wilayah perairan Kalimantan Timur bagian utara; alat penangkapan ikan pukat hela merupakan alat penangkapan ikan yang sesuai dengan karakteristik danatau
kondisi geografis wilayah perairan Kalimantan Timur bagian utara; Peraturan ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Penangkapan
ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang
menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, danatau mengawetkannya. Sedangkan ayat 2.
Menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Pukat hela adalah semua jenis alat penangkapan ikan berbentuk jarring berkantong, berbadan dan bersayap yang
dilengkapi dengan pembuka jarring yang dioperasikan dengan cara ditarikdihela menggunakan satu kapal yang bergerak.
Kegiatan penangkapan ikan di perairan Kalimantan Timur bagian utara dapat dilakukan dengan menggunakan kapal pukat hela. Daerah operasi kapal
pukat hela terdiri atas i Jalur I, meliputi perairan di atas 1 satu mil sampai dengan 4 empat mil yang diukur dari permukaan air pada surut terendah dan ii
Jalur II, meliputi perairan di atas 4 empat mil sampai dengan 12 dua belas mil yang diukur dari permukaan air pada surut terendah. Jalur I hanya diperbolehkan
bagi pengoperasian kapal pukat hela dengan ukuran sampai dengan 5 lima gross tonnage GT dan Jalur II hanya diperbolehkan bagi pengoperasian kapal pukat
hela dengan ukuran sampai dengan 30 tiga puluh GT. Setiap kapal pukat hela yang wilayah operasinya di jalur I dapat beroperasi di jalur II danatau di atas 12
dua belas mil, dan kapal pukat hela yang wilayah operasinya di jalur II dapat beroperasi di atas 12 dua belas mil. Setiap kapal pukat hela yang wilayah
operasinya di jalur II dilarang beroperasi di jalur I. Setiap kapal pukat hela wajib mendaratkan ikan hasil tangkapannya di
pelabuhan pangkalan. Pelabuhan pangkalan tersebut meliputi Pangkalan Pendaratan Ikan Sebatik, Pangkalan Pendaratan Ikan Pulau Bunyu, Pelabuhan
Perikanan Pantai Tarakan dan Pelabuhan Perikanan Mansapa-Nunukan. Kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan pukat hela hanya dapat
dilakukan oleh orang atau badan hukum Indonesia yang berdomisili di Provinsi Kalimantan Timur pada Kabupaten Nunukan, Kabupaten Bulungan, Kabupaten
Tana Tidung atau Kota Tarakan. Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan penangkapan ikan wajib memiliki izin tertulis dari i Gubernur,
untuk kapal pukat hela dengan ukuran di atas 10 sepuluh GT sampai dengan 30 tiga puluh GT dan ii Bupati atau Walikota, untuk kapal pukat hela dengan
ukuran 5 lima GT sampai dengan 10 sepuluh GT. Kewajiban memiliki izin dikecualikan bagi kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan kecil
danatau nelayan yang memiliki sebuah kapal pukat hela berukuran di bawah 5 lima GT.
Ketersediaan daya dukung sumber daya ikan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat dievaluasi setiap tahun sekali oleh Direktur Jenderal. Hasil
evaluasi merupakan dasar pertimbangan penetapan kebijakan Menteri dalam pemberian alokasi jumlah kapal pukat hela yang dapat diizinkan.
11 Permen no 14 tahun 2011 tentang Usaha Perikanan Tangkap
Dasar pertimbangan dikeluarkannya aturan ini adalah guna lebih meningkatkan pengendalian sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia WPP-NRI yang merupakan bagian dari kekayaan bangsa Indonesia yang sudah semakin terbatas potensinya, dan sebagai anggota
Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional Regional Fisheries Management OrganizationRFMO dalam memanfaatkan potensi di laut lepas perlu
memperhatikan prinsip kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya serta memperhatikan persyaratan, danatau standar internasional. Disamping itu juga
dalam rangka pemanfaatan sumberdaya ikan untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Usaha perikanan tangkap adalah usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan
penangkapan ikan danatau kegiatan pengangkutan ikan. Peraturan ini menjelaskan jenis usaha dan jenis perizinan, pengaturan wilayah penangkapan
dan pengangkutan ikan, persyaratan perizinan, pemeriksaan dan pengadaan kapal perikanan, Usaha Perikanan Terpadu, pengawasan dan lain-lain. Bila ditelaah
lebih lanjut, terlihat bahwa permen ini menjelaskan detail mengenai perizinan untuk usaha penangkapan ikan.
