Uji Signifikansi pengaruh perubahan densitas material terhadap laju panas Hasil perhitungan laju panas dengan CFD LISA 76
32 dan tampilan visual obyek yang dianalisis. Data untuk keperluan yang dimaksud
disampaikan pada Lampiran 12. Tabel 10 menunjukkan hasil iterasi numerik laju panas akibat perubahan densitas material polyurethane.
Tabel 10 Hasil perhitungan numerik laju panas dengan CFD LISA 76
ρ kgm
3
K kcal h
-1
m
-1 o
C
- 1
qp kkaljam qc kkaljam
30 0,033549
7,27 7,18
35 0,028431
6,38 6,67
40 0,030777
6,50 6,5
45 0,030818
6,78 6,65
50 0,031636
6,96 7,14
Keterangan : ρ = densitas material polyurethane kgm
3
k = nilai konduktifitas termal hasil perhitungan kkalh
-1
m
-1o
C
-1
ditunjukkan pada Lampiran 13 q = kecepatan atau laju panas kkaljam
qp = laju panas hasil pengukuran laboratorium kkaljam qc = laju panas hasil analisis CFD kkaljam
Perbandingan hasil pengujian kecepatan penetrasi panas q dari pengukuran laboratorium dan dari analisis CFD LISA 76, ditunjukkan pada
Gambar 8 dan Tabel 11. Kecepatan penetrasi panas q hasil pengukuran dihitung berdasarkan data yang tertera dalam Tabel 8 :
6.20 6.40
6.60 6.80
7.00 7.20
7.40 7.60
10 20
30 40
50 60
Densitas q
kkal j
am
qp qc
Gambar 8. Kecepatan penetrasi panas q dari hasil pengukuran dan analisis CFD LISA 76
33 Tabel 11 Perbandingan hasil pengujian kecepatan penetrasi panas q
ρ kgm
3
qp kkaljam qc kkaljam
30 7,27
7,18 35
6,38 6,67
40 6,50
6,5 45
6,78 6,65
50 6,96
7,14 Keterangan :
ρ = densitas material polyurethane kgm
3
qp = laju panas hasil pengukuran laboratorium kkaljam qc = laju panas hasil analisis CFD kkaljam
Penggunaan CFD diperlukan untuk menghindari pengulangan yang banyak pada perlakuan, dan menghemat waktu dan biaya. Selain itu penggunaan
CFD juga dapat menghasilkan tampilan visual yang menggambarkan distribusi atau perubahan energi dari sistem rekayasa teknis yang melibatkan perubahan
energi. Konduktivitas termal hasil pengukuran dapat digunakan sebagai input
dalam initial conditions sebagai salah satu syarat dapat digunakannya iterasi numerik dalam program CFD LISA 76. Hasil iterasi dari program CFD tersebut
selanjutnya dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam menghitung laju panas pada densitas insulasi yang berbeda, misal ρ = 31, 32, 33, ....kgm
3
, dan seterusnya. Berdasarkan hasil pengukuran laboratorium dan analisis CFD tersebut
dapat diketahui nilai densitas efektif dari material insulasi polyurethane yang diukur, yaitu densitas material
ρ = 30 kgm
3
dan ρ = 35 kgm
3
. Selanjutnya, analisis distribusi beban panas dengan menggunakan CFD dilakukan terhadap
insulasi polyurethane yang memiliki nilai densitas efektif tersebut. Berdasarkan data initial condition dan boundary condition pada Lampiran
12, dapat ditetapkan hasil perhitungan dalam bentuk tampilan visual. Tampilan visual ini diperoleh pada tahap postprocessor, dan dapat dilihat pada Gambar 9.
34 a
ρ = 30 kgm
3
b ρ = 35 kgm
3
Gambar 9 Tampilan hasil Post-processor pengukuran q insulasi polyurethane dengan densitas berbeda.
Tampilan pada gambar 3. menunjukkan bahwa pada kotak dengan densitas dinding insulasi
ρ = 30 kgm
3
, beban panas di bagian sisi atas kotak belum terenyahkan. Hal ini ditandai warna orange pada sisi atas kotak yang
menggambarkan temperatur pada sisi tersebut masih cukup tinggi T = 39,38
o
C. Sedangkan kotak dengan dinding insulasi
ρ = 35 kgm
3
, seluruh panas sudah terenyahkan. Perbedaan tampilan visual tersebut membuktikan perbedaan
kemampuan antara dinding insulasi dengan ρ = 30 kgm
3
dengan ρ = 35 kgm
3
. Karateristik distribusi suhu dari tampilan visual dari kedua kotak menunjukkan
suhu terendah ada di bagian bawah kotak, hal ini disebabkan karena letak es yang digunakan sebagai bahan uji terletak pada bagian dasar kotak.