Kajian Peraturan dan Kebijakan Pengelolaan

wilayah perairan Kalimantan Timur bagian utara; alat penangkapan ikan pukat hela merupakan alat penangkapan ikan yang sesuai dengan karakteristik danatau kondisi geografis wilayah perairan Kalimantan Timur bagian utara; Peraturan ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, danatau mengawetkannya. Sedangkan ayat 2. Menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Pukat hela adalah semua jenis alat penangkapan ikan berbentuk jarring berkantong, berbadan dan bersayap yang dilengkapi dengan pembuka jarring yang dioperasikan dengan cara ditarikdihela menggunakan satu kapal yang bergerak. Kegiatan penangkapan ikan di perairan Kalimantan Timur bagian utara dapat dilakukan dengan menggunakan kapal pukat hela. Daerah operasi kapal pukat hela terdiri atas i Jalur I, meliputi perairan di atas 1 satu mil sampai dengan 4 empat mil yang diukur dari permukaan air pada surut terendah dan ii Jalur II, meliputi perairan di atas 4 empat mil sampai dengan 12 dua belas mil yang diukur dari permukaan air pada surut terendah. Jalur I hanya diperbolehkan bagi pengoperasian kapal pukat hela dengan ukuran sampai dengan 5 lima gross tonnage GT dan Jalur II hanya diperbolehkan bagi pengoperasian kapal pukat hela dengan ukuran sampai dengan 30 tiga puluh GT. Setiap kapal pukat hela yang wilayah operasinya di jalur I dapat beroperasi di jalur II danatau di atas 12 dua belas mil, dan kapal pukat hela yang wilayah operasinya di jalur II dapat beroperasi di atas 12 dua belas mil. Setiap kapal pukat hela yang wilayah operasinya di jalur II dilarang beroperasi di jalur I. Setiap kapal pukat hela wajib mendaratkan ikan hasil tangkapannya di pelabuhan pangkalan. Pelabuhan pangkalan tersebut meliputi Pangkalan Pendaratan Ikan Sebatik, Pangkalan Pendaratan Ikan Pulau Bunyu, Pelabuhan Perikanan Pantai Tarakan dan Pelabuhan Perikanan Mansapa-Nunukan. Kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan pukat hela hanya dapat dilakukan oleh orang atau badan hukum Indonesia yang berdomisili di Provinsi Kalimantan Timur pada Kabupaten Nunukan, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Tana Tidung atau Kota Tarakan. Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan penangkapan ikan wajib memiliki izin tertulis dari i Gubernur, untuk kapal pukat hela dengan ukuran di atas 10 sepuluh GT sampai dengan 30 tiga puluh GT dan ii Bupati atau Walikota, untuk kapal pukat hela dengan ukuran 5 lima GT sampai dengan 10 sepuluh GT. Kewajiban memiliki izin dikecualikan bagi kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan kecil danatau nelayan yang memiliki sebuah kapal pukat hela berukuran di bawah 5 lima GT. Ketersediaan daya dukung sumber daya ikan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat dievaluasi setiap tahun sekali oleh Direktur Jenderal. Hasil evaluasi merupakan dasar pertimbangan penetapan kebijakan Menteri dalam pemberian alokasi jumlah kapal pukat hela yang dapat diizinkan. 11 Permen no 14 tahun 2011 tentang Usaha Perikanan Tangkap Dasar pertimbangan dikeluarkannya aturan ini adalah guna lebih meningkatkan pengendalian sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia WPP-NRI yang merupakan bagian dari kekayaan bangsa Indonesia yang sudah semakin terbatas potensinya, dan sebagai anggota Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional Regional Fisheries Management OrganizationRFMO dalam memanfaatkan potensi di laut lepas perlu memperhatikan prinsip kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya serta memperhatikan persyaratan, danatau standar internasional. Disamping itu juga dalam rangka pemanfaatan sumberdaya ikan untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Usaha perikanan tangkap adalah usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan penangkapan ikan danatau kegiatan pengangkutan ikan. Peraturan ini menjelaskan jenis usaha dan jenis perizinan, pengaturan wilayah penangkapan dan pengangkutan ikan, persyaratan perizinan, pemeriksaan dan pengadaan kapal perikanan, Usaha Perikanan Terpadu, pengawasan dan lain-lain. Bila ditelaah lebih lanjut, terlihat bahwa permen ini menjelaskan detail mengenai perizinan untuk usaha penangkapan ikan. Tabel 30 Hasil analisis isi peraturan perikanan Jenis Peraturan jenis aturan notahunperih al Tujuan Aspek yang ditelaah Pelaksana Pen g elo laan p er ik an an tan g k ap d i p er b atasan Ko o rd in asi an tar in stan si Ker jasam a d en g an d en g an n eg ar a lain UU no 173landas kontinen Mengatur penyelenggaraan usaha pemanfaatan kekayaan alam + +++ + Pemerintah pusat UU583ZEEI Mengatur pemanfaatan segenap sumber daya alam yang tersedia, baik hayati maupun non hayati di ZEEI +++ +++ +++ Pemerintah pusat UU1785Pe ngesahan Konvensi Hukum Laut Mengatur rejim-rejim hukum laut +++ +++ +++ Pemerintah pusat UU696 perairan Indonesai mengatur wilayah perairan Indonesia, kedaulatan, yurisdiksi, hak dan kewajiban serta kegiatan di perairan Indonesia + + +++ Pemerintah pusat UU4509 Perikanan Mengatur pengelolaan perikanan - +++ + Pemerintah pusat dan daerah Permen1201 Minapolitan Pengembangan kawasan berbasis perikanan - +++ - Pemerintah pusat dan daerah Permen1606 pelabuhan perikanan Pengelolaan pelabuhan perikanan - + - Permen608 pukat hela Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela Di Perairan Kalimantan Timur Bagian Utara +++ + - Pemerintah pusat dan daerah Permen1411 usaha perikanan tangkap Perizinan Usaha Perikanan Tangkap - + + Pemerintah pusat dan daerah Keterangan : - tidak mengatur + sedikit keterkaitan +++ banyak keterkaitan Berdasarkan identifikasi peraturan Tabel 30, tidak terlihat adanya peraturan yang spesifik mengatur mengenai pengelolaan perikanan tangkap di perbatasan kecuali Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan no 6 tahun 2008 tentang Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela Di Perairan Kalimantan Timur Bagian Utara. Namun demikian aturan ini pun belum sepenuhnya memberikan jaminan pengelolaan perikanan tangkap yang baik yang memberikan peluang pencapaian tujuan pengelolaan yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan, pendapatan daerah dan kelestarian sumberdaya ikan. Kebijakan pemberlakuan ini pada satu sisi merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan-permasalahan IUU fishing yang dilakukan oleh nelayan- nelayan asing dari Malaysia dimana sebagian besar menggunakan alat tangkap trawl. Daerah penangkapan nelayan Malaysia ini relatif berdekatan dengan perairan Indonesia yang seringkali mereka memasuki perairan Indonesia secara illegal. Akibatnya sumberdaya ikan yang ada di perairan Indonesia sebagian besar ditangkap oleh mereka dengan alat tangkap yang lebih produktif seperti trawl. Sementara nelayan-nelayan Indonesia, karena terhalang oleh aturan pelarangan penggunaan trawl Kepres no 39 tahun 1980 mengenai Pelarangan Trawl, hanya menggunakan alat tangkap yang relatif sederhana dengan tingkat produktivitas penangkapan yang lebih rendah. Oleh karena itu, kebijakan yang mengizinkan pengoperasian pukat hela pada dasarnya trawl merupakan alternatif solusinya. Namun demikian ternyata ada faktor sosial ekonomi masyarakat relatif tidak menjadi bahan pertimbangan dalam pemberlakuan aturan ini dimana terdapat keterikatan nelayan Nunukan kepada para pemilik modal dari luar Malaysia sebagaimana telah dijelaskan bab sebelumnya. Sebagian besar nelayan Nunukan mendapatkan modal dari para pemilik modal Malaysia melalui perantaraan para pedagang pengumpulnya. Semua ketentuan dan harga ditetapkan oleh para pemilik modal ini. Nelayan Nunukan lebih berperan sebagai buruh saja. Akibatnya kebijakan yang membolehkan penggunaan pukat hela di perairan ini tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan nelayan setempat karena adanya keterikatan permodalan dan pemasaran kepada para pemilik modal dari Malaysia tersebut.

