Latar Belakang Drs. Wara Sinuhaji, M. Hum.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Buruh adalah orang yang bekerja pada orang lain dan mendapatkan upah. Mereka menjual tenaga mereka kepada majikan demi mendapatkan pekerjaan. Adanya hubungan timbal balik antara buruh dan majikan yang keduanya saling membutuhkan. Namun buruh dianggap sebagai suatu kelas yang selalu dieksploitasi oleh majikan, sehingga akan selalu berusaha menghancurkan majikan dalam perjuangan dan dipersepsikan dengan kelompok tenaga kerja dari golongan bawah yang bekerja hanya mengandalkan otot. 1 Pada masa kolonial, khususnya di Sumatera Timur buruh-buruh sengaja didatangkan oleh pengusaha perkebunan dari Malaya, Singapura, Cina, dan kemudian disusul dari desa- desa miskin di Jawa Tengah. 2 Pada masa pergerakan nasional sekitar tahun 1900-an, buruh merupakan cikal bakal partai komunis lokal. Buruh dianggap basis dalam melakukan perlawanan terhadap penguasa-penguasa dan pemilik modal. Sehingga PKI Partai Komunis Indonesia sebagai partai yang menyuarakan rakyat kecil untuk memimpin negara melakukan perekrutan besar- besaran terhadap buruh dan petani. Partai ini menguasai organisasi buruh untuk dijadikan Mereka dipekerjakan untuk membuka hutan-hutan, menanam, merawat dan memanen hasil perkebunan. Hal ini terjadi karena penduduk setempat tidak mau bekerja dengan pihak asing. 1 Eggi Sudjana, Buruh Menggugat: Prespektif Islam, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002, hlm. 7. 2 Ann Laura Stoler, Kapitalisme dan Konfrontasi di Sabuk Perkebunan Sumatera ,1870-1979, Yogyakarta: KARSA, 2005, hlm. 41. Universitas Sumatera Utara onderbouw. 3 Pada tahun 1965 terjadi peristiwa-peristiwa dramatis, khususnya peristiwa pembantaian dan penghancuran elemen PKI, hal ini yang mengubah secara permanen konstelasi kekuatan politik yang akhirnya berdampak secara mendalam terhadap organisasi buruh. Kebijakan Perburuhan masa Orde Baru ditandai oleh kontrol yang kuat dari negara terhadap buruh. Hal ini dilakukan untuk menentang segala kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda yang melakukan eksploitasi terhadap masyarakat Indonesia. 4 Orang-orang yang terlibat atau tidak secara paksa dijadikan tapol tahanan politik Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kudeta yang dilakukan oleh para buruh yang dianggap sebagai pengkhianat negara dan pemerintah yang berkuasa ketika itu melakukan pembersihan secara besar-besaran terhadap komponen-komponen PKI. 5 3 Pada awal pembentukannya PKI memilih petani dan buruh sebagai basis dalam melawan kaum imperialis, tuan tanah dan kaum borjuis. Kekuatan progresif buruh dan petani yang menjadi tulang punggung kekuatan revolusioner PKI dalam menentang pemerintahan kolonial Belanda. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia organisasi buruh dan petani mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Organisasi petani yang berafiliasi dengan PKI adalah Rukun Tani Indonesia RTI, Sarekat Kerukunan Tani Indonesiai SAKTI dan Barisan Tani Indonesia BTI yang pada tahun 1953 ketiga organisasi tersebut difusikan oleh PKI dengan tetap menggunakan nama BTI, dengan demikian keanggotaan BTI semakin besar. Organisasi buruh yang berafiliasi dengan PKI adalah Sentral Buruh Seluruh Indonesia SOBSI yang dibentuk pada tahun 1946 dan mampu mengkonsolidasikan 34 serikat buruh, salah satu organisasi buruh yang tergabung dalam SOBSI adalah SARBUPRi. Lihat Syarif Arifin,dkk, Memetakan Gerakan Buruh, Depok : Kepik, 2012, hlm. 68. Lihat juga Noer Fauzi, Petani Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, hlm. 135. dan untuk menghindari hukuman mati para tapol harus menandatangani surat pernyataan untuk 4 Muhtar Habibi, Gemuruh Buruh di Tengah Pusaran Neoliberalisme: Pengadopsian Kebijakan Perburuhan Neoliberal Pasca ORBA, Yogyakarta: Gava Media, 2009, hlm. 2. 5 Setelah terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965 G 30 S dan PKI dianggap sebagai dalang dari kejadian itu maka terjadi aksi-aksi spontan dari berbagai kelompok pemuda, mahasiswa dan pelajar terhadap markas-markas PKI. Orang-orang yang tergabung dalam organisasi yang berhaluan kiri segera ditangkap, karena mereka dianggap mendukung terjadinya peristiwa G 30 S. Penangkapan dilakukan secara membabi buta dan adanya sentimen pribadi antara si penangkap dan orang yang ditangkap, karena adanya rasa ingin balas dendam dengan masa lalu mereka yang pernah terjadi seperti percekcokan dalam pekerjaan. Walau pada kenyataan orang yang ditangkap tidak pernah tergabung dalam organisasi yang berafiliasi dengan PKI. Salah tangkap juga terjadi karena memiliki nama panggilan sama, nama yang menjadi daftar pencarian adalah Mino tetapi pada kenyataannya Ramino ditangkap dengan alasan sama-sama dipanggil Mino. Wawancara dengan Suratemin pada tanggal 1 Juni 2013 di Huta II Baja Dolok. Universitas Sumatera Utara tidak melakukan kegiatan-kegiatan politik praktis. Setelah keluar dari rumah tahanan, para tapol ini menyandang gelar ET Eks-Tapol yang dapat dilihat pada Kartu Tanda Penduduk KTP sesuai dengan ketetapan yang dikeluarkan pemerintah. 6 Desa Baja Dolok adalah salah satu desa yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Mata pencaharian penduduk di desa ini adalah petani. Mayoritas penduduknya merupakan etnis Jawa yang memeluk agama Islam. Di desa ini juga menetap orang-orang yang dulunya pernah bekerja sebagai buruh perkebunan, namun setelah terjadinya peristiwa G 30 S 1965 kehidupan buruh ini mengalami perubahan. Kebijakan pemerintah untuk melakukan pembersihan terhadap para komponen-komponen juga berimbas kepada buruh perkebunan yang menjadi anggota Sarikat Buruh Perkebunan Republik Indonesia SARBUPRI dan Gerakan Wanita Indonesia Gerwani, organisasi buruh perkebunan yang berafiliasi dengan PKI, sehingga mereka yang bergabung dalam organisasi ini ditangkap oleh pihak perkebunan dan militer. Namun sesuai dengan nilai- nilai yang terkandung dalam falsafah Pancasila mereka dikembalikan ke masyarakat diusahakan untuk mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan yang ada. 7 Para buruh yang menjadi anggota SARBUPRI dan Gerwani ini tidak ditahan dan dipenjarakan karena mendapat perlindungan dari pihak perkebunan, tetapi diwajibkan melaporkan diri dan melakukan penandatangan tentang kesetian mereka terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mereka menyandang sebagai eks-PKI. Selesainya 6 Amurwani Dwi Lestariningsih, Gerwani: Kisah Tapol Wanita di Kamp Plantungan, Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2011, hlm. 263. 