Konflik pengelolaan sumberdaya perikanan dan penyelesaiannya

sesuai dengan tata nilai atau norma tertentu yang berlaku di masyarakat karena sebab natural, cultural atau struktural Nugroho dan Dahuri, 2004. Sesuai dengan definisi tersebut, maka indikator dan kriteria kemiskinan dapat dilihat dari dua pendekatan yaitu absolut dan relatif. Usuran kemiskinan absolut adalah pendekatan yang memandang kemiskinan dalam suatu usuran yang bersifat mutlak yang bermuara atau berwujud sebagai garis, titik atau batas kemiskinan. Sedangkan usuran relatif adalah pendekatan yang memandang kemiskinan dalam suatu ukuran yang mempengaruhi ukuran- ukuran lainnya yang berhubungan dengan proporsi dan distribusi. 5 Keseimbangan wilayah regional balance. Indikator ini cukup penting mengingat bahwa suatu wilayah tidak dapat dikatakan berkembang apabila wilayah-wilayah lain juga tidak berkembang. Oleh karena itu perlu adanya keseimbangan pembangunan wilayah baik keseimbangan spatial antar wilayah, keseimbangan antar sektor sektoral balance maupun keseimbangan kapitalmodal capital balance.

2.2.2 Interaksi antar wilayah

Perkembangan suatu wilayah tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor yang dimiliki oleh wilayah tersebut saja, namun juga erat kaitannya dengan interaksi wilayah tersebut dengan wilayah-wilayah di sekitarnya. Interaksi tersebut dapat berupa aliran komoditas, migrasi penduduk, mobilitas modal dan aliran gagasan dan inovasi. Teori Heckser Ohlin sebagaimana dijelaskan oleh Nugroho dan Dahuri 2004 menjelaskan mengenai aliran komoditas. Teori ini mengatakan bahwa aliran komoditas disebabkan adanya perbedaan rasio harga relative price antara dua negara yang memproduksi dua komoditas yang sama. Ilustrasi dari Gambar 4 bahwa pada awalnya tingkat konsumsi di negara sendiri berada pada titik E dengan garis anggaran AB yang lerengnya mencerminkan rasio harga pangan terhadap sandang. Negara tersebut menghasilkan pakaian yang lebih banyak daripada kebutuhan pangan. Jika negara tersebut mau berdagang dengan negara lain yaitu dengan mengekspor kelebihan sandangnya sejumlah GE dan mengimpor pangan sejumlah FG, maka tingkat konsumsinya akan bergeser dari E ke F. Pada kondisi ini, garis anggaran dan tingkat kepuasannya indifferent curve berubah menjadi CD dan y 1 menunjukkan bahwa ada kenaikan pendapatan riil di negara tersebut. Gambar 4 Segitiga perdagangan yang dinikmati negara sendiri kiri dan negera lain kanan Caves and Jones, 1981 dalam Nugroho dan Dahuri, 2004 Mekanisme yang sama juga terjadi di negara lain. Hanya saja kasusnya terbalik, yaitu negara lain yang mengalami kelebihan produk pangan, Namur kekurangan produk sandang. Negara tersebut kemudian mengekspor pangan dan mengimpor sandang masing-masing sejumlah UV dan VT yang diikuti oleh pergeseran garis anggaran PQ menjadi RS dan indifferent curve x o menjadi x 1 sekaligus mencerminkan kenaikan pendapatan riil. Asumsi yang mendasari model Heckscher-Ohlin ini adalah 1 model mengabaikan biaya transportasi, 2 penerapan proteksi untuk melindungi industri lokal akan mengganggu aliran komoditas dan 3 model kurang akurat untuk menjelaskan fenomena jangka pendek karena untuk mencapai keseimbangan mustahil mentransformasi modal dan faktor produksi lainnya dalam waktu yang relatif cepat. Migrasi penduduk Faktor-faktor yang mendasari terjadinya migrasi penduduk adalah 1 faktor sosial termasuk keinginan para imigran untuk melepaskan diri dari kendala- kendala tradisional yang terkandung dalam organisasi-organisasi sosial yang Pan g an Sandang F y E G B D A C y 1 T Pan g an Sandang U x 1 V S Q M R P x sebelumnya mengungkung mereka, 2 faktor-faktor fisik termasuk pengaruh iklim dan bencana meteorologis seperti banjir dan kekeringan, 3 faktor-faktor demografi termasuk penurunan tingkat kematian yang kemudian mempercepat laju pertumbuhan penduduk, 4 faktor-faktor kultural termasuk pembinaan kelestarian hubungan ―keluarga besar‖ sesampainya di kota dan daya tarik ―lampu kota yang terang benderang‖ dan 5 faktor-faktor komunikasi termasuk kualitas segenap sarana transportasi, sistem pendidikan yang cenderung berorientasi ke kehidupan khas kota dan dampak-dampak modernisasi yang ditimbulkan oleh aneka perangkat hiburan. Aliran gagasan dan inovasi Gagasan dan inovasi merupakan salah satu sumber pertumbuhan wilayah. Aliran gagasan dan innovasi tidak memerlukan biaya dalam proses transfernya Nugroho dan Dahuri, 2004. Lebih lanjut ditekankan bahwa proses penyebaran inovasi dapat dibagi kedalam tiga cara yaitu 1 inovasi menyebar dalam pola radial ke wilayah yang berdekatan. 2 inovasi menyebar secara lateral ke kota- kota yang memiliki tingkat hirarki yang relatif sama dan 3 inovasi menyebar melalui hirarki perkotaan internal internal urban hierarchy.