7.2 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan

Strategi pengembangan kelembagaan diarahkan supaya pengelolaan tersebut berjalan efektif sesuai dengan tujuan-tujuan kelembagan yang ditetapkan. Peningkatan dan pengembangan kapasitas kelembagaan diyakini akan memperlancar jalannya berbagai fungsi kelembagaan, baik fungsi-fungsi di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, hukum maupun di bidang lingkungan hidup. Berjalannya fungsi-fungsi kelembagaan dalam bidang- bidang tersebut secara optimal dipahami akan mampu mengentaskan lembaga- lembaga yang ada dari krisis multidimensi Purwaka, 2006 dalam Lopulalan, 2009. Dalam konteks kelembagaan, peran pemerintah relatif dominan yang mencakup i penetapan tujuan pengelolaan, ii mendefinisikan dan menyediaan pengetahuan untuk pengelolaan dan iii mendorong implementasi kebijakan Nielson et al, 2004. Strategi pengembangan kelembagaan pengelola perikanan di wilayah perbatasan dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu penetapan fungsi dan manfaat perikanan tangkap, tujuan pengelolaan, prasyarat pengelolaan dan hukum dan kelembagaan yang diperlukan. 1 Fungsi dan manfaat perikanan tangkap di wilayah perbatasan Pada dasarnya perikanan tangkap sebagai salah satu sektor yang cukup dominan dan strategis di wilayah perbatasan Nunukan mempunyai fungsi yang sangat strategis yaitu penyangga bagi ketahanan ekonomi dan sosial masyarakat wilayah perbatasan. Penyangga bagi ketahanan ekonomi disebabkan karena perikanan tangkap dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat. Aktifitas perikanan tangkap dapat membangkitkan aktifitas perekonomian lainnya yang terkait dengan aktifitas penangkapan ikan baik itu pra penangkapan ikan penyediaan kapal penangkapan, alat tangkap, dan bahan perbekalan melaut dan pasca penangkapan seperti pengolahan, distribusi dan pemasaran produk hasil tangkapan. Oleh karena itu, dengan banyaknya aktifitas yang menjadi turunan dari aktifitas penangkapan ikan, maka penangkapan ikan dapat memberikan dampak pengganda bagi perekonomian masyarakat Kabupaten Nunukan. Disamping itu, perikanan tangkap juga dapat menjadi sumber pendapatan negara dari berbagai jasa yang dihasilkan. Sebagaima penyangga ketahanan sosial, adanya aktifitas perikanan tangkap akan menjadi wadah bagi penyatuan kelompok-kelompok sosial yang ada di wilayah perbatasan Nunukan sekaligus meredam konflik horizontal yang terjadi diantara kelompok masyarakat Nunukan maupun antara kelompok masyarakat Nunukan dengan kelompok masyarakat Tawau Malaysia. Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, sebagian besar nelayan baik di Nunukan maupun Tawau berasal dari suku bangsa yang sama yaitu Bugis Sulawesi Selatan. Karakteristik sosial mereka relatif sama sehingga memudahkan dalam berkomunikasi dan menyelasaikan konflik sosial yang mungkin timbul. 2 Tujuan pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan Pada dasarnya prinsip dasar tujuan pengelolaan perikanan tangkap adalah tercapainya pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Prinsip perikanan tangkap yang bertanggung jawab mengacu pada Tata Laksana Perikanan yang Bertanggung Jawab Code of Conduct for Responsible Fisheries yang dikeluarkan oleh PBB dan telah diratifikasi Pemerintah RI. Prinsip dari CCRF ini yang kiranya relevan dengan pengelolaan perikanan di wilayah perbatasan diantaranya adalah adanya upaya kehati-hatian precautionary approach dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan, mengembangkan kerjasama pengelolaan, tukar menukar informasi antar instansi dan negara, memperhatikan kelestarian lingkungan, penanganan over fishing, pengaturan sistem perizinan penangkapan dan membangun sistem Monitoring, Controlling dan Surveillance MCS, integrasi perikanan ke dalam pengelolaan wilayah pesisir. Disamping itu, tujuan pengelolaan juga mengacu pada prinsip keberlanjutan sustainability dimana prinsip ini mengandung tiga pilar utama yaitu tujuan ekonomi pertumbuhan yang berkelanjutan, sosial pengentasan kemiskinan dan pemerataan dan ekologi pengeloaan sumberdaya ikan Tujuan pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan pada dasarnya dapat mengacu pada tujuan pengelolaan perikanan pada UU no 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa tujuan pengelolaan perikanan adalah : 1. Meningkatkan taraf hidup nelayan dan pembudidaya ikan kecil 2. Meningkatkan penerimaan dan devisa negara 3. Mendorong perluasan dan kesempatan kerja 4. Meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan 5. Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan 6. Meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing 7. Meningkatkan bahan baku untuk industri pengolahan ikan 8. Mencapai pemanfaatan sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan lingkungan sumberdaya ikan secara optimal 9. Menjamin kelestarian sumberdaya ikan, lahan pembudidaya ikan dan tata ruang Review terhadap tujuan-tujuan pengelolaan perikanan tersebut menghasilkan bahwa orientasi pengelolaan perikanan lebih dominan untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi sebagaimana disajikan pada Tabel 31. Tujuan sosial dan ekologi masih belum banyak dielaborasi dengan baik. Tabel 31 Pengelompokkan tujuan pengelolaan perikanan Item Tujuan pengelolaan Ekonomi Sosial Ekologi 1. Meningkatkan taraf hidup nelayan dan pembudidaya ikan kecil √ 2. Meningkatkan penerimaan dan devisa negara √ 3. Mendorong perluasan dan kesempatan kerja √ 4. Meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan √ 5. Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan √ 6. Meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing √ 7. Meningkatkan bahan baku untuk industri pengolahan ikan √ 8. Mencapai pemanfaatan sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan lingkungan sumberdaya ikan secara optimal √ 9. Menjamin kelestarian sumberdaya ikan, lahan pembudidaya ikan dan tata ruang √ Berdasarkan karakteristik pemanfaatan sumberdaya perikanan di wilayah perbatasan dimana aspek IUU fishing dan perdagangan hasil tangkapan ke luar negeri, maka tujuan pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan ditekankan pula pada kedua aspek tersebut yaitu : - Meningkatkan pendapatan nelayan dan negara melalui penyempurnaan sistem perdagangan hasil tangkapan ke luar negeri - Menjaga kelestarian sumberdaya ikan di wilayah perairan perbatasan melalui penanganan praktek IUU Fishing - Meningkatkan kerjasama antara Indonesia dan Malaysia dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. 3 Prasyarat pengelolaan Pengelolaan perikanan tangkap di perbatasan merupakan suatu sistem dan proses dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan. Keberhasilan pencapaian tujuan akan sangat ditentukan oleh terpenuhinya berbagai prasyarat pengelolaan. Prasyarat tersebut meliputi : - Adanya landasan hukumperaturan yang menjadi pijakan bagi berbagai aktifitas pemanfaatan. - Sumberdaya manusia human capital yang mampu menjalankan pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan - Sarana dan prasarana Man made capital yang memadai untuk bisa berjalannya pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan. 4 Hukum dan Kelembagaan yang diperlukan Berdasarkan pada tujuan yang hendak dicapai maka diperlukan peraturan- peraturan yang mengatur mengenai upaya-upaya pencapaian tujuan pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan. Tabel 32 Tujuan yang ingin dicapai dan aturan tambahan Tujuan yang ingin dicapai Aspek yang perlu ditambahkan Meningkatkan pendapatan nelayan dan negara melalui penyempurnaan sistem perdagangan hasil tangkapan ke luar negeri Pengaturan khusus mengenai sistem perdagangan komoditas perikanan di wilayah perbatasan Menjaga kelestarian sumberdaya ikan di wilayah perairan perbatasan melalui penanganan praktek IUU Fishing Sistem koordinasi antar instansi yang lebih efektif dalam menangani praktek IUU Fishing Meningkatkan kerjasama antara Indonesia dan Malaysia dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap Pengaturan sistem kerjasama pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di perairan perbatasan Tabel 33 Kegiatan dan fungsi kelembagaan Fungsi Kegiatan Per izin an Per en ca n aa n Im p lem en tasi Mo n ito rin g d an E v alu asi Pen g awa san d an Pen g en d alian Penyediaan infrastruktur wilayah Diskimpraswil Diskimpraswil Diskimpraswil Diskimpraswil Diskimpraswil Penyediaan infrastruktur pelabuhan perikanan KKP, Dinas Kelautan dan Perikanan KKP, Dinas Kelautan dan Perikanan KKP, Dinas Kelautan dan Perikanan KKP, Dinas Kelautan dan Perikanan KKP, Dinas Kelautan dan Perikanan Peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Peningkatan produksi Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Peningkatan