahan tandus menjadi lahan yang dapat ditanami, membuka hutan dan sebagainya, diversifikasi pertanian atau penganekaragaman jenis tanaman pada
suatu lahan melalui tumpangsari dan melakukan rehabilitasi pertanian melalui pemulihan produktivitas sumberdaya pertanian yang kritis, yang membahayakan
kondisi lingkungan serta daerah rawan dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah tersebut.
Perkembangan perbaikan varietas padi sawah berdasarkan periode pembentukannya dibagi atas tiga periode yaitu era sebelum tahun 1970-an, era
tahun 1970-an hingga swasembada beras pra-IR64, dan era pasca swasembada beraspasca IR64 Las et al. 2004. Pembentukan varietas unggul padi sawah
paling banyak dihasilkan pada periode pasca swasembada beraspasca IR64 yaitu sebanyak 100 varietas. Hal ini terjadi karena setelah swasembada beras tercapai
maka Indonesia mengalami stagnasi produksi padi sehingga pemerintah berkomitmen melalui lembaga penelitian untuk menghasilkan lebih banyak lagi
varietas unggul untuk mendukung peningkatan produksi padi. Berdasarkan keunggulan yang dimiliki, varietas unggul padi di Indonesia
dapat dibagi kedalam empat kategori yaitu: 1 varietas unggul lokal, 2 varietas unggul baru sebelum IR64, 3 varietas unggul baru tipe IR64, dan 4 varietas
unggul baru tipe perbaikan IR64. Pembentukan varietas berdasarkan keunggulannya didorong oleh kebutuhan akan varietas yang mempunyai potensi
hasil tinggi, umur genjah, tahan terhadap hama dan penyakit, penampilan dan rasanya enak.
Varietas padi hasil persilangan di dalam negeri pertama kali dilepas pada tahun 1943 adalah Bengawan. Varietas ini berumur 140-145 hari, postur tanaman
tinggi 145-165 cm, memiliki rasa nasi enak, dan berdaya hasil sedang yaitu 3.5- 4.0 tha Daradjat et al. 2001. Contoh varietas padi tipe Bengawan adalah Si
Gadis, Remaja, Jelita, Dara, Sintha, Dewi Tara, Arimbi, Bathara, dan Dewi Ratih Harahap et al. 1972 dalam Nurhati et al. 2008.
Untuk perkembangan varietas kentang dimulai dari jaman Hindu Belanda yang dikenal dengan varietas eigenheimer, kemudiaan menyusul varietas
bevelander, voran, profijt, marinta, pimpernel dan intje. Kemudian tidak muncul lagi varietas baru sampai dicanangkannya Pembangunan Lima Tahun Pelita
pada tahun 1969. Pada tahun tersebut bermunculan varietas kentang baru seperti varietas desiree, donata, cosima, radosa, patrones, thung dan katela. Kemudian
setelah sekian lama kentang itu berkembang baik di Indonesia maka muncul varietas kentang baru yaitu granola. Varietas ini berkembang baik, bahkan masih
menjadi favorit petani dan hingga kini masih ditanam oleh petani. Berdasarkan umur panen, kentang dibagi atas: 1 kentang genjah yaitu
kentang yang umur panennya sekitar dua bulan, 2 kentang sedang yaitu kentang yang umur panennya sekitar tiga bulan, dan 3 kentang dalam yaitu kentang yang
umur panennya sekitar empat bulan. Benih merupakan salah satu komponen teknologi yang berperan penting
dalam peningkatan produktivitas pertanian. Penelitian yang dilakukan oleh Bakhshoodeh and Shajari 2006 tentang adopsi benih baru pada padi dengan
risiko produksi di Iran menunjukkan bahwa petani yang berani dengan risiko akan mengadopsi teknologi baru atau benih baru untuk mengurangi risiko karena
varietas benih baru akan memberikan produksi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan varietas benih tradisional. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Suparwoto dan Waluyo 2011 tentang inovasi teknologi Varietas Unggul Baru VUB meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani
padi di lahan rawa lebak di Provinsi Sumatera Selatan. Temuan dari penelitian ini adalah penggunaan varietas unggul baru pada tanaman padi mampu meningkatkan
produktivitas padi pada musim kemarau sebesar 5 ton gabah kering giling per hektar dan keuntungan sebesar Rp 10 200 000 per hektar sedang pada musim
hujan produktivitas sebesar 3 ton gabah kering giling per hektar dengan keuntungan sebesar Rp 5 387 500.
Saragih et al. 2009 juga menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Suparwoto dan Waluyo 2011 yang menunjukkan bahwa jagung transgenik
memberikan penerimaan usahatani yang lebih tinggi dibandingkan dengan jagung hibrida konvensional yaitu Rp 10.7
– Rp 14.4 juta dan Rp 10.2 – 12.4 juta per hektar.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa benih merupakan salah satu komponen teknologi yang berperan penting dalam
peningkatan produktivitas pertanian. Karena dengan penggunaan benih unggul yang bermutu dapat meningkatkan produktivitas dan keuntungan usahatani dan
berdampak pada peningkatan pendapatan petani.
2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi