Laporan Akhir KKP3SL-2015
8 kelainan pada ekor dengan warna, bercak-bercak putih, juga menurun secara dominan;
3 Sapi
cundang
, yaitu sapi yang sejak lahir memiliki gugusan warna putih pada bagian muka, yang bersifat dominan; 4 Sapi putih albino sering disebut sapi
bule
, yaitu sapi yang lahir hingga dewasa berwarna putih albino, bersifat resesif; 5 Sapi
gading
, yaitu sapi yang sejak lahir hingga dewasa memiliki warna bulu dan kulit yang putih pada bagian moncongnya. Sifat-sifat sapi
gading
menurun secara resesif; 6 Sapi
panjut
, yaitu sapi yang sejak lahir, ujung bulu ekornya berwarna putih, namun sifat tersebut tidak menurun; dan 7 Sapi
tul-tul
yaitu sapi yang sejak lahir berwarna tul-tul atau abu-abu, dan sifat inipun juga tidak menurun.
Gambar 2.3. Sapi Bali betina sebelum dewasa berwarna merah bata
Gambar 2.4. Sapi Bali betina setelah dewas, tetap berwarna merah bata
2.2. Keunggulan Sapi Bali
Sapi Bali lebih unggul dibandingkan dengan sapi lainnya, dalam berbagai hal seperti:
1. Angka kelahiran antara 40-85, yang ditunjang dengan calving interval yang
relative cepat 379 hari, serta kemampuan menghasilkan embrio super ovulasi antara 7-14 buah, sehingga melalui embryo transfer seekor sapi jantan dapat
menghasilkan keturunan sebanyak 30 ekor per tahun, sehingga populasi sapi Bali dapat berkembang dengan cepat Gunawan, dkk., 2004.
2. Induk Sapi Bali memiliki kesuburan yang tinggi antara 82-86, terbukti bahwa
sapi Bali yang dikirim puluhan tahun lalu ke NTT, NTB dan Sulawesi Selatan dapat berkembang pesat, bahkan populasinya di daerah tersebut melebihi populasi
sapi Bali di Bali.
Laporan Akhir KKP3SL-2015
9 3.
Memiliki daya adaptasi terhadap lingkunggan heat tolerance yang besar karena memiliki tata lintas air yang kecil dengan daya simpan air yang besar, sehingga
daya tahan tubuh menjadi sangat tinggi, tahan terhadap cekaman cuaca panas. 4.
Daya cerna unsur N nitrogen yang tinggi terutama dalam hijauan bergizi rendah, karena memiliki kadar urea darah yang tinggi, lebih tinggi dibandingkan dengan
jenis sapi lainnya. Sapi Bali juga memiliki kemampuan yang tinggi dalam mencerna pakan berserat kasar tinggi.
5. Memiliki persentase karkas yang mencapai 56,6 dengan rasa daging yang lembut
dan gurih, karena kadungan lemak dalam dagingnya relative rendah antara 2-6,9. Sapi Bali mampu menghasilkan daging dengan kualitas “Prime Karkas” yaitu
karkas yang berkualitas prima Gunawan, 2004. 6.
Sebagai ternak kerja, khususnya di bidang pertanian, yang digunakan untuk mengolah lahan sawah maupun lahan kering. Penggunaan sapi Bali sebagai
tenagan kerja mengolah lahan umumnya digunakan secara berpasangan dan untuk satu ha lahan tegalan diperlukan waktu sekitar 4 hari. Penggunaan sapi Bali sebagai
tenaga pengolah lahan mampu memberikan kontribusi terhadap pengembalian tenaga kerja, sehingga menjadi lebih efisien dibandingkan dengan menggunakan
tenaga kerja manusia. Selain digunakan mengolah lahan pertanian, di beberapa tempat sapi bali juga sering digunakan untuk menarik gerobak untuk mengangkut
hasil pertanian ataupun barang lainnya. Namun dengan perkembangan alat transportasi masa kini, maka penggunaann sapi Bali sebagai tenaga kerja
pengangkut barang mulai berkurang. 7.
Sebagai “Pabrik Hidup” atau “Bio-Factory” untuk menghasilkan pupuk organik Wiguna Inggriati, 2007. Tidak ada duanya di dunia, bahwa ternak termasuk
ternak sapi merupakan pabrik hidup dari pupuk organik, karena mampu memproses bahan organik dalam waktu yang ralatif singkat, kurang dari 24 jam
menjadi pupuk organik atau setidaknya menjadi bahan pupuk organik yang berkualitas tinggi. Selain itu ternak sebagai penghasil pupuk organik, juga tidak
mengenal hari libur apapun, untuk tetap selalu berproduksi. Keunggulan sapi bali dibandingkan sapi lainnya sebagai penghasil pupuk organik, adalah karena
kemampuannya mengolah bahan organik berkualitas rendah menjadi sumber pakan sekaligus sebagai sumber bahan baku pupuk organik. Keunggulan lainnya
Laporan Akhir KKP3SL-2015
10 dalam menghasilakan pupuk organik adalah jumlah pakan yang dihabiskan,
terutama oleh ternak betina yang mencapai setidaknya 10 dari bobot badannya per ekor per hari. Dengan demikian akan mampu menghasilan bahan baku pupuk
organik yang juga cukup banyak, dapat mencapai setidaknya 25-30 kg feses segar per ekor per hari untuk sapi jantan dengan bobot badan sekitar 300 kg. Selain itu
sapi juga menghasilkan bahan pupuk organik dalam bentuk cair, berupa urine atau air kencing sapi, yang merupakan bahan baku pupuk organik cair berkualitas
prima, karena memiliki kandungan nutrisi yang sangat tinggi terutama N yang sangat dibutuhkan tanaman dan memiliki kandungan hara mikro yang cukup
lengkap Wiguna, dkk., 2007. Karena analisis terhadap bio-urine yang dihasilkan petani mengandung N-NO
3
berkisar antara 27,6 dan 60,1 ppm; NH
3
antara 68,38 dan 525,36 ppm; total P berkisar antara 8,2 dan 72,8 ppm serta kandungan K
+
berkisar antara 1.634,6 dan 1.971,6 ppm. Kualitas bio-urine tersebut tergolong sangat baik, dengan kandungan nitrogen yang tinggi dapat menjadi sumber hara N
bagi tanaman, sehingga Bio-urine tersebut berpeluang menggantikan pupuk urea. Pengakuan petani di Subak Wangaya Betan juga menyatakan bahwa penggunaan
pupuk organik padat sebanyak 2 ton per ha dan 600 liter bio-urine, telah cukup memenuhi kebutan tanaman akan hara, sehingga tidak memerlukan tambahan
pupuk anorganik baik urea, SP36 maupun KCl.
2.3. Kelemahan Sapi Bali