nilai tambah produk Perindustrian Perindustrian, KKP Perindustrian, KKP Perindustrian, KKP Perindustrian, KKP Penanganan illegal fishing Dinas Perikanan dan Kelautan Dinas Perikanan dan kelautan Dinas Perikanan dan Kelautan, TNI AL, Kepolisian Dinas Perikanan dan Kelautan, TNI AL, Kepolisian Dinas Perikanan dan Kelautan, TNI AL, Kepolisian Pengembangan pemasaran Dinas Perdagangan dan industri Dinas Perdangan dan Industri Dinas Perdangan dan Industri Kerjasama luar Indonesia Malaysia Departemen Luar Negeri 8 PENGEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI PERBATASAN 8.1 Struktur Perekonomian Wilayah 8.1.1 Kondisi perekonomian wilayah Perekonomian Kab. Nunukan ,sejak tahun 2005 sampai 2009, terus mengalami peningkatan. PDRB Kab. Nunukan pada tahun 2005 hanya 1.186,37 juta menjadi 1.344,44 juta pada tahun 2009 atau mengalami peningkatan yang sangat signifikan mencapai 13 dan rata-rata pertumbuhan 3,18 per tahun. Data perkembangan PDRB selengkapnya disajikan pada Gambar 19. Gambar 19 Perkembangan PDRB atas dasar harga konstan Kab. Nunukan tahun 2005-2009 Struktur ekonomi Kab. Nunukan didominasi dua sektor besar yaitu sektor pertambangan dan galian 38 dan sektor pertanian 27 . Sedangkan sektor lain masih di bawahnya, bahkan untuk sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan industri pengolahan, kontribusinya masih di bawah 1 dari total PDRB yang ada sebagaimana disajikan pada Gambar 20. 2005 2006 2007 2008 2009 PDRB dengan Migas 1.186.372 1.201.771 1.247.029 1.297.939 1.344.448 PDRB Tanpa Migas 789.521 847.100 992.103 1.135.271 1.194.398 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000 1.400.000 1.600.000 B e sar an PD R B Gambar 20 Komposisi PDRB Kab. Nunukan atas dasar harga konstan per sektor tahun 2009 Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa perekonomian Kabupaten masih bertumpu pada sektor-sektor primer yang berbasiskan pemanfaatan sumberdaya alam. Namun demikian seperti yang ditunjukkan Tabel 34, kontribusi kedua sektor tersebut mengalami penurunan dari tahun ke tahunnya. Sektor pertanian pada tahun 2003 memberikan kontribusi 36,87 menjadi 28,96 pada tahun 2007 dan 26,92 pada tahun 2009. Demikian pula halnya sektor pertambangan dimana pada tahun 2003 berkontribusi 40,55 menjadi 38,55 pada tahun 2009. Tabel 34 Distribusi PDRB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha tahun 2003 – 2009 Lapangan usaha 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1. Pertanian 36,87 33,8 30,99 29,93 28,96 27,71 26,92 2. Pertambangan dan penggalian 40,55 43,47 46,16 42,95 40,62 39,57 38,55 3. Industri pengolahan 0,04 0,04 0,04 0,04 0,14 0,21 0,26 4. Listrik, gas dan air minum 0,56 0,61 0,63 0,67 0,66 0,63 0,66 5. Bangunan 7,44 7,12 6,62 7,26 7,92 8,57 8,88 Pertanian 27 Pertambangan dan penggalian 38 Listrik, gas dan air minum 1 Bangunan 9 Perdagangan, hot el dan restoran 16 Pengangkutan dan komunikasi 3 Jasa-jasa 6 Lanjutan Tabel 34 Lapangan usaha 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 6. Perdagangan, hotel dan restoran 8,12 8,79 9,57 12,15 13,94 15,00 15,77 7. Pengangkutan dan komunikasi 2,18 2,13 2,10 2,27 2,39 2,53 2,73 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 0,16 0,16 0,15 0,17 0,19 0,20 0,22 9. Jasa-jasa 4,08 3,88 3,76 4,57 5,18 5,57 6,01 Produk domestik regional bruto 100 100 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Kabupaten Nunukan, 2010 Sektor sektor di luar pertanian dan pertambangan relatif mengalami peningkatan meski dengan besaran yang berbeda. Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor dengan peningkatan kontribusi yang relatif besar. Tabel 35 PDRB perkapita Kab. Nunukan 2005-2009 Item 2005 2006 2007 2008 2009 · PDRB juta rupiah 2.086.266 2.194.536 2.570.817 3.122.335 3.121.117 · Jumlah penduduk pertengahan tahun jiwa 109.464 116.553 125.585 129.011 132.543 · PDRB per kapita rupiah 19.058.921 18.828.652 20.470.732 24.202.082 23.547.957 Sumber : BPS Kabupaten Nunukan, 2010 Seiring dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah dimana tingkat pertumbuhannya tidak diimbangi dengan pertumbuhan PDRB, maka PDRB per kapita relatif mengalami penurunan terutama sejak tahun 2005. Pada tahun 2005, dengan jumlah penduduk mencapai 109.464 jiwa dan PDRB mencapai 1,18 milyar rupiah, maka PDRB per kapita mencapai 10,8 juta rupiah. Pertumbuhan PDRB per kapita disajikan pada Gambar 21.