Di Tingkat Jagal dan Petugas Dinas Peternakan

Laporan Akhir KKP3SL-2015 55

4.8.2. Di Tingkat Jagal dan Petugas Dinas Peternakan

Untuk mendapatkan informasi, khususnya dari kelompok jagal tentang pemotongan sapi betina produktif, maka dilakukan diskusi secara terfokus atau Focus Group Discussion FGD di tingkat Provinsi dan Kabupaten. Kegiatan FGD di tingkat Provinsi, selain dihadiri oleh jagal, juga penanggung jawab RPH atau TPH, petugas Dinas Peternakan atau SKPD yang menangani peternakan, kalangan akademisi, peneliti dan penyuluh serta dari unsur kepolisian Polda Bali Gambar 4.13. Gambar 4.13. Pelaksanaan FGD di tingkat Provinsi Bali, yang juga dihadiri dari unsur kepolisian, khususnya Polda Bali Hasil FGD menunjukan bahwa beberapa alasan jagal untuk memotong sapi betina produktif antara lain: 1. Ada kecenderungan yang hampir dapat dipastikan bahwa telah terjadi penyelundupan sapi dara ke luar Bali, yang jumlah relative sangat besar, namun belum ada data yang pasti tentang hal tersebut. Kondisi tersebut terindikasi dengan banyaknya pembeli sapi dara umur satu tahun atau dengan tinggi gumba antara 105-110 cm. Para pembeli sapi dara tersebut selalu hadir dan membeli sapi dara dengan harga yang relative lebih mahal dibandingkan pembelian oleh jagal. Kondisi tersebut selain menyebabkan berkurangnya populasi sapi di Bali, juga menyebabkan jaga juga ikut serta untuk membeli sapi dara atau sapi betina productive untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Laporan Akhir KKP3SL-2015 56 2. Sapi jantan penggemukan sulit dicari dan mahal. Harga sapi betina berkisar antara Rp.30.000,- sd 31.000kg berat hidup, sedangkan sapi jantan antara Rp.40.000 sd Rp.41.000kg, bahkan kondisi bulan Nopember 2015 harga sapi jantan mencapai lebih dari Rp.42.000,- per kg berta hidup. Sedangkan harga daging sapi di pasaran adalah sama yaitu antara Rp.85.000 - Rp.90.000kg. Tidak membedakan harga antara daging sapi jantan dan betina. Dengan harga daging Rp.85.000 - Rp.90.000kg, dan harga sapi jantan hidup Rp.42.000kg maka jagal akan rugi, karena BEP nya Rp. 36.000kg hidup. Harga daging sapi di Bali terendah dibandingkan dengan daerah lainnya Indonesia, dan harga tersbut tetap sejak 3 tahun terakhir. 3. Preferensi pasar lebih bagus sapi muda, yang tua alot, baik untuk “sate” maupun “lawar”. Walaupun sesungguhnya jagal sadar kualitas, kadar lemak, persentase karkas jantan 50, betina 40 lebih baik jantan dibandingkan sapi betina. 4. Petani sering membawa sapi produktif ke RPH atau langsung ke Jagal, sehingga jagal tidak ada alas an untuk tidak membeli, karena secara bisnis, kondisi tersebut jelas cukup menguntungkan. Terkait dengan hasil FGD tersebut maka para jagal juga memberikan beberapa saran agar tidak terjadi pemotongan sapi betina produktif, antara lain: 1. Penghentian sapi betina produktif diantar pulaukan, sehingga populasi naik, stok sapi jantan naik. 2. Pelarangan sapi jantan 200 kgsd 300 kg untuk kurban menjelang Idul Adha. 3. Subsidi harga sapi ke petani, atau bansos penggantian betina produktif jangan di kelompok tani, tetapi untuk penggantian sapi produktif di RPH 4. Sosialisasi dan penyuluhan kepada para jagal 5. Sapi produktif yang masuk ke RPH, di beli ke pemerintah di pelihara ke sistem Simantri 6. Sebaiknya sapi dipotong di Bali, dan daging yang diantar pulaukan seperti dikirim ke Jakarta, maupun daerah lainnya. Hasil FGD yang dilakukan oleh kelompok petugas Dinas Peternakan dan Penanggungjawab RPH, mengemukakan beberapa alasan adanya pemotongan sapi betina produktif, antara lain: Laporan Akhir KKP3SL-2015 57 1. Sapi betina lebih murah harganya, tetapi harga daging antara jantan dan betina sama 2. Sapi betina mudah didapatkan 3. Peternak yang dihadapkan masalah ekonomi sehingga menjual sapi betina yang produktif 4. Petani cendrung memelihara sapi jantan karena harga jual sapi jantan lebih tinggi sehingga sapi betina agak kurang diminati untuk dipelihara peternak. 