7 Penangkapan dilakukan oleh orang-orang yang mendapat kuasa dari pihak perkebunan, hansip dan pihak militer yang bermarkas di Koramil Kec. Tanah Jawa. Wawancara dengan Boini pada tanggal 19 Oktober 2012 di Huta II Baja Dolok Universitas Sumatera Utara pembersihan terhadap anggota-anggota PKI maka buruh-buruh ini tetap melakukan pekerjaan sebagai buruh di perkebunan. Pada pertengahan tahun 1972 pihak perkebunan memiliki kebijakan baru terhadap orang-orang yang terlibat dalam organisasi PKI, mereka diberlakukan secara tidak adil. Para buruh di PHK secara sepihak dengan alasan pensiun muda krimping dengan jaminan masa tua atau pesangon yang lebih sedikit jika dibanding dengan pensiunan biasanya. Pemecatan secara besar-besaran pada masa Orde Baru 8 Terjadinya pergeseran-pergeseran gaya kehidupan yang awalnya menjadi buruh perkebunan kini menjadi petani. Selanjutnya muncul stigma negatif terhadap buruh eks-PKI ini yang dianggap sebagai pengkhianat negara. Namun seiring dengan perbaikan ekonomi dan perkembangan pendidikan masyarakat eks-PKI mampu menciptakan sebuah counter stigma terhadap stigma negatif tentang eks-PKI dan didukung dengan jatuhnya rezim Orde Baru yang menentang orang-orang kiri. Dari sini dilihat bahwa politik memiliki peranan yang sangat penting terhadap berjalannya kehidupan suatu komunitas yang biasanya berhubungan dengan ekonomi. ini menyebabkan para buruh eks-PKI keluar dari pondok-pondok perkebunan dan memasuki wilayah perkampungan di sekitar perkebunan yang selanjutnya tinggal menetap di sana dengan membuka lahan-lahan pertanian atau membeli lahan pertanian dari masyarakat di Desa Baja Dolok. 8 Orde Baru berlangsung selama 32 tahun di bawah kepemimpinan Soeharto dan dalam sejarah politik Indonesia, rezim ini digunakan untuk membedakannya dengan Orde Lama yang dipimpin oleh Soekarno. Soeharto memiliki kontrol yang sangat kuat terhadap pemerintahan Indonesia seperti penciptaan stabilitas politik dan ekomomi, penyusunan Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama, pelaksanaan pemilu, pengikisan sisa-sisa G 30 S 1965 dengan melakukan pembersihan aparatur negara dari pengaruh PKI,pembuburan PKI dan organisasi massanya serta menyatakannya sebagai organisasi terlarang di Indonesia. Universitas Sumatera Utara Uraian di atas membuat penulis tertarik untuk mendalami tentang kehidupan buruh perkebunan eks-PKI sehingga diangkatlah judul “ DARI BURUH PERKEBUNAN KE PETANI: PENGARUH GERAKAN 30 SEPTEMBER TERHADAP MASYARAKAT DESA BAJA DOLOK KABUPATEN SIMALUNGUN 1973-2000” . Penelitian ini akan lebih ditekankan kepada buruh eks-PKI yang berasal dari etnis Jawa, karena kebanyakan buruh yang menjadi anggota SARBUPRI dan Gerwani adalah buruh perkebunan yang pindah ke wilayah perkampungan Desa Baja Dolok hampir seluruhnya orang Jawa. Skop temporal yang diambil adalah antara tahun 1973 sampai 2000. Pada tahun 1973 dianggap sebagai tahun di mana banyak para buruh perkebunan yang beralih mata pencarian menjadi petani setelah keluar dari pondok-pondok perkebunan dan tinggal menetap di Desa Baja Dolok sedangkan tahun 2000 merupakan tahun di mana reformasi mulai terasa di Desa ini, setelah pada tahun 1998 rezim Orde Baru telah diruntuhkan, hal ini yang membawa perubahan pada kehidupan eks-PKI. Pada tahun 2000 juga wilayah Desa Baja Dolok ini dilebur menjadi dua desa yaitu Desa Baja Dolok dan Desa Baliju. Dalam rentang waktu antara 1973 sampai 2000 adalah masa dimana penulis akan membahas bagaimana kehidupan buruh perkebunan yang beralih mata pencarian menjadi petani yang dipengaruhi oleh Gerakan 30 September 1965.

1.2 Rumusan Masalah