Jumlah sapi betina produktif yang dipotong setiap tahun di Bali.

Laporan Akhir KKP3SL-2015 44 menunjukan bahwa Kabupaten Badung dan Kota Denpasar sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Bali, memiliki peluang pasar daging sapi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, merupakan daerah tujuan wisata utama di Bali, di mana terdapat berbagai fasilitas pariwisata seperti hotel dan restaurant yang membutuhkan daging termasuk daging sapi yang jauh lebih banyak dibandingkan kabupaten lainnya. Jumlah hotel berbintang di Bali tahun 2014 sebanyak 249 buah, dan 164 buah 65,86 di antaranya terdapat di Kabupaten Badung dengan jumlah kamar mencapai 23.172 unit kamar 80,43 dari total kamar hotel berbintang di Bali yang berjumlah 28.811 unit kamar. Selain itu di Kabupaten Badung, juga terdapat hotel non bintang dengan jumlah kamar pada tahun 2013 mencapai 9.797 unit kamar 37,66 dari total kamar hotel non bintang di Bali yang mencapai 26.013 unit. Sedangkan jumlah hotel berbintang tahun 2014 di Kota Denpasar mencapai 33 buah 13,35 dengan 3.480 unit kamar 12,08 dari seluruh kamar hotel berbintang. Seperti halnya Kabupaten Badung, di Kota Denpasar juga terdapat hotel non bintang dengan jumlah kamar pata tahun 2013 mencapai 5.511 unit kamar 21,19 dari seluruh kamar hotel non bintang di Bali BPS Bali, 2014. Table 4.11. Penyebaran Jaga di Bali No Kabupaten Jumlah Jagal Orang 1 Karangasem 3 5,08 2 Denpasar 13 22,03 3 Klungkung 2 3,39 4 Badung 17 28,81 5 Bangli 2 3,39 6 Buleleng 9 15,25 7 Jembrana 6 10,17 8 Gianyar 3 5,08 9 Tabanan 4 6,78 Bali 59 100,00

4.7. Jumlah sapi betina produktif yang dipotong setiap tahun di Bali.

Jumlah sapi yang dipotong dalam dua tahun terakhir turun cukup drastis 2013- 2014. Pada tahun 2012, jumlah sapi yang dipotong di Bali sebanyak 51.643 ekor, turun menjadi 44.939 ekor tahu 2013 dan menjadi 28.471ekor tahun 2014 Gambar 4.2. Diperkirakan jumlah sapi yang dipotong di Bali dalam lima tahun berikutnya, Laporan Akhir KKP3SL-2015 45 akan cenderung tetap, dengan mengkikuti model Regresi linier sederhana: Y = 43.772 + 47,7X. Namun model tersebut memiliki koefisien determinasi R 2 yang sangat rendah yaitu 0,0001. Dengan demikian model tersebut belum cukup kuat untuk menjelaskan kecederungan jumlah sapi yang akan di potong di Bali dalam lima tahun mendatang. Hal tersbut akan terjadi apabila tidak ada upaya-upaya strategis yang dilakukan oleh institusi yang berwenang, khususnya Dinas Peternakan Tingkat Provinsi Bal hingga ke tingkat kabupatenkota. Gambar 4.2. Tingkat pemotongan sapi di Bali periode 2010-2014 dan peluang terjadinya pemotongan dalam lima tahun berikutnya Berkurangnya jumlah sapi yang dipotong di Bali sejalan dengan berkurangnya populasi sapi bali di Bali. Pada tahun 2012 populasi sapi di Bali sebanyak 651.216 ekor, berkurang menjadi 478.146 ekor Gambar 4.3. Penurunan populasi sapi tersebut sangat significant mencapai 36,2 BPS Prov. Bali, 2014. Dalam empat tahun berikutnya 2014-2017 populasi sapi di Bali akan cenderung terus menurun mengikuti model regresi linier sederhana Y = 763.458 – 60.321X, dengan R 2 = 0,7203. Model tersebut nampak cukup kuat untuk menjelaskan kecederunagn penurunan populasi sapi di Bali dalam 4 tahun berikutnya. Oleh karena itu sebaiknya Dinas Peternakan Provinsi Bali, segera mengambil langkah-langkah strategis, untuk mengantisipasinya, seperti: 1 melakukan pengawasan yang ketat tentang peluang adanya pengeluaran sapi secar illegal menyelundup; 2 menciptakan daya Tarik bagi generasi muda untuk 36,878 47,647 51,643 44,938 38,471 Y = 47,7x + 43772 R² = 0,0001 Th. 2010 Th. 2011 Th. 2012 Th. 2013 Th. 2014 Ju m la h s a p i y a n g d ip o to n g e k o r Laporan Akhir KKP3SL-2015 46 menekuni sector pertanian termasuk sub sector peternakan, khususnya dalam pengembangan ternak sapi Bali; 3 mencegah adanya pemotongan sapi betina produktif; 4 mempertegas kembali tentang antar-pulau sapi, khususnya yang dikirim ke Jakarta. Hasil penelitian melalui Focus Group Discussion FGD dengan petugas Dinas Peternakan Kabupaten kota, para