5. Pemotonganjagal banyak yang memerlukan sapi ukuran kecil sesuai kemampuan mereka menjual daging 5. Pengetahuan peternak tentang pentingnya pemeliharaan sapi betina masih kurang 6. Pengetahuan peternak tentang deteksi dini gangguan produksi masih kurang sehingga sapinya cepat dijual 7. Pemanfaatan sapi betina sebagai tenaga kerja membajak sawah jauh berkurang karena tergantikan dengan traktor. 8. Diperlukan alat pendeteksi USG dan SDM disetiap di RPH Selanjutnya mereka memberikan beberapa solusi, untuk mengatasi terjadinya pemotongan sapi betina produktif, antara lain: 1. Diperlukan tim terpadu untuk pengawasan dari instansi terkait 2. Sosialisasi tentang larangan pemotongan sapi betina produktif lebih ditingkatkan berdasarkan Undang Undang No 41 tahun 2014. 3. Pemerintah menyiapkan dana talangan untuk penyelamatan sapi betina produktif Hasil FGD yang dilakukan di kabupaten Karangasem, Buleleng, Klungkung dan Badung yang dihadiri oleh jagal, peternak dan petugas dari Dinas Peternakan setempat mendapatkan antara lain: 1. Pemahaman jagal, peternak, dan petugas Dinas Peternakan tentang sapi betina productive berdasarkan Undang Undang No 41 tahun 2014, relative sangat terbatas. Hampir seluruh peserta di semua kabupaten dimana FGD dilaksanakan, tidak mampu menyebutkan tentang indicator sapi betina productive. Kondisi tersebut menunjukan bahwa lemahnya sosialisasi Undang-Undang No 18 tahun Laporan Akhir KKP3SL-2015 58 2009 yang direvisi menjadi Undang-Undang No 41 tahun 2014 tentang penyelamatan sapi betina productive. 2. Alasan utama yang menyebabkan para jagal melakukan pemotongan sapi betina productive antara lain: 1 Kurangnya komintmen dan tingkat ketegasan pemerintah dalam menerapkan dan mensosialisasikan Undang-Undang yang berlaku, sehingga jagal juga mengabaikan terhadap larangan pemotongan sapi betina yang produktif. 2 Sulit mendapatkan sapi betina yang tidak produktif dan harga sapi jantan jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga sapi betina. 3 Alasan ekonomi sebagai prinsip bisnis jagal, sehingga jagal berpikir bahwa yang penting bisa mendapatkan sapi untuk dipotong guna memenuhi kebutuhan pelanggan, tidak peduli apakah sapi tersebut produktiv atau tidak. 4 Sapi betina yang tidak productive karena usianya yang sudah tua, umumnya memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi, sehingga jagal akan memilih sapi yang muda yang masih usia productive. 5 Jagal membeli sapi sesuai kebutuhan pelanggan, yang sebagian besar hanya menginginkan daging segar dalam jumlah terbatas, bukan daging beku. 6 Setiap hari jagal di tuntut untuk memenuhi kebutuhan pelanggankonsumen. 7 Tulang sapi jantan lebih besar, di lain pihak dagingnya sedikit dan harganya lebih mahal dari sapi betina, walaupun kuaalitas daging lebih baik namun harga dagimg di pasaran adalah sama. 8 Tidak adanya kesepakatan standard harga daging sapi dari pemerintah. 9 Jagal, selain membeli sapi langsung ke peternak untuk mendapatkan harga sapi yang lebih murah, maka jagal juga membeli sapi melalui saudagar sapi yang sudah menjadi langganan, sehingga tidak peduli tentang sapi yang dibawakan oleh saudagar, apakah sapi betina productive atau tidak. 10 Rendahnya pemahaman saudagar tentang kreteria sapi yang produktif, namun yang penting mendapatkan sapi yang akan dijual kepada jagal sebagai pelanggannya. 3. Beberapa pendapat yang dikemukakan oleh peternak melalui FGD, sebagai penyebab terjadinya populasi sapi menurun karena pemotongan sapi betina productive antara lain: Laporan Akhir KKP3SL-2015 59 1 Petani lebih suka memelihara sapi jantan dibandingkan sapi betina karena beranggapan bahwa memelihara sapi jantan lebih menguntungkan, sehingga cenderung untuk menjual jika memiliki sapi betina. Umumnya sapi betina tersebut dibeli oleh jagal, karena peternak lainnya juga lebih memilih untuk memelihara sapi jantan. 