Pelaku pemotongan sapi betina produktif di Bali.

Laporan Akhir KKP3SL-2015 42 Tabanan, diketahui bahwa tidak berfungsinya RPH Tabanan, disebabkan oleh biaya operasional RPH yang relative tinggi, sehingga tidak mampu ditanggung oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan. Di lain pihak biaya yang dibebankan kepada jagal untuk memotong sapi hanya sebesar Rp.12.500,- per ekor dan rata-rata pemotongan setiap hari berkisar antara 6-7 ekor. Sedangkan tidak berfungsinya RPH Temesi Gianyar disebabkan terbatasnya sapi yang dipotong di Kabupaten Gianyar yang hanya rata-rata 10 ekor per hari, sehingga RPH tersebut menjadi tidak efektif karena tidak sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh RPH tersebut, yang mampu memotong sapi setiap mencapai lebih dari 40 ekor per hari. Kondisi tersebut menyebabkan RPH Temesi hanya diopersionalkan saat hari raya Lebaran Haji yang hanya setahu sekali. Selanjutnya RPH Mambal Kabupaten Badung dan RPH Pesanggaran Kota Denpasar berfungsi cukup efektif. Bahkan untuk RPH Mambal, pemotongan sapi dilakukan sebanyak dua kali sehari yaitu pagi dan malam hari. Jumlah pemotongan sapi di Kabupaten Badung, mencapai 25-30 ekor per hari. Ppemotongan sapi di RPH Pesanggaran Denpasar rata-rata juga mencapai 25-30 ekor per hari, sehingga ke dua RPH tesebut dapat dinyatakan telah berfungsi dengan cukup optimal, sesuai denga kapasitas yang dimiliki.