Tabel 30 Hasil analisis isi peraturan perikanan
Jenis Peraturan jenis aturan
notahunperih al
Tujuan Aspek yang ditelaah
Pelaksana Pen
g elo
laan
p er
ik an
an tan
g k
ap d
i
p er
b atasan
Ko o
rd in
asi an tar
in stan
si
Ker jasam
a d
en g
an
d en
g an
n eg
ar a
lain
UU no 173landas
kontinen Mengatur penyelenggaraan
usaha pemanfaatan kekayaan alam
+ +++
+ Pemerintah pusat
UU583ZEEI Mengatur pemanfaatan
segenap sumber daya alam yang tersedia, baik hayati
maupun non hayati di ZEEI
+++ +++
+++ Pemerintah pusat
UU1785Pe ngesahan
Konvensi Hukum Laut
Mengatur rejim-rejim hukum laut
+++ +++
+++ Pemerintah pusat
UU696 perairan
Indonesai mengatur wilayah
perairan Indonesia, kedaulatan, yurisdiksi, hak
dan kewajiban serta kegiatan di perairan Indonesia
+ +
+++ Pemerintah pusat
UU4509 Perikanan
Mengatur pengelolaan perikanan
- +++
+ Pemerintah pusat
dan daerah Permen1201
Minapolitan Pengembangan kawasan
berbasis perikanan -
+++ -
Pemerintah pusat dan daerah
Permen1606 pelabuhan
perikanan Pengelolaan pelabuhan
perikanan -
+ -
Permen608 pukat hela
Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat
Hela Di Perairan Kalimantan Timur Bagian Utara
+++ +
- Pemerintah pusat
dan daerah
Permen1411 usaha perikanan
tangkap Perizinan Usaha Perikanan
Tangkap -
+ +
Pemerintah pusat dan daerah
Keterangan : - tidak mengatur
+ sedikit keterkaitan +++ banyak keterkaitan
Berdasarkan identifikasi peraturan Tabel 30, tidak terlihat adanya peraturan yang spesifik mengatur mengenai pengelolaan perikanan tangkap di
perbatasan kecuali Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan no 6 tahun 2008 tentang Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela Di Perairan Kalimantan
Timur Bagian Utara. Namun demikian aturan ini pun belum sepenuhnya memberikan jaminan pengelolaan perikanan tangkap yang baik yang memberikan
peluang pencapaian tujuan pengelolaan yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan, pendapatan daerah dan kelestarian sumberdaya ikan.
Kebijakan pemberlakuan ini pada satu sisi merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan-permasalahan IUU fishing yang dilakukan oleh nelayan-
nelayan asing dari Malaysia dimana sebagian besar menggunakan alat tangkap trawl. Daerah penangkapan nelayan Malaysia ini relatif berdekatan dengan
perairan Indonesia yang seringkali mereka memasuki perairan Indonesia secara illegal. Akibatnya sumberdaya ikan yang ada di perairan Indonesia sebagian
besar ditangkap oleh mereka dengan alat tangkap yang lebih produktif seperti trawl. Sementara nelayan-nelayan Indonesia, karena terhalang oleh aturan
pelarangan penggunaan trawl Kepres no 39 tahun 1980 mengenai Pelarangan Trawl, hanya menggunakan alat tangkap yang relatif sederhana dengan tingkat
produktivitas penangkapan yang lebih rendah. Oleh karena itu, kebijakan yang mengizinkan pengoperasian pukat hela pada dasarnya trawl merupakan alternatif
solusinya. Namun demikian ternyata ada faktor sosial ekonomi masyarakat relatif
tidak menjadi bahan pertimbangan dalam pemberlakuan aturan ini dimana terdapat keterikatan nelayan Nunukan kepada para pemilik modal dari luar
Malaysia sebagaimana telah dijelaskan bab sebelumnya. Sebagian besar nelayan Nunukan mendapatkan modal dari para pemilik modal Malaysia melalui
perantaraan para pedagang pengumpulnya. Semua ketentuan dan harga ditetapkan oleh para pemilik modal ini. Nelayan Nunukan lebih berperan sebagai
buruh saja. Akibatnya kebijakan yang membolehkan penggunaan pukat hela di perairan ini tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan
pendapatan nelayan setempat karena adanya keterikatan permodalan dan pemasaran kepada para pemilik modal dari Malaysia tersebut.
