Pengaruh densitas terhadap laju panas q

43 media pengawet dapat dikurangi dengan meningkatnya kualitas insulasi, dalam hal ini insulasi dengan densitas pada kerapatan sebagaimana disebutkan sebelumnya. Nilai konduktivitas termal k polyurethane pada Tabel 10, adalah hasil perhitungan menurut rumus laju panas q. Hasil ini termasuk cukup besar bila dibandingkan dengan nilai maksimum dari beberapa referensi, misalnya menurut Dellino 1997 nilai k = 0,023, Shawyer dan Pizzali 2003 k = 0,026, dan Papadopoulos 2004 k = 0,027. Hasil penelitian lain memberikan nilai k berbeda, Wen Wu et al. 1998, dalam risetnya tentang pengaruh ukuran sel pada struktur polyuretahne terhadap konduktivitas termalnya memberikan gambaran bahwa semakin kecil ukuran sel semakin menurun nilai k nya. Hasil nilai k yang diperoleh berada pada kisaran k = 0,029 – 0,043. Lee et al. 2002, menjelaskan pengaruh kecepatan pengadukan pada struktur busa terhadap variasi ukuran gelembung, denstitas busa, kekuatan tekan, dan konduktivitas termal. Tabel 14 menunjukkan hasil riset tentang pengaruh pengadukan. Tabel 14 Pengukuran sifat busa polyurethane berdasarkan kecepatan pengadukan yang berbeda. Sumber : Lee et al. 2002 Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa untuk peningkatan densitas tertentu berakibat pada penurunan nilai konduktivitas termalnya. Karakter hasil penelitian ini untuk nilai k memiliki kesamaan dengan hasil perhitungan k dari data pengukuran tentang efisiensi insulasi akibat perbedaan densitas. Kecepatan Aduk rpm Rata-rata Diameter Densitas kgm 3 Kerapatan sel 10 12 m 3 Konduktivitas Termal Wm.K Kekuatan Tekanan Mpa 6000 332 31,9 1,42 0,0198 5,78 8000 273 32,6 2,36 0,0206 7,74 10.000 217 35,4 4,66 0,0208 8,23 12.000 194 38,4 6,73 0,0208 8,43 Busa Hibrida 62,8 0,0311 43,02 44 Nilai k yang cenderung besar dalam penelitian efisensi insualsi ini diperkirakan karena adanya kebocoran-kebocoran pada sambungan-sambungan dinding box insulasi. Hal serupa juga dialami sistem konstruksi palka tradisional konstruksi kapal kayu berinsulasi polyuretahne. Dalam sistem konstruksi tersebut sulit sekali untuk mempertahankan ruang palka yang benar-benar kedap. Hal ini disebabkan dalam konstruksi palka terdapat hubungan konstruksi yang harus memutus dinding insulasi. Namun demikian, perbedaan kerapatan dalam insulasi yang digunakan tetap memberi pengaruh pada kecepatan laju penetrasi panas yang masuk ke palka. Sesuai dengan maksud dari penelitian ini, adalah mencari solusi pada tataran aplikasi tersebut dengan membuat suatu analisis penelitian tentang laju panas menggunakan prototype berupa box berinsulasi. Kelebihan dan kekurangan dari berbagai jenis insulasi, menjadikan motivasi untuk selalu mengadakan riset yang bertujuan untuk mendapat insulasi dengan kriteria teknis ekonomis yang lebih baik. Lee et al. 2002, menjelaskan tentang sifat mekanis dan termal dari busa hibrid antara busa polystyrene dengan busa polyurethane. Dibandingkan dengan busa poliuretan murni, kekuatan tekan dari busa hibrida jauh lebih besar, tetapi konduktivitas thermalnya PU murni lebih tinggi. Berkaitan dengan sifat termal dan kekuatan mekanis, Kang et al. 2010, berpendapat bahwa pengaruh penambahan zat aditiv hexamethyldisilazane HMDS pada busa polyisocyanurate PIR dapat mengurangi ukuran sel sehingga menjadi lebih kecil. Ukuran sel yang lebih kecil tampaknya merupakan salah satu alasan utama untuk peningkatan sifat isolasi termal dan sifat mekanik busa PIR. Badri et al. 2004, menjelaskan tentang keunggulan penggunaan materi polyol berasal dari minyak kelapa sawit sebagai bahan alternatif yang lebih ekonomis menggantikan polyol yang berasal dari petrokimia. Alternatif penggunaan minyak tumbuhan sebagai pengganti bahan petrokimia juga dikemukakan oleh Narine et al. 2007, yang meninjau sifat-sifat mekanis dan sifat termalnya. Polyol dengan terminal kelompok hidroksil primer disintesis dari minyak canola oleh teknologi berbasis ozonolysis dan hidrogenasi, secara komersial tersedia polyol berbasis kedelai dan minyak jarak mentah yang bereaksi dengan diphenylmethane aromatik diisosianat untuk menyiapkan busa. Hal serupa dikemukakan oleh Rohaeti et al. 2003, yaitu tentang penggunaan glukosa, maltosa, dan amilosa sebagai sumber 45 polyol dalam sintesis polyurethane, dapat meningkatkan indeks hidrogen HBI dan temperatur transisi Tg. Ilyas 1992 menjelaskan, bahwa dari berbagai karateristik insulasi yang diinginkan faktor konduktifitas termal tetap menjadi pertimbangan utama.