jagal dan peternak sapi, mendapatkan bahwa penurunan populasi sapi di Bali, disebabkan oleh berbagai factor, antara lain: 1 adanya indikasi penyelundupan sapi dara umur sekitar satu tahun dengan tinggi gumba antara 105-110 cm; 2 semakin terbatasnya lahan untuk memelihara sapi dan penyediaan hijauan pakan ternak; 3 peternak sebagian besar lanjut usia, bahkan ada yang mencapai umur lebih dari 80 tahun, di lain pihak generasi muda kurang atau bahkan tidak tertarik untuk menekuni sector pertanian, termasuk sub sector peternakan; 4 adanya pemotongan sapi betina produktif, yang kurang terkendali; 5 pengiriman sapi secara resmi ke luar Bali, yang terindikasi melanggar perturan, seperti sapi yang memiliki bobot badan kurang dari 375 kg per ekor. Bahkan saat lebaran haji, sapi yang di antar pulaukan cenderung memiliki bobot badan pada kisaran 200 kg per ekor berat hidup. Gambar 4.3. Populasi sapi di Bali periode 2010-2013 dan kecederungannya dalam empat tahun berikutnya Laporan Akhir KKP3SL-2015 47 Relatif sulit mendapatkan data tentang jumlah sapi betina produktif yang dipotong oleh “jagal”. Seorangpun tidak ada yang mau memberikan data melalui Laporan Form Isian yang telah disediakan. Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan inspeksi mendadak sidak saat pemotongan dilakukan. Akan tetapi hal tersebut tidak bisa dilakukan setiap hari. Hasil penelitian menunjukan bahwa setidaknya terindikasi terjadi pemotongan sapi betina produktif yang sangat tinggi di Bali. Di salah satu RPH di Kabupaten Badung, saat inspeksi dilakukan ditemukan RPH tesebut akan memotong 8 ekor sapi, dan 7 ekor 87,5 di antaranya adalah sapi betina dan hanya 1 ekor 12,5 sapi jantan. Dari 7 ekor sapi betina tersebut sebanyak 5 ekor 71,4 adalah betina produktif bahkan seekor 14,29 di antaranya adalah sapi betina yang sedang bunting. Kunjungan berikutnya di Kabupaten Badung khususnya di RPH Mambal, ditemukan bahwa sebagian besar sapi yang dipotong juga sapi betina, beberapa di antaranya juga sapi betina productive. Namun penanganan untuk menghindari pemotongan sapi betina produktif telah dilakukan dengan cukup baik oleh petugas RPH yang jumlahnya mencapai 6 orang. Setiap sapi yang akan dipotong selalu dilakukan pemeriksaan ante mortem. Jika ditemukan sapi betina productive maka petugas RPH merekomensikan untuk tidak dipotong ditolak dipotong. Walaupun dalam pelaksanaannya rekomendasi tersebut relative jarang dilakukan oleh jagal. Namun petugas RPH juga tidak bisa berbuat apa-apa. Jumlah sapi yang dipotong di RPH Mambal sejak bulan Maret hingga bulan September 2015, mencapai sebanyak 1.578 ekor. Dari jumlah tersebut sebanyak 1.267 ekor 80,29 adalah sapi betina dan hanya 311 ekor 19,71 sapi jantan. Dari 1.267 ekor sapi betina yang masuk RPH, berdasrkan Laporan petugas RPH terdapat sebanyak 193 ekor 15,23 sapi betina produktif yang ditolak untuk dipotong. Selanjutnya dari 193 ekor sapi betina productive yang ditolak untuk dipotong, ternyata terdapat 13 ekor di antaranya juga dipotong oleh jagal. Padahal berdasarkan pengamatan lapangan pasa saat dilakukan inspeksi, ditemukan enam ekor sapi betina telah masuk RPH dan 3 ekor dinataranya terindikasi sapi betina productive Gambar 4.4 Laporan Akhir KKP3SL-2015 48 Gambar 4.4. Sapi betina productive yang akan dipotong di RPH Mambal, Badung Selanjutnya kunjungan yang dilakukan di kabupaten Karangasem, juga mendapatkan data yang hampir sama. Dari 12 ekor sapi yang akan dipotong dalam beberapa hari berikutnya ditemukan 11 ekor 91,67 adalah sapi betina dan 8 ekor 72,73 di antaranya adalah sapi betina productive Gambar 4.5. Kondisi yang tidak jauh berbeda terjadi di Kabupaten Klungkung, dari 3 ekor sapi yang dipotong, seluruhnya 100 adalah betina dan dua ekor 66,67 diantaranya adalah betina productive. Kunjungan di Kabupaten Gianyar juga mendapatkan informasi yang sama persis dengan yang terjadi di Kabupaten Klungkung. Gambar 4.5. Sapi yang akan dipotong oleh seorang jaga di Kabupaten Karangasem Foto: Widianta, Oktober 2015 Selanjutnya kunjungan ke Kabupaten Buleleng juga