7.2 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan
Strategi pengembangan kelembagaan diarahkan supaya pengelolaan tersebut berjalan efektif sesuai dengan tujuan-tujuan kelembagan yang ditetapkan.
Peningkatan dan pengembangan kapasitas kelembagaan diyakini akan memperlancar jalannya berbagai fungsi kelembagaan, baik fungsi-fungsi di
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, hukum maupun di bidang lingkungan hidup. Berjalannya fungsi-fungsi kelembagaan dalam bidang-
bidang tersebut secara optimal dipahami akan mampu mengentaskan lembaga- lembaga yang ada dari krisis multidimensi Purwaka, 2006 dalam Lopulalan,
2009. Dalam konteks kelembagaan, peran pemerintah relatif dominan yang mencakup i penetapan tujuan pengelolaan, ii mendefinisikan dan menyediaan
pengetahuan untuk pengelolaan dan iii mendorong implementasi kebijakan Nielson et al, 2004.
Strategi pengembangan kelembagaan pengelola perikanan di wilayah perbatasan dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu penetapan fungsi dan
manfaat perikanan tangkap, tujuan pengelolaan, prasyarat pengelolaan dan hukum dan kelembagaan yang diperlukan.
1 Fungsi dan manfaat perikanan tangkap di wilayah perbatasan
Pada dasarnya perikanan tangkap sebagai salah satu sektor yang cukup dominan dan strategis di wilayah perbatasan Nunukan mempunyai fungsi yang
sangat strategis yaitu penyangga bagi ketahanan ekonomi dan sosial masyarakat wilayah perbatasan. Penyangga bagi ketahanan ekonomi disebabkan karena
perikanan tangkap dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat. Aktifitas perikanan tangkap dapat membangkitkan aktifitas perekonomian lainnya yang
terkait dengan aktifitas penangkapan ikan baik itu pra penangkapan ikan penyediaan kapal penangkapan, alat tangkap, dan bahan perbekalan melaut dan
pasca penangkapan seperti pengolahan, distribusi dan pemasaran produk hasil tangkapan. Oleh karena itu, dengan banyaknya aktifitas yang menjadi turunan
dari aktifitas penangkapan ikan, maka penangkapan ikan dapat memberikan dampak pengganda bagi perekonomian masyarakat Kabupaten Nunukan.
Disamping itu, perikanan tangkap juga dapat menjadi sumber pendapatan negara dari berbagai jasa yang dihasilkan.
Sebagaima penyangga ketahanan sosial, adanya aktifitas perikanan tangkap akan menjadi wadah bagi penyatuan kelompok-kelompok sosial yang ada
di wilayah perbatasan Nunukan sekaligus meredam konflik horizontal yang terjadi
diantara kelompok masyarakat Nunukan maupun antara kelompok masyarakat Nunukan dengan kelompok masyarakat Tawau Malaysia. Sebagaimana
dijelaskan pada bab sebelumnya, sebagian besar nelayan baik di Nunukan maupun Tawau berasal dari suku bangsa yang sama yaitu Bugis Sulawesi Selatan.
Karakteristik sosial mereka relatif sama sehingga memudahkan dalam berkomunikasi dan menyelasaikan konflik sosial yang mungkin timbul.
