Laporan Akhir KKP3SL-2015
64 melakukan pemotongan terhadap sapi betina produktif, antara lain: 1 kurang
tegasnya pemerintah untuk melaksanakan UU tentang penyelamatan sapi betina produktif; 2 kadar lemak sapi betina afkir telah melahirkan dan berumur labih dari
9 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan sapi dara maupun sapi jantan; 3 harga sapi jantan jauh lebih mahal dibandingkan sapi betina produktif maupun tidak produktif,
sedangkan harga daging sapi di pasaran sama, sehingga secara ekonomis pemotongan sapi betina produktif lebih menguntungkan; 4 jagal lebih mudah mendapatkan sapi
betina dibandingkan dengan sapi jantan, karena sapi jantan banyak yang dijual ke luar Bali, khususnya Jakarta. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kebijakan
pemerintah tentang penyelamatan sapi betina produktif cenderung belum efektif.
4.10. Rencana Tindak Lanjut
Rencana tindak lanjut hasil penelitian ini, antara lain: 1 melanjutkan koleksi data di tingkat saudagar sapi; 2 melakukan diseminasi tentang upaya penyelamatan
sapi betina produktif, kepada petani, jagal dan saudagar sapi serta kepada petugas pemerintah sebagai penanggungjawab RPH dan TPH; 3 sosialisasi tentang
pemotongan sapi untuk mendapatkan daging sapi yang sehat hygein, karena sebagian besar RPH di Bali, kurang memenuhi standard kesehatan; 4 melakukan penelitian
dan atau pengkajian tentang pengurangan kandungan lemak sapi betina afkir dan 5 mempublikasikan hasil penelitian melalui juournal ilmiah.
Laporan Akhir KKP3SL-2015
65
V. SIMPULAN dan SARAN
5.1. Simpulan
Penelitian tentang Upaya Mengatasi Pemotongan Sapi Betina Produktive
dalam Mendukung Swasembada Daging Sapi Berkelanjutan di Balil, menghasilkan beberapa kesimpulan antara lain:
1 Jumlah sapi betina produktif yang dipotong setiap tahun di Bali, mencapai lebih
dari 80 dari sapi betina yang dipotong di RPH dan TPH. Sedangkan jumlah sapi betina yang dipotong di Bali periode Januari-Agustus 2015 mencapai 11.287 ekor.
2 Faktor-faktor penyebab peternak menjual sapi betina produktif yang berpeluang
terjadinya pemotongan sapi betina produktif di Bali. a.
Faktor Peternak: i.
Faktor ekternal peternak meliputi: 1 petumbuhan sapi yang lambat; 2 adanya kesempatan harga sapi yang mahal; 3 dorongan pembeli
saudagar dan atau jagal; 4 kepercayaan terhadap sapi betina produktif dengan indicator tertentu, yang dipercaya kurang menguntungkan bagi
peternak dan keluarganya
local wisdom
, 5 sapi dianggap majir, karena tidak bunting setelah dikawinkan beberapa kali.
ii. Faktor internal peternak antara lain: 1
factor ekonomi
: a uang untuk anak sekolah b upacara agama; c membangun rumah; d membiayai
keluarga yang sakit; e bayar utang, f memelihara sapi betina lebih menguntungkan. 2
factor teknis
: a sulit mendapatkan tempat untuk beternak; b perternak sudah tua; c kesulitan pakan, d tenaga kerja sapi
tergantikan dengan traktor. 3
factor pengetahuan
: a rendahnya pengetahuan peternak tentang sapi betina produktif; b tidak mengetahui
adanya larangan pemotongan sapi betina produktif. iii.
Faktor jagal dan atau petugas: 1 Kurangnya komitmen dan ketegasan pemerintah dalam menerapkan Undang-Undang yang berlaku; b Sulit
mendapatkan sapi betina yang tidak produktif; c harga sapi jantan jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga sapi betina; d memotong sapi
betina khususnya sapi muda lebih menguntungkan dibandingkan dengan sapi betina afkir yang banyak lemak; e rendahnya pemahaman jagal dan
saudagar tentang kreteria sapi betina produktif.