Laporan Akhir KKP3SL-2015
33 Tabel 4.3
Pengalaman Peternak dalam Menjual Sapi Betina
No Kabupaten
Pernah menjual sapi betina Tidak pernah
Pernah Total
1 Badung 0,0
100,0 100,0
2 Bangli 0,0
100,0 100,0
3 Buleleng 0,0
100,0 100,0
4 Denpasar 0,0
100,0 100,0
5 Gianyar 10,0
90,0 100,0
6 Jembrana 0,0
100,0 100,0
7 Karangasem 0,0
100,0 100,0
8 Klungkung 0,0
100,0 100,0
9 Tabanan 0,0
100,0 100,0
BALI 1,1
98,9 100,0
4.1.4. Pengalaman Peternak tentang Cara Terbaik Mendapatkan Sapi Bibit
Hasil Penelitian menunjukan bahwa, sebagian besar peternak 75,6 menyatakan bahwa untuk memperoleh bibit sapi yang terbaik adalah dengan membeli
langsung pada peternak Tabel 4.4. Tabel 4.4
Cara peternak untuk mendapatka bibit sapi
No Kabupaten
Cara terbaik mendapatkan sapi bibit Total
Membeli di pasar hewan
Membeli di peternak
Kelahiran sendiri 1 Badung
0,0 100,0
0,0 100,0
2 Bangli 0,0
80,0 20,0
100,0 3 Buleleng
30,0 70,0
0,0 100,0
4 Denpasar 40,0
30,0 30,0
100,0 5 Gianyar
30,0 70,0
0,0 100,0
6 Jembrana 10,0
70,0 20,0
100,0 7 Karangasem
0,0 70,0
30,0 100,0
8 Klungkung 0,0
100,0 0,0
100,0 9 Tabanan
0,0 90,0
10,0 100,0
BALI 12,2
75,6 12,2
100,0
Cara tersebut dapat dipahami dengan baik, karena peluang peternak saling mengenal cukup besar, terlebih mereka ada dalam satu wilayah. Kondisi tersebut juga
memberikan peluang bagi peternak untuk mengenal dengan baik tentang sapi yang akan dibeli. Di antara peternak juga berpeluang terjalin komunikasi yang lebih baik,
sehingga beberapa kelemahan terhadap sapi yang akan dibeli, juga akan dapat
Laporan Akhir KKP3SL-2015
34 diketahui dengan lebih baik oleh peternak yang akan membeli sapi. Namun cara
peternak membeli sapi bibit langsung kepada peternakn juga mengindikasikan rendahnya pengetahuan peternak tentang adanya pusat pembibitan sapi Bali yang ada
di Kabupaten Jemberana, yang setiap saat dapat menyediakan bibit berkualitas baik bagi peternak sapi di Bali.
4.1.5. Pengetahuan Peternak Tentang Sapi Betina Produktive
Sebagian besar pengetahuan peternak tentang sapi betina produktif ada dalam katagori sangat rendah 62,2, sebanyak 25,6 rendah, dan bahkan tidak ada
peternak yang memiliki pengetahuan masuk dalam katagori tinggi maupun sangat tinggi Tabel 4.5. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa sosialisasi Undang-
Undang No 18 tahun 2009 yang telah direvisi menjadi Undang-Undang No 41 tahu 2014, belum dilakukan secara optimal. Rendahnya pengetahuan peternak tentang sapi
betina productive, dapat menyebabkan rendahnya perhatian peternak dalam menjual ataupun memelihara sapi bibit. Bahkan tidak tertutup kemungkinan peternak akan
menjual ternak sapi tanpa memperhatikan apakah sapi tersebut dalam keadaan produktif atau tidak.
Tabel 4.5 Pengetahuan Peternak tentang Sapi Batina Produktive
No Kabupaten Pengetahuan Peternak tentang Sapi Betina Produktive
Total Sangat
rendah Rendah
Sedang Tinggi
Sangat Tinggi
1 Buleleng 70,0
10,0 20,0
0,0 0,0
100,0 2 Jembrana
50,0 40,0
10,0 0,0
0,0 100,0
3 Tabanan 70,0
20,0 10,0
0,0 0,0
100,0 4 Badung
70,0 20,0
10,0 0,0
0,0 100,0
5 Gianyar 40,0
40,0 20,0
0,0 0,0
100,0 6 Bangli
70,0 10,0
20,0 0,0
0,0 100,0
7 Klungkung 50,0
40,0 10,0
0,0 0,0
100,0 8 Karangasem
60,0 30,0
10,0 0,0
0,0 100,0
9 Denpasar 80,0
20,0 0,0
0,0 0,0
100,0 BALI
62,2 25,6
12,2 0,0
0,0 100,0
Untuk itu sosialisasi tentang sapi betina productive sesuai dengan Undang- Undang dan atau peraturan yang berlaku perlu ditingkatkan, sehingga pemahaman
peternak tentang sapi betina productive dapat ditingkatkan. Selain itu peningkatan pengetahuan juga dapat dilakukan melalui penyuluhan tentang sapi betina produktif
Laporan Akhir KKP3SL-2015
35 secara benar. Sesuai dengan pendapat Mardikanto 1993 yang menyatakan bahwa,
melalui proses penyuluhan yang dilakukan pada masyarakat petani, dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan pada petani terhadap materi yang
disuluhkan.
4.1.6. Tujuan Peternak Memelihara Sapi Bibit