2 Tujuan pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan
Pada dasarnya prinsip dasar tujuan pengelolaan perikanan tangkap adalah tercapainya pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap yang bertanggung jawab
dan berkelanjutan. Prinsip perikanan tangkap yang bertanggung jawab mengacu pada Tata Laksana Perikanan yang Bertanggung Jawab Code of Conduct for
Responsible Fisheries yang dikeluarkan oleh PBB dan telah diratifikasi Pemerintah RI. Prinsip dari CCRF ini yang kiranya relevan dengan pengelolaan
perikanan di wilayah perbatasan diantaranya adalah adanya upaya kehati-hatian precautionary
approach dalam
pemanfaatan sumberdaya
perikanan, mengembangkan kerjasama pengelolaan, tukar menukar informasi antar instansi
dan negara, memperhatikan kelestarian lingkungan, penanganan over fishing, pengaturan sistem perizinan penangkapan dan membangun sistem Monitoring,
Controlling dan Surveillance MCS, integrasi perikanan ke dalam pengelolaan wilayah pesisir. Disamping itu, tujuan pengelolaan juga mengacu pada prinsip
keberlanjutan sustainability dimana prinsip ini mengandung tiga pilar utama yaitu tujuan ekonomi pertumbuhan yang berkelanjutan, sosial pengentasan
kemiskinan dan pemerataan dan ekologi pengeloaan sumberdaya ikan Tujuan pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan pada
dasarnya dapat mengacu pada tujuan pengelolaan perikanan pada UU no 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa tujuan
pengelolaan perikanan adalah : 1. Meningkatkan taraf hidup nelayan dan pembudidaya ikan kecil
2. Meningkatkan penerimaan dan devisa negara 3. Mendorong perluasan dan kesempatan kerja
4. Meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan 5. Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan
6. Meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing 7. Meningkatkan bahan baku untuk industri pengolahan ikan
8. Mencapai pemanfaatan sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan lingkungan sumberdaya ikan secara optimal
9. Menjamin kelestarian sumberdaya ikan, lahan pembudidaya ikan dan tata ruang
Review terhadap
tujuan-tujuan pengelolaan
perikanan tersebut
menghasilkan bahwa orientasi pengelolaan perikanan lebih dominan untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi sebagaimana disajikan pada Tabel 31. Tujuan
sosial dan ekologi masih belum banyak dielaborasi dengan baik.
Tabel 31 Pengelompokkan tujuan pengelolaan perikanan
Item Tujuan pengelolaan
Ekonomi Sosial
Ekologi 1.
Meningkatkan taraf hidup nelayan dan pembudidaya ikan kecil
√ 2.
Meningkatkan penerimaan dan devisa negara √
3. Mendorong perluasan dan kesempatan kerja
√ 4.
Meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan
√ 5.
Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan √
6. Meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya
saing √
7. Meningkatkan bahan baku untuk industri pengolahan ikan
√ 8.
Mencapai pemanfaatan
sumberdaya ikan,
lahan pembudidayaan ikan, dan lingkungan sumberdaya ikan
secara optimal √
9. Menjamin
kelestarian sumberdaya
ikan, lahan
pembudidaya ikan dan tata ruang √
Berdasarkan karakteristik pemanfaatan sumberdaya perikanan di wilayah perbatasan dimana aspek IUU fishing dan perdagangan hasil tangkapan ke luar
negeri, maka tujuan pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan ditekankan pula pada kedua aspek tersebut yaitu :
- Meningkatkan pendapatan nelayan dan negara melalui penyempurnaan sistem
perdagangan hasil tangkapan ke luar negeri -
Menjaga kelestarian sumberdaya ikan di wilayah perairan perbatasan melalui penanganan praktek IUU Fishing
- Meningkatkan kerjasama antara Indonesia dan Malaysia dalam pemanfaatan
sumberdaya perikanan.
3 Prasyarat pengelolaan
Pengelolaan perikanan tangkap di perbatasan merupakan suatu sistem dan proses dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan. Keberhasilan pencapaian
tujuan akan sangat ditentukan oleh terpenuhinya berbagai prasyarat pengelolaan. Prasyarat tersebut meliputi :
- Adanya landasan hukumperaturan yang menjadi pijakan bagi berbagai
aktifitas pemanfaatan. -
Sumberdaya manusia human capital yang mampu menjalankan pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan
- Sarana dan prasarana Man made capital yang memadai untuk bisa
berjalannya pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan.
