Pola Distribusi Hasil Tangkapan

Disamping itu, terdapat keterikatan sosial antara nelayan, pedagang dan tauke Tawau dimana mereka sama sama berasal dari suku Bugis Sulawesi Selatan. Orang-orang Bugis yang bearada di Tawau dapat mencapai 70 dari jumlah penduduk Tawau masih mempunyai keterikatan dengan kampung halamannya di Indonesia. Sebagaimana dikatakan Soekanto 2000 bahwa masyarakat pedesaan –termasuk juga nelayan-nelayan Nunukan- mempunyai hubungan yang erat dan mendalam atas dasar sistem kekeluargaan. Keeratan hubungan ini kemudian dimanfaatkan dalam membangun hubungan antar pelaku perikanan tangkap. Dengan berbagai kelebihan tersebut, maka permasalahan informasi asimetrik yang berupa informasi identifikasi nelayan calon peminjam dan pengawasan perilaku usaha para nelayan dapat diatasi. Dengan demikian, persyaratan-persyaratan administrasi –sebagaimana diberlakukan pada lembaga keuangan formal tidak ada seperti i para pemilik modal tidak mensyaratkan agunan untuk setiap transaksi ii penyediaan pinjaman yang tidak terbatas jumlahnya dan iii dapat melakukan transaksi kapan saja diperlukan tanpa aturan- aturan administrasi yang berbelit. Pola hubungan sebagaimana yang disebutkan diatas merupakan pola hubungan yang optimal dilaksanakan. Pola hubungan ini banyak terjadi pada perikanan tangkap skala kecil. Memang dalam pola hubungan tersebut ada dua hal yang terjadi yaitu rendahnya pendapatan nelayan di satu sisi dan resiko yang tinggi yang ditanggung tauke pada sisi yang lain Charles, 2001. Namun demikian, pola tersebut masih belum memberikan peluang bagi nelayan untuk berkembang lebih baik. Nelayan menanggung seluruh resiko kegagalan dari usaha penangkapannya sementara margin keuntungan terbesar ada pada pemilik modal. Para pemilik modal meski ada resiko dananya tidak kembali akibat kegagalan usaha penangkapan, tapi mereka dapat menutupinya dari penjualan hasil tangkapannya pada trip-trip penangkapan sebelumnya. Sedangkan bagi nelayan, mereka harus menanggung seluruh kerugian dan harus tetap membayar walaupun dengan cara mencicil dengan batas waktu yang lama. Oleh karena itu, upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan nelayan melalui berbagai skema pengaturan penangkapan hendaknya memperhatikan pola-pola hubungan ada. Ketidakcermatan dalam menentukan sasaran dan metode yang digunakan akan menjadi kebijakan yang salah misleading policy, yang tidak hanya nasib nelayan tidak akan beranjak dari kemiskinan tetapi justru memberikan keuntungan kepada pihak-pihak lain di luar nelayan Indonesia. Contoh kasus adalah kebijakan pemerintah tentang penggunaan pukat hela PER.06MEN2008 . Secara keseluruhan kebijakan tersebut akan sangat direspon positif oleh para pemilik modal dari Tawau. Hal ini karena memberikan peluang yang lebih besar bagi mereka dari hasil tangkapan nelayan menggunakan pukat hela tersebut. Namun demikian, dengan pola hubungan seperti disebutkan diatas, kebijakan ini tidak akan berdampak signifikan terhadap peningkatan pendapatan nelayan. Pengembangan pasar sangat penting dalam upaya mengembangkan industri perikanan tangkap. Hasil tangkapan nelayan hanya akan bernilai ekonomi apabila dipasarkan. Lebih dari itu pengembangan pasar dapat meningkatkan perekonomian. Charles 2001 mengatakan bahwa interaksi pemasaran ikan dan pengembangan ekonomi dapat dilihat dari tiga dampak yaitu i dampak pemasaran peningkatan permintaan konsumen, perbaikan sistem distribusi, perbaikan akses pasar, peningkatan alternatif pekerjaan dan peningkatan pemberdayaan nelayan, ii dampak menengah peningkatan produksi pada ikan yang belum dimanfaatkan, saluran pemasaran yang lebih baik, peningkatan eksporpertukaran luar negeri, pengurangan ketergantungan nelayan dan pedagang perantara berkurang yang menyebabkan peningkatan pendapatan nelayan, dan iii dampak pengembangan kesempatan kerja yang lebih dan ketersediaan makanan, ketersediaan protein yang lebih, perbaikan keseimbangan pasar, penurunan kebutuhan terhadap kredit dengan suku bunga tinggi dan pembangunan masyarakat perikanan. Dalam konteks pemasaran hasil tangkapan di wilayah perbatasan, terdapat dua hal yang menjadi tujuan utama pemasaran yaitu adanya kepastian harga produk hasil tangkapan dan daya serap pasar terhadap produk hasil tangkapan. Selama ini hampir sebagian besar hasil tangkapan ikan dipasarkan ke wilayah Tawau Malaysia dalam bentuk segar. Namun demikian, harga hasil tangkapan tersebut dikendalikan oleh tauke di Tawau. Hal ini disebabkan adanya ketergantungan nelayan terhadap para pemilik modal tersebut melalui pedagang