Bahan Insulasi Klasifikasi material insulasi dan perkembangannya

14 bahan insulasi, antara lain : 1 Ketepatan dan kecocokan sesuai dengan fungsi insulasi pada ruangan yang direfrigrasi, untuk lantai, dinding atau loteng dan lain- lain ; untuk refrigasi di kapal atau untuk fasilitas di darat, 2 Harga awal dan biaya pemasangan, 3 Biaya pengoperasian refrigrasi, pemeliharaan, perbaikan, dan penyusutan, 5 Keadaan iklim, cuaca, suhu dan kelembaban, 4 Daya awet yang diinginkan, untuk bangunan permanen atau sementara, dan 6 Suhu dalam kamar yang direfrigasi Ilyas 1992. Busa kaku Polyurethane PUR adalah rangkaian silang polymer yang cukup padat dengan susunan sel tertutup berupa gelembung dalam material, dengan dinding tidak terputus, sehingga ada gas terkurung di dalamnya. Gas tersebut adalah Clorofluoromethane di mana gas tersebut memiliki sifat konduktifitas termal lebih rendah dari udara. Dengan demikian bentuk sel tertutup akan mempunyai nilai konduktivitas termal lebih rendah secara signifikan dari pada busa dengan sel terbuka. Bagaimanapun juga, untuk mempertahankan konduktivitas termal yang rendah, gas dalam sel harus tidak mudah bocor, sebagai konsekuensinya insulasi busa yang kaku memiliki tidak kurang dari 90 sel tertutup dan densitas di atas 30 kgm 3 . Busa kaku adalah kombinasi dari polyol dan cairan pengembang ditambah katalis dan Polyisocyanurate PIR Dellino 1997. Shawyer dan Pizzali 2003, menjelaskan bahwa standar busa kaku polyurethane untuk keperluan ruang pendingin adalah 30 – 40 kgm 3 Polyurethane adalah jenis polimer yang dapat digolongkan ke dalam polimer kondensasi sintetik. Cowd 1991, menjelaskan tentang pembentukan ikatan polyurethane, sebagai berikut : . Pendapat relatif diberikan oleh Prager 1985, nilai medium densitas insulasi polyurethane hasil test adalah 1,7 pounds per cubic foot atau berada pada kisaran 1,5 – 2 PCF untuk busa kaku polyurethane yang dibentuk di tempat. Gugus isosianat, -NCO, merupakan gugus yang sangat reaktif dan dapat membentuk urethane dengan alkohol : R.NCO+R’OH → R’NH.COO.R’ Jika diisosianat atau poliisosianat bereaksi dengan diol atau poliol senyawa polihidrat, akan terjadi polyurethane : 15 OCN – R – NCO + HO – R’ – OH → OCN – R – NH – CO – O – R’ – OH ↓ reaksi dengan monomer-monomer berikutnya - CO – NH – R – NH – CO – O – R’ – O - Karbondioksida dihasilkan dari reaksi diisosianat – air dapat digunakan untuk membuat busa kaku, tetapi biasanya digunakan alkana berhalogen yang lembam dan bertitik didih rendah seperti CCIF. Cairan ini tidak terlibat dalam rekasi kimia, tetapi mudah menguap oleh panas polimerisasi, dan kemudian mengembangkan busa.

2.3 Beban Penerimaan Panas

Menurut Ilyas 1988, pada pengesan seperti ikan, beban penerimaan panas total di dalam peti, paling sedikit berasal dari 3 sumber pengaliran panas, yakni dari : 1 beban penerimaan panas melalui sisi, tutup dan alas peti, 2 beban panas oleh pergantian udara dan 3 beban panas dari muatan dalam peti. Sedangkan pada kamar dingin dan palka besar ikan yang didinginkan dengan es, mungkin ada sumber panas ke empat yakni 4 beban panas lainnya. Beban panas total diperoleh dengan menjumlahkan ke tiga sumber panas tersebut. Secara konvensional, beban panas total itu masih ditambah sebesar 10 sebagai faktor pengamanan. Beban penerimaan panas melalui seluruh sisi, tutup dan alas peti tergantung pada faktor-faktor yang tertera dalam rumus 1. Faktor jenis material dan susunan atau struktur lapisannya, perlu diperhitungkan agak teliti, teristimewa pada kamar dingin dan palka ikan. Pada peti ikan yang bervolume relatif kecil, maka jika struktur dinding terdiri dari beberapa lapis material yang berlainan jenisnya jadi juga berlainan pula konduktifitas thermalnya, k, yang diperhitungkan cukup lapisan insulatornya saja dapat berupa polystyrene, glass woll atau lainnya; lapisan lainnya boleh diabaikan, sebagai faktor keamanan safety tambahan Ilyas 1988. x T T kA q 2 1 − = 16 di mana : q = laju pengaliran panas ke dalam peti dingin dalam kkaljam, k = konduktivitas termal bahan, dalam kkal mm 2 jam derajat C, A = Luas permukaan sisitutup peti pada ukuran luarnya dalam m 2 . T 1 = suhu pada sisi panas suhu udara luar, dalam o C, T 2 = suhu pada sisi dingin suhu udara dalam peti, dalam o

2.4 Jumlah Kebutuhan Es

C, x = tebal , material yang menyelubungi wilayah dingin, dalam m. Murniyati dan Sunarman, 2000, menjelaskan, bahwa hukum kekekalan energi berlaku dalam menghitung jumlah es yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah es yang dibutuhkan untuk mendinginkan ikan. Seandainya tidak ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi, maka panas yang perlu diambil dari ikan setara dengan panas yang diserap oleh es untuk meleleh. Jumlah panas yang terlibat di dalam proses pemanasan dan pendinginan dihitung dengan rumus sebagai berikut : Q = B x PJ x ∆t, untuk proses yang melibatkan perubahan suhu. Q = B x L, untuk proses pada suhu tetap pelelehan, pembekuan. Di mana : Q = jumlah panas yang ditambahkan atau diambil kkal B = berat benda yang dipanaskan atau didinginkan kg PJ = panas jenis kkalkg o • PJ ikan berkisar 0,6 – 0,8 kkalkg C o • Jika kandungan air tidak diketahui, sebaiknya diambil nilai tertinggi 0,8. C sesuai dengan kandungan airnya ∆t = selisih antara suhu awal dan suhu akhir o L = panas laten, yang diperlukan untuk membekukanmelelehkan kkalkg. C. Panas laten pada pembekuan air atau pelelehan es 80 kkalkg.

2.5 Panas Laten Es

Panas laten atau panas tersembunyi adalah sejumlah panas yang diperlukan untuk mengubah keadaan padat menjadi cair. Panas laten fusi air = 80 kkalkg, panas laten pelelehan es = 80 kkalkg, 1 kg es bersuhu 0 o C memerlukan 80 kkal untuk mengubah menjadi air bersuhu 0 o

2.6 Hubungan Densitas dengan Ketebalan

C. Fakta ini menunjukkan bahwa besar sekali jumlah panas yang diperlukan untuk melelehkan es menjadi air. Inilah sebab utama mengapa es dipakai secara luas dalam usaha perikanan Ilyas 1988. Massa suatu benda adalah perkalian antara massa jenis benda kgm 3 , tonm 3 dengan volumenya m 3 . Ketebalan dinding ruang untuk insulasi dengan