4 Hukum dan Kelembagaan yang diperlukan
Berdasarkan pada tujuan yang hendak dicapai maka diperlukan peraturan- peraturan yang mengatur mengenai upaya-upaya pencapaian tujuan pengelolaan
perikanan tangkap di wilayah perbatasan.
Tabel 32 Tujuan yang ingin dicapai dan aturan tambahan
Tujuan yang ingin dicapai Aspek yang perlu ditambahkan
Meningkatkan pendapatan nelayan dan negara melalui penyempurnaan sistem
perdagangan hasil tangkapan ke luar negeri
Pengaturan khusus
mengenai sistem
perdagangan komoditas
perikanan di
wilayah perbatasan Menjaga kelestarian sumberdaya ikan di
wilayah perairan perbatasan melalui penanganan praktek IUU Fishing
Sistem koordinasi antar instansi yang lebih efektif dalam menangani praktek IUU
Fishing Meningkatkan
kerjasama antara
Indonesia dan
Malaysia dalam
pengelolaan sumberdaya
perikanan tangkap
Pengaturan sistem kerjasama pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di perairan
perbatasan
Tabel 33 Kegiatan dan fungsi kelembagaan
Fungsi Kegiatan
Per izin
an Per
en ca
n aa
n
Im p
lem en
tasi
Mo n
ito rin
g d
an E
v alu
asi
Pen g
awa san
d an
Pen g
en d
alian
Penyediaan infrastruktur
wilayah Diskimpraswil Diskimpraswil Diskimpraswil Diskimpraswil Diskimpraswil
Penyediaan infrastruktur
pelabuhan perikanan
KKP, Dinas
Kelautan dan Perikanan
KKP, Dinas
Kelautan dan Perikanan
KKP, Dinas
Kelautan dan Perikanan
KKP, Dinas
Kelautan dan Perikanan
KKP, Dinas
Kelautan dan Perikanan
Peningkatan kapasitas SDM
dan kelembagaan
Dinas Kelautan dan
Perikanan Dinas
Kelautan dan Perikanan
Dinas Kelautan dan
Perikanan Dinas
Kelautan dan Perikanan
Dinas Kelautan dan
Perikanan
Peningkatan produksi
Dinas Kelautan dan
Perikanan Dinas
Kelautan dan Perikanan
Dinas Kelautan dan
Perikanan Dinas
Kelautan dan Perikanan
Dinas Kelautan dan
Perikanan Peningkatan
nilai tambah produk
Perindustrian Perindustrian,
KKP Perindustrian,
KKP Perindustrian,
KKP Perindustrian,
KKP Penanganan
illegal fishing Dinas
Perikanan dan Kelautan
Dinas Perikanan dan
kelautan Dinas
Perikanan dan Kelautan, TNI
AL, Kepolisian
Dinas Perikanan dan
Kelautan, TNI AL,
Kepolisian Dinas
Perikanan dan Kelautan, TNI
AL, Kepolisian
Pengembangan pemasaran
Dinas Perdagangan
dan industri Dinas
Perdangan dan Industri
Dinas Perdangan
dan Industri Kerjasama luar
Indonesia Malaysia
Departemen Luar Negeri
8 PENGEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI PERBATASAN
8.1 Struktur Perekonomian Wilayah 8.1.1 Kondisi perekonomian wilayah
Perekonomian Kab. Nunukan ,sejak tahun 2005 sampai 2009, terus mengalami peningkatan. PDRB Kab. Nunukan pada tahun 2005 hanya 1.186,37
juta menjadi 1.344,44 juta pada tahun 2009 atau mengalami peningkatan yang sangat signifikan mencapai 13 dan rata-rata pertumbuhan 3,18 per tahun.
Data perkembangan PDRB selengkapnya disajikan pada Gambar 19.
