Sikap Peternak HASIL PENELITIAN

Laporan Akhir KKP3SL-2015 38 Tabel 4.8 Harapan Peternak terhadap Dukungan Pemerintah dalam Pengembangan Sapi Bibit No Kabupaten Harapan peternak terhadap dukungan pemerintah dalam pengembangan sapi bibit Tidak berharap Kurang berharap Cukup berharap Berharap Sangat berharap Total 1 Buleleng 0,0 0,0 0,0 20,0 80,0 100,0 2 Jembrana 10,0 50,0 10,0 10,0 20,0 100,0 3 Tabanan 10,0 40,0 0,0 10,0 40,0 100,0 4 Badung 0,0 20,0 20,0 50,0 10,0 100,0 5 Gianyar 10,0 40,0 0,0 40,0 10,0 100,0 6 Bangli 0,0 0,0 0,0 100,0 0,0 100,0 7 Klungkung 0,0 90,0 0,0 0,0 10,0 100,0 8 Karangasem 10,0 60,0 0,0 20,0 10,0 100,0 9 Tabanan 0,0 50,0 10,0 40,0 0,0 100,0 Rataan BALI 4,4 38,9 4,4 32,2 20,0

4.4. Sikap Peternak

Sikap peternak terhadap pemotongan sapi betina priduktif dari sangat tidak setuju sampai ragu-ragu. Sebanyak 51,1 menyatakan tidak setuju dengan pemotongan sapi betina produktif, 44,4 menyatakan sangat tidak setuju, dan 4,4 ragu-ragu Tabel 4.9. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa sesungguhnya peternak tidak setuju dengan adanya pemotongan sapi betina produktif. Ketidaksetujuan peternak dalam pemotongan sapi betina produktif, sebagai akibat dari penilaian peternak terhadap pentingnya memelihara sapi betina untuk mendapatkan anak sapi yang lebih banyak, untuk bisa dijual pada saat membutuhkan uang. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Siagian 1988, yang menyatakan bahwa sikap adalah pernyataan evaluatif dari seseorang terhadap suatu obyek. Usaha peternakan sapi bibit yang dilakukan peternak yang bertujuan atau bermotifkan ekonomi merupakan objek yang selalui dievaluasi oleh peternak. Berdasarkan analisis regresi linier berganda Siegel, 1997, dengan metode Enter melalui Software Statistical Prgogram for Social Science SPSS versi 20.00 ternyata sikap peternak dipengaruhi oleh empat factor antara lain: 1 pendidikan peternak; 2 pengalaman beternak tahun; 3 tujuan beternak sapi bibit; dan 4 dukungan pemerintah terhadap peternak dalam usaha peternakan sapi bibit. Hasil analisis tersebut menghasilkan model regresi berganda sebagai berikut: Laporan Akhir KKP3SL-2015 39 Y = 1, 966 – 0,035X 1 – 0,003X 2 – 0,186X 3 + 0,192X 4 Y = Sikap peternak X 1 = Pendidikan peternak X 2 = Pengalaman peternak X 3 = Tujuan beternak X 4 = Dukungan pemerintah R 2 = 0,438 Model regeresi tersebut nyata karena 0,001 0,05, dengan demikian secara bersama-sama ke empat factor tersebut X 1 , X 2 , X 3 dan X 4 berpengaruh nyata terhadap sikap peternak terhadap pemotongan sapi betina productive. Namun setelah analsisi regresi berganda tersebut digunakan metode Stefwise, untuk mengetahui factor mana yang paling berpengaruh terhadap sikap peternak terhadap pemotongan sapi betina produktif, diketahui bahwa hanya factor dukungan pemerintah X 4 yang paling berpengaruh, sedangkan factor lainnya tidak berpengaruh. Model regresi yang dihasilkan adalah sebagai berikut: Y = 2,471 + 0,188X 4 R 2 = 0,408 Tabel 4.9 Sikap Peternak terhadap Pemotongan Sapi Betina Produktif No Kabupaten Sikap peternak terhadap pemotongan sapi betina produktive Total Sangat tidak setuju Tidak setuju Ragu- ragu Setuju Sangat setuju 1 Buleleng 70,0 30,0 0,0 0,0 0,0 100,0 2 Jembrana 60,0 40,0 0,0 0,0 0,0 100,0 3 Tabanan 60,0 40,0 0,0 0,0 0,0 100,0 4 Badung 70,0 20,0 10,0 0,0 0,0 100,0 5 Gianyar 20,0 80,0 0,0 0,0 0,0 100,0 6 Bangli 40,0 50,0 10,0 0,0 0,0 100,0 7 Klungkung 40,0 40,0 20,0 0,0 0,0 100,0 8 Karangasem 10,0 90,0 0,0 0,0 0,0 100,0 9 Tabanan 30,0 70,0 0,0 0,0 0,0 100,0 BALI 44,4 51,2 4,4 0,0 0,0 Model regresi yang dihasilkan dari analysis tersebut juga dapat dipertanggung jawabkan secara nyata dengan selang kepercayaan 99 karena 0,000 0,01. Artinya bahwa model tersebut 40,8 mampu menjelaskan bahwa sikap peternak terhadap Laporan Akhir KKP3SL-2015 40 pemotongan sapi betina productive sangat dipengaruhi oleh dukungan pemerintah. Peternak semakin tidak setuju adanya pemotongan sapi betina produktif, apabila dukungan pemerintah semakin tinggi kepada peternak untuk mengembangkan usaha peternakan sapi bibit. Namun permasalah di tingkat lapangan, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa dukungan pemerintah terhadap peternak dalam usaha peternakan sapi bibit sangat rendah. Kemungkinan besar bahwa kondisi tersebut juga menjadi salah satu factor penyebab adanya pemotongan sapi betina productive yang cukup tinggi di Bali. Oleh karena itu hal tersebut perlu mendapatkan perhatian yang serius dari semua pihak yang berkaitan dengan masalah penyelamatan sapi betina productive di Bali.

4.5. Penyebaran pemotongan sapi betina produktif di Bali.