2.2.3 Tantangan dan kendala pembangunan wilayah perbatasan

Kepentingan percepatan pembangunan wilayah perbatasan ditujukan untuk melindungi segenap penduduk dan kedaulatan seluruh wilayah negara, mengamankan pembangunan wilayah dan memelihara kerjasama dengan negara tetangga guna mewujudkan prinsip hidup berdampingan secara damai, aman, dan sejahtera. Kebutuhan dan kepentingan percepatan pembangunan daerah perbatasan menghadapi tantangan antara lain yang mencakup delapan aspek sebagai berikut DJPR 2002 : 1 Aspek geografis, yang meliputi kebutuhan jalan penghubung, landasan pacu airstrip, dan sarana komunikasi serta sarana perhubungan lainnya yang memadai untuk keperluan pembangunan daerah perbatasan antar negara; 2 Aspek demografis, yang meliputi pengisian dan pemerataan penduduk untuk keperluan Sistem Pertahanan Kemanan Rakyat Semesta Sishankamrata termasuk kekuatan cadangannya melalui kegiatan transmigrasi dan permukiman kembali resettlement penduduk setempat; 3 Aspek sumber daya alam, yang meliputi survei dan pemetaan sumber daya alam guna menunjang pembangunan dan sebagai obyek yang perlu dilindungi pelestarian dan keamanannya; 4 Aspek politik, yang meliputi pemahaman sistem politik nasional, terselenggaranya aparat pemerintahan yang berkualitas sebagai mitra aparat hankam dalam pembinaan teritorial setempat; 5 Aspek ekonomi, yang meliputi pembangunan kesatuan wilayah ekonomi yang dapat sinkron dengan kegiatan ekonomi wilayah sekitarnya; 6 Aspek sosial budaya, yang meliputi peningkatan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan yang memadai untuk mengurangi kerawanan di bidang keamanan, serta nilai sosial budaya setempat yang tangguh terhadap penetrasi budaya asing; 7 Aspek hankam, yang meliputi pembangunan pos-pos perbatasan, pembentukan sabuk pengamanan security belt, dan pembentukan kekuatan pembinaan teritorial yang memadai. Beberapa kendala dan hambatan yang dihadapi dalam upaya pembangunan daerah perbatasan antar negara ini antara lain: 1 Sumber daya manusia, yang ditunjukkan antara lain oleh rendahnya jumlah dan kualitas kesejahteraan penduduk dengan penyebaran yang tidak merata dibandingkan dengan luas wilayah dan garis perbatasan yang panjang, yang berimplikasi pada kegiatan pelintas batas yang ilegal; selain itu banyaknya TKI yang bekerja di negara tetangga sebagai pekerja kasar seperti buruh perkebunan, bangunan, dan pembantu rumah tangga, juga turut menurunkan harkat bangsa; 2 Sumber daya buatan prasarana, yang tingkat pelayanannya masih sangat terbatas, seperti sistem perhubungan dan telekomunikasi, pelayanan listrik dan air bersih, serta fasilitas lainnya seperti kesehatan, pendidikan, dan pasar, sehingga penduduk daerah perbatasan masih cenderung untuk berorientasi kepada negara tetangga yang tingkat aksesibilitas fisik dan informasinya relatif lebih tinggi; 3 Penataan ruang dan pemanfaatan sumber daya alam, yang ditunjukkan antara lain oleh terjadinya konflik ataupun tumpang tindih pemanfaatan ruang lahan baik antara kawasan budidaya dengan kawasan lindung, maupun antar kawasan budidaya seperti antara kegiatan pertambangan dan kehutanan yang berkaitan dengan ekonomi daerah dan masyarakat. 4 Penegasan status daerah perbatasan, yang berupa penetapan wilayah kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, persetujuan lintas batas kedua negara terutama berkaitan dengan larangan untuk mengelola dan mengembangkan kawasan penyangga sepanjang garis perbatasan; 5 Keterbatasan sumber pendanaan, dimana pembangunan daerah perbatasan kurang diberikan prioritas dibandingkan dengan daerah lainnya, sehingga semakin memperlebar tingkat kesenjangan antardaerah; 6 Terbatasnya kelembagaan dan aparat yang ditugaskan di daerah perbatasan, dengan fasilitas yang kurang mencukupi, sehingga fungsi pelayanan kepada masyarakat setempat relatif kurang memadai. DKP, 2004 dalam Apdilah 2006 mengatakan bahwa beberapa permasalahan yang dihadapi wilayah-wilayah perbatasan adalah 1 belum adanya kepastian garis batas laut dengan negara tetangga, 2 kondisi masyarakat di wilayah terluar masih terisolir dan termarjinalkan sehingga dapat dimanfaatkan oleh pihak lain yang mempunyai kepentingan, 3 maraknya pelanggaran hukum yang terjadi di wilayah perbatasan seperti penyelundupan, pencurian ikan, traficking, perompakan, 4 terbatasnya sarana dan prasarana untuk melakukan pembinaan, pengawasan dan pengelolaan, khususnya terhadap pulau-pulau yang terpencil sulit dijangkau dan tidak berpenghuni, 5 kondisi pulau di perbatasan umumnya merupakan pulau-pulau kecil yang sangat rentan terhadap kerusakan baik oleh alam maupun manusia, 6 belum sinkronnya pengelolaan perbatasan baik yang mencakup program, maupun kejelasan kewenangan, 7 belum adanya peraturan perundang-undangan yang jelas dan menyeluruh dalam pengelolaan pulau-pulau terluar, 8 kurangnya sosialisasi tentang keberadaan dan pentingnya pulau-pulau terluar.