2 Rendahnya minat genrasi muda untuk menajadi petani termasuk untuk memelihara sapi di desa, sehingga jika punya sapi, lebih baik mereka jual. 3 Kurang perhatian pemerintah untuk mengecek keberadaan sapi yang dimiliki petani, sehingga petani cenderung tidak mengetahui sapinya masih produktif atau tidak. 4 Desakan ekonomi seperti: kebutuhan untuk anak sekolah, keluarga yang sakit, upacara ngaben, membangun rumah dan lainnya. 5 Petani sudah tidak mampu memelihara sapi yang lebih banyak karena sudah tua, sehingga sapinya cenderung untuk dijual. 6 Petani kesulitan mencari pakan hijauan terutama pada saat musim kering, sehingga cenderung untuk menjual sapi miliknya. 7 Petani cenderung menjual sapi yang memiliki ciri-ciri yang tidak baik seperti sapi panjut bulu ujung ekor sapi berwarna putih, ekor legok terdapat cekungan antara tulang ekor dan tulang pantat, sapi betina hitam, sapi kaki hitam, lidah sapi loreng atau putih, sapi usehan tunggir ada pusaran di bagian punggung yang diyakini kurang menguntungkan atau bahkan dapat menyebabkan mala petaka bagi keluarga. Fenomena ini dapat dikatagorikan sebagai sebuah local wisdom . 8 Petani akan menjual sapinya apabila dikawinkan 2 kali tidak bisa bunting dan digantikan bibit baru atau membeli sapi jantan. 9 Petani akan menjual sapinya apabila dinilai sudah majir, karena gannguan alat reproduksi, atau sapi yang mengalami cacat fisik. 4. Beberapa masukan atau saran yang dkemukakan jagal, terkait dengan pemotongan sapi betina productive, antara lain: 1 Pemerintah dan atau petugas terkait di tingkat lapangan agar lebih proaktif terutama untuk mensosialisasikan dan memberikan pemahaman Laporan Akhir KKP3SL-2015 60 tentang ciri-ciri sapi bali yang produktif dan non produktif, baik kepada petani ternak, jagal, dan saudagar sapi. 2 Diharapkan pemerintah terkait lebih jujur dan transparan dalam mendata pemotongan sapi dilokasi RPH, agar data lebih akurat tidak ada rekayasa. 3 Memberikan pemahaman tentang pentingnya mempertahankan budaya memelihara sapi dan mengembangkan populasi sapi bali disemua sektor yang terkait, seperti petani, jagal atau saudagar sapi agar saudagar sapi mencarikan sapi yang non produktif untuk para jagal. 4 Menciptakan suatu paket teknologi tentang untuk mengatasi kandungan lemak pada sapi yang sudah afkir tidak productive. 5 Melakukan tindakan hukum sesuai dengan Undang-Undang dan peraturan yang berlaku terkait dengan pemotongan sapi. 6 Melakukan pengawasan yang lebih ketat dan ketegasan hukum terhadap oknum yang menyeludupkan sapi keluar daerah ataupun pada jagal yang memotong sapi betina yang masih produktif. 7 Bemberikan upaya yang terbaik bagi para jagal dan para petani ternak agar mampu bersinergi dalam melakukan penyelamatan terhadap sapi betina produktif, baik di pihak jagal ataupun di tingkat petani. 8 Diharapkan para jagal mau memelihara sapi yang masih produktif dan baru dipotong setelah tidak produktive. 9 Memberikan Insentif bagi petani yang tidak menjual sapinya yang masih produktif, dan memberikan identitas semacam tanda tato pada sapi yg dimilikinya. 10 Memberikan pemantauan yang ketat di lokasi pasar hewan agar sapi-sapi produktif yang dijual kepeda jagal dapat diketahui dan didata berapa yang produktif dan berapa yang tidak produktif. 11 Agar pemerintah menyiapkan dana talangan untuk membeli sapi betina productive yang dijual peternak, sehingga masalah ekonomi yang dialami peternak dapat teratasi. 12 Pengiriman kebutuhan daging keluar daerah khususnya di kota Jakarta, tidak berupa pengiriman sapi hidup, tetapi daging sapi segar atau beku. Laporan Akhir KKP3SL-2015 61 13 Diharapkan dari pihak petani peternak untuk tidak menjual sapinya yang masih produktif ke penjagal atau kesaudagar sapi, tetapi diusahakan terlebih dulu pada petani ternak. 14 Diharapkan pemerintah membuat Asosiasi Jagal se Bali agar standar harga daging sapi stabil.

4.9. Tingkat efektivitas kebijakan pemerintah untuk mengatasi terjadinya