4.6. Pelaku pemotongan sapi betina produktif di Bali.

Pelaku utama pemtongan sapi betina produktif adalah pedagang atau pengusaha daging sapi sebagai perencana dalam pemotongan sapi yang dalam hal ini disebut dengan ”jagal”. Umumnya pedagang yang disebut dengan “Jagal” adalah orang yang bertanggungjawab atas keputusan tentang sapi yang akan dipotong. Sedangkan tukang sembelih adalah mereka individu yang melakukan penyembelihan atas perintah “jagal”. Keputusan tentang boleh atau tidaknya seekor sapi betina dipotong adalah seorang dokter hewan Drh penanggungjawab RPH atau TPH. Mereka adalah petugas dari Dinas Peternakan Kabupaten atau Kota setempat, yang diberikan tugas khusus sebagai penanggungjawab RPH. Petugas tersebut bertanggung jawab penuh terhadap boleh-tidaknya seekor sapi betina dipotong. Dalam menjalankan tugasnya, seorang penaggungjawab RPH sering mengalami kesulitan, untuk memutuskan hal tersebut. Kesulitan tersebut sangat terkait dengan “keselamatan”. Penanggung jawab RPH sering mengalami ketakutan untuk tidak mengijinkan sapi-sapi betina yang telah Laporan Akhir KKP3SL-2015 43 masuk RPH atau TPH untuk dipotong. Demi keselamatan nyawa mereka maka dengan sangat terpaksa para penanggungjawab RPH harus memberikan ijin untuk memotong sapi betina produkif. Kondisi tersebut hampir terjadi diseluruh RPH di Bali, bahkan pemotongan sapi di TPH relative tidak terpantau oleh petugas dari Dinas Peternakan Kabupaten setempat. Kondisi tersebut menyebabkan biasnya data tentang jumlah pemotongan sapi setiap hari di TPH, sehingga relative sulit dipercaya. Petugas hanya menerima apa adanya tentang jumlah sapi yang dilaporkan dipotong di setiap TPH. Bahkan Kabupaten Badung yang memiliki TPH sebanyak 13 buah yang tersebar beberapa lokasi pedesaan, menyebabkan jumlah pemotongan sapi setiap hari sangat sulit terpantau. Kondisi yang hampir sama sesungguhnya juga terjadi hampir di seluruh RPH kabupaten, kecuali untuk kabupaten Badung, Tabanan, Buleleng, dan Kota Denpasar, pemantauan oleh petugas relative berjalan dengan cukup baik. Sedangkan untuk kabupten Karangasem, Klungkung, Gianyar, Jembrana dan Bangli petugas penanggung jawab RPH, lebih banyak hanya menerima informasi atau laporan tentang jumlah sapi yang dipotong setiap hari dari jagal atau waker penunggu RPH. Selanjutnya data tersebut dikirim melalui “SMS Gate” oleh petugas RPH kepada atasnya di Dinas Peternakan Kabupaten, yang dalam hal ini umumnya adalah Kepala Bidang Kesehatan Hewan. Kondisi tersebut menyebabkan data atau informasi yang dikumpulkan melalui “SMS Gate” diragukan kebenarannya. Menurut penanggung jawab RPH, hal tersebut terpaksa dilakukan karena terbatasnya petugas pengawas RPH serta terbatasnya biaya yang tersedia untuk melakukan pengawasan. Selain itu waktu pemotongan sapi yang umumnya dilakukan tengah malam juga merupakan sebuah hambatan bagi petugas penanggungjawab, yang juga harus masuk kantor seperti biasa setiap hari. Selain itu petugas tersebut umumnya juga tidak mendapatkan insentive apapun terhadap pekerjaan yang harus dilakukan di luar jam kerja sebagai seorang petugas pemerintahan. Hasil penelitian mendapatkan bahwa jumlah jagal yang ada di Provinsi Bali mencapai 59 orang yang tesebar di delapan kabupaten dan satu kota di Bali, dengan rincian seperti Tabel 4.11. Dari Tabel 4.11 nampak bahwa jumlah jagal terbanyak terdapat di Kabupaten Badung yang mencapai 17 orang 28,81, kemudian disusul oleh Kota Denpasar sebanyak 13 orang 22,03. Sedangkan jumlah jagal yang paling sedikit terdapat di Kabupaten Bangli yang hanya 2 orang 3,39. Kondisi tersebut Laporan Akhir KKP3SL-2015 44 menunjukan bahwa Kabupaten Badung dan Kota Denpasar sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Bali, memiliki peluang pasar daging sapi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, merupakan daerah tujuan wisata utama di Bali, di mana terdapat berbagai fasilitas pariwisata seperti hotel dan restaurant yang membutuhkan daging termasuk daging sapi yang jauh lebih banyak dibandingkan kabupaten lainnya. Jumlah hotel berbintang di Bali tahun 2014 sebanyak 249 buah, dan 164 buah 65,86 di antaranya terdapat di Kabupaten Badung dengan jumlah kamar mencapai 23.172 unit kamar 80,43 dari total kamar hotel berbintang di Bali yang berjumlah 28.811 unit kamar. Selain itu di Kabupaten Badung, juga terdapat hotel non bintang dengan jumlah kamar pada tahun 2013 mencapai 9.797 unit kamar 37,66 dari total kamar hotel non bintang di Bali yang mencapai 26.013 unit. Sedangkan jumlah hotel berbintang tahun 2014 di Kota Denpasar mencapai 33 buah 13,35 dengan 3.480 unit kamar 12,08 dari seluruh kamar hotel berbintang. Seperti halnya Kabupaten Badung, di Kota Denpasar juga terdapat hotel non bintang dengan jumlah kamar pata tahun 2013 mencapai 5.511 unit kamar 21,19 dari seluruh kamar hotel non bintang di Bali BPS Bali, 2014. Table 4.11. Penyebaran Jaga di Bali No Kabupaten Jumlah Jagal Orang 1 Karangasem 3 5,08 2 Denpasar 13 22,03 3 Klungkung 2 3,39 4 Badung 17 28,81 5 Bangli 2 3,39 6 Buleleng 9 15,25 7 Jembrana 6 10,17 8 Gianyar 3 5,08 9 Tabanan 4 6,78 Bali 59 100,00

4.7. Jumlah sapi betina produktif yang dipotong setiap tahun di Bali.