4.2.5 Pengaruh faktor bentuk terhadap laju panas q

Tata letak muatan, yaitu cara pemuatan ikan dalam palka yang mencakup pemuatan dengan cara curah, menggunakan rak atau peti kemasan. Cara pemuatan tersebut mempengaruhi penggunaan jumlah es yang digunakan sebagai pengawet ikan. Penentuan cara pemuatan dan penggunaan es dalam perbandingan tertentu akan menentukan kualitas muatan yang diangkut. Rasio kelayakan dalam pemuatan ini umumnya diukur sebagai stowage rate. Amiruddin 2005, mengevaluasi penerapan standar nilai stowage rate ini pada kapal ikan tradisonal dan melihat pengaruhnya terhadap kualitas muatan. Umumnya rasio itu tidak terpenuhi dan berkorelasi terhadap mutu ikan hasil tangkapan yang kurang baik. Stowage rate adalah suatu nilai yang memperhitungkan kecukupan ruang muat untuk memuat suatu jenis muatan secara layak. Ukuran dan bentuk ruang akan menentukan luas permukaan muat dan berpengaruh pada laju panas q. Volume kotak berbentuk kubus memiliki total luas permukaan selubung kulit paling kecil dibanding volume kotak berbentuk persegi panjang untuk volume yang sama. Luas permukaan selubung ini akan berpengaruh terhadap laju penetrasi panas dalam ruang yang didinginkan. Perbedaan luas permukaan selubung akibat perbedaan bentuk tersebut dapat dibuktikan melalui uraian berikut. Jika diketahui volume suatu ruang adalah 8 m 3 , maka ukuran matrik kubusnya adalah : 2 x 2 x 2 = 8 m 3 dengan luas selubung 2 x 2 x 6 = 24 m 2 . Jika bentuk kubus tersebut diubah menjadi bentuk volume persegi panjang untuk volume tetap, misal dengan ukuran matrik 4 x 2 x 1 = 8 m 3 , maka diperoleh luas permukaan selubung = 4x2x2 + 4x1x2 + 2x1x2 = 26 m 2 . Berdasarkan fakta di atas maka desain ruang pendingin harus memperhatikan bentuk ruang yang akan digunakan sebagai ruang pendinginan. Selain persoalan heat transfer, penetapan suatu ruang juga mempetimbangkan 46 kelayakan pemuatan yang mencakup faktor kelonggaran stowage rate dari barang yang dimuat dan kemudahan dalam operasional bongkar muat. Mengacu pada bentuk geometris kubus, maka perubahan bentuk volume dari kubus ke persegi panjang untuk volume sama dapat diketahui nilai perubahan luas permukaan selubungnya dengan cara mengalikannya dengan faktor bentuk. Pendekatan volumetris ini dapat dijelaskan dalam persamaan 2. [ ] fb M SR A . . 6 2 3 = ……............ 2 Di mana : A = menyatakan luas permukaan selubung m 2 SR = stowage rate atau faktor muat m 3 ton M = massa muatan kg, ton. fb = faktor bentuk Berdasarkan data pada Lampiran14 - 16, diperoleh ukuran matrik : Untuk kotak persegi panjang dengan sisi-sisi yang berbeda. [ ] 3 .M SR Vb = x a x b x c ………………. 3 Untuk kotak persegi panjang dengan dua sisi yang sama. [ ] 3 .M SR Vb = x a x b x b ......................... 4 Berdasarkan Persamaan 2, dapat dikembangkan pula persamaan untuk menentukan jumlah larutan material polyurethane yang akan dituang ke dalam dinding palka atau peti. Dengan mengetahui berapa ketebalan insulasi yang direncanakan dan densitas insulasi yang diharapkan, maka jumlah kebutuhan larutan dapat dihitung. Dari persamaan ini juga dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan material dinding yang lain, misalnya berapa ton atau berapa m 3 kayu yang diperlukan untuk pembuatan dinding suatu peti kemas. Untuk menghitung keperluan jumlah larutan tersebut, persamaan yang terbentuk menjadi : [ ] fb M SR M PUR . . 6 2 3 = . x . ρ PUR ......................... 5 Di mana : x = ketebalan insulasi yang direncanakan. cm M PUR = massa larutan polyurethane kg ρ PUR = jumlah larutan polyurethane yang dituang per m 3 kgm 3