mendapatkan kondisi yang tidak jauh berbeda. Dari 13 ekor sapi yang dipotong, seluruhnya adalah sapi Laporan Akhir KKP3SL-2015 49 betina dan sebanyak 9 ekor 69,23 di antaranya adalah sapi betina produktif. Demikian pula hanya untuk Kabupaten Jembrana, ditemukan bahwa dari 7 ekor sapi yang dipotong, terdapat 6 ekor 85,71 betina dan 4 ekor 66,67 di antaranya adalah sapi betina produktif. Di Kota Denpasar, juga ditemukan kondisi yang tidak jauh berbeda dengan kabupaten lainnya. Saat investigasi ditemukan bahwa dari 27 ekor sapi yang dipotong, seluruhnya adalah sapi betina dan terindikasi lebih dari 24 ekor 88,89 adalah betina productive dengan kondisi sapi yang realatif cukup baik Gambar 4.6. Kondisi yang sangat berbeda ditemukan di Kabupaten Tabanan. Saat investigasi dilakukan ke RPH Tabanan, sama sekali tidak ditemukan adanya sapi betina yang akan dipotong RPH Kabupaten Tabanan. Menurut petugas Dinas Peternakan Kabupaten Tabanan, bahwa jagal di Kabupaten Tabanan memang sama sekali tidak pernah memotong sapi betina. Hal tersebut terjadi berkat dilakukannya sosialisasi secara berkesinambungan oleh petugas Dinas Peternakan. Kondisi tersebut mngindikasikan bahwa dukungan dan perhatian yang baik dari pemerintah ternyata mampu menghindari adanya pemotongan sapi betina produktif di Kabupaten Tabanan. Gambar 4.6. Sapi betina, yang beberapa di antaranya terindikasi sapi betina produktif yang akan dipotong di RPH Pesanggaran Denpasar Foto: Widianta 2015 Hasil kunjungan atau investigasi di seluruh Kabupaten di Bali, tersebut sangat berbeda dengan laporan penanggungjawab RPH atau TPH. Sampai dengan bulan Agustus 2015 jumlah sapi yang dipotong di Bali 21.658 ekor yang terdiri dari 10.371 Laporan Akhir KKP3SL-2015 50 ekor 47,89 jantan dan 11.287 ekor 52,11 adalah sapi betina Tabel 4.12 dan Gambar 4.9. Namun sama sekali tidak ada laporan tentang sapi betina yang dipotong apakah produktif atau tidak. Akan tetapi inspeksi yang dilakukan di beberapa RPH menunjukan bahwa jumlah sapi betina produktif yang dipotong di Bali adalah cukup tinggi, yang mencapai lebih dari 80. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa ada indikasi terjadinya manipulasi data pemotongan ternak sapi betina produktif di RPH maupun di TPH. Tabel 4.12 Jumlah sapi yang dipotong di Bali periode Januari-Juli 2015 Data Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Bali, 2015 NO BULAN SAPI Ekor Sapi JTN BTN JML JTN BTN JML 1 JANUARI 1.452 1.224 2.676 54,26 45,74 100 2 PEBRUARI 1.268 1.229 2.497 50,78 49,22 100 3 MARET 1.358 1.422 2.780 48,85 51,15 100 4 APRIL 1.327 1.531 2.858 46,43 53,57 100 5 MEI 1.391 1.439 2.830 49,15 50,85 100 6 JUNI 1.415 1.531 2.946 48,03 51,97 100 7 JULI 1.339 1.576 2.915 45,93 54,07 100 8 AGUSTUS 821 1.335 2.156 38,08 61,92 100 9 SEPTEMBER 3.163 10 OKTOBER 2.924 11 NOPEMBER 12 DESEMBER JUMLAH 10.371 11.287 21.658 47,89 52,11 100 Keterangan: Belum ada data Data sampai dengan Agustus 2015 Hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan penanggung jawab RPH, bahwa hal tersebut terpaksa dilakukan, karena adanya rasa takut dari petugas RPH, terhadap Undang Undang yang mengatur tentang pemotongan sapi betina produktif. Pada pasal 66A menyebutkan bahwa setiap orang dilarang menganiaya dan atau menyalahgunakan Hewan yang mengakibatkan cacat danatau tidak produktif. Setiap Orang yang mengetahui adanya perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat I wajib melaporkan kepada pihak yang berwenang. Selanjutnya Pasal 95, dipertegas bahwa setiap orang yang mengetahui adanya perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Laporan Akhir KKP3SL-2015 51 66A ayat l dan tidak melaporkan kepada pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 66A ayat 2 dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 satu bulan dan paling lama 3 tiga bulan dan denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 satu juta rupiah dan paling banyak Rp.3.000.000,00 tiga juta rupiah Undang Undang No 41 tahun 2014.

4.8. Faktor-faktor penyebab terjadinya pemotongan sapi betina produktif di