Gambar 19 Perkembangan PDRB atas dasar harga konstan Kab. Nunukan
tahun 2005-2009
Struktur ekonomi Kab. Nunukan didominasi dua sektor besar yaitu sektor pertambangan dan galian 38 dan sektor pertanian 27 . Sedangkan sektor
lain masih di bawahnya, bahkan untuk sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan industri pengolahan, kontribusinya masih di bawah 1 dari total
PDRB yang ada sebagaimana disajikan pada Gambar 20.
2005 2006
2007 2008
2009 PDRB dengan Migas
1.186.372 1.201.771
1.247.029 1.297.939
1.344.448 PDRB Tanpa Migas
789.521 847.100
992.103 1.135.271
1.194.398 200.000
400.000 600.000
800.000 1.000.000
1.200.000 1.400.000
1.600.000
B e
sar an
PD R
B
Gambar 20 Komposisi PDRB Kab. Nunukan atas dasar harga konstan per
sektor tahun 2009
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa perekonomian Kabupaten masih bertumpu pada sektor-sektor primer yang berbasiskan pemanfaatan sumberdaya
alam. Namun demikian seperti yang ditunjukkan Tabel 34, kontribusi kedua sektor tersebut mengalami penurunan dari tahun ke tahunnya. Sektor pertanian
pada tahun 2003 memberikan kontribusi 36,87 menjadi 28,96 pada tahun 2007 dan 26,92 pada tahun 2009. Demikian pula halnya sektor pertambangan
dimana pada tahun 2003 berkontribusi 40,55 menjadi 38,55 pada tahun 2009.
Tabel 34 Distribusi PDRB atas dasar harga konstan menurut lapangan
usaha tahun 2003 – 2009
Lapangan usaha 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
1. Pertanian 36,87
33,8 30,99
29,93 28,96
27,71 26,92
2. Pertambangan dan penggalian
40,55 43,47
46,16 42,95
40,62 39,57
38,55 3. Industri
pengolahan 0,04
0,04 0,04
0,04 0,14
0,21 0,26
4. Listrik, gas dan air minum
0,56 0,61
0,63 0,67
0,66 0,63
0,66 5. Bangunan
7,44 7,12
6,62 7,26
7,92 8,57
8,88 Pertanian
27
Pertambangan dan penggalian
38 Listrik, gas
dan air minum
1 Bangunan
9 Perdagangan, hot
el dan restoran 16
Pengangkutan dan komunikasi
3 Jasa-jasa
6
Lanjutan Tabel 34
Lapangan usaha 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
6. Perdagangan, hotel dan restoran
8,12 8,79
9,57 12,15
13,94 15,00
15,77 7. Pengangkutan dan
komunikasi 2,18
2,13 2,10
2,27 2,39
2,53 2,73
8. Keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan 0,16
0,16 0,15
0,17 0,19
0,20 0,22
9. Jasa-jasa 4,08
3,88 3,76
4,57 5,18
5,57 6,01
Produk domestik regional bruto
100 100
100,00 100,00
100,00 100,00
100,00
Sumber : BPS Kabupaten Nunukan, 2010
Sektor sektor di luar pertanian dan pertambangan relatif mengalami peningkatan meski dengan besaran yang berbeda. Sektor perdagangan, hotel dan
restoran merupakan sektor dengan peningkatan kontribusi yang relatif besar.
Tabel 35 PDRB perkapita Kab. Nunukan 2005-2009
Item 2005
2006 2007
2008 2009
· PDRB juta rupiah
2.086.266 2.194.536
2.570.817 3.122.335
3.121.117 · Jumlah penduduk
pertengahan tahun jiwa
109.464 116.553
125.585 129.011
132.543 · PDRB per kapita
rupiah 19.058.921
18.828.652 20.470.732
24.202.082 23.547.957
Sumber : BPS Kabupaten Nunukan, 2010
Seiring dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah dimana tingkat pertumbuhannya tidak diimbangi dengan pertumbuhan PDRB, maka PDRB per
kapita relatif mengalami penurunan terutama sejak tahun 2005. Pada tahun 2005, dengan jumlah penduduk mencapai 109.464 jiwa dan PDRB mencapai 1,18
milyar rupiah, maka PDRB per kapita mencapai 10,8 juta rupiah. Pertumbuhan PDRB per kapita disajikan pada Gambar 21.