Kehidupan Sosial-Budaya Drs. Wara Sinuhaji, M. Hum.

kredit pertanian melalui Bimas dan Inmas, pembelian padi oleh pemerintah melalui penetapan harga dasar gabah yang ditunjukkan untuk membangun stok cadangan gabah nasional dan pengadaan serta perbaikan sarana irigasi. Keberhasilan yang telah dicapai oleh buruh eks-PKI seperti perbaikan ekonomi, mampu memberikan pengajaran agama terhadap anak-anak di Desa Baja Dolok, perbaikan pendidikan yang selanjutnya menciptakan counter bahwa mereka adalah eks-PKI. Prestasi yang telah diperoleh mereka dibidang perekonomian berpengaruh juga terhadap sendi-sendi kehidupan lainnya, tetapi tetap saja bahwa mereka menyandang status eks-PKI yang mempersulit mereka untuk mendapatkan pengakuan yang lebih.

5.3 Kehidupan Sosial-Budaya

Manusia hidup untuk bersosialisasi, sebagai makhluk sosial punya keinginanan untuk bergaul dengan sesamanya. Untuk memenuhi kebutuhan sosial ini, manusia menggunakan potensi dasar yang dimilikinya, yaitu bahasa, iapun mulai berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya. Interaksi ini bisa terjadi secara intensif dan juga hanya bersifat kadang kala tergantung kepada kesempatan, kepentingan, dan adanya lembaga sosial yang mempertemukan mereka. Namun demikian tidak selamanya kelompok individual yang terlibat dalam pergaulan sosial dapat dikatakan sebagai suatu komunitas. 104 104 Sumardjan, op.cit., hlm. 227. Interaksi sosial dalam kerangka “masyarakat” keluarga dan tetangga dekat, menumbuhkan rasa pentingnya kebersamaan yang kemudian dimunculkan dalam ungkapan mangan ora mangan ngumpul pada masyarakat Jawa. Universitas Sumatera Utara Dalam pengelompokan kelas-kelas di masyarakat pedesaan biasanya berdasarkan atas kepemilikan luas tanah. Berdasarkan kepemilikan tanah maka kelas di pedasaan dapat dibagi menjadi lima yaitu: 1. Tuan tanah adalah pemilik –pemilik tanah mulai dari 10 Ha ke atas hingga ratusan Ha. Mereka tidak mengerjakan sendiri, melainkan menyewakan pada pihak penyewa. 2. Petani kaya adalah orang yang memiliki tanah 5-10 Ha dan dikerjakan sendiri, namun kadang kala mereka juga mempekerjakan para buruh tani pada masa tanam dan panen. 3. Petani sedang adalah petani yang memiliki tanah 1-5 Ha, mereka mengerjakan tanahnya sendiri dengan alat-alat pertanian sendiri dan hasil yang diperoleh mampu menghidupi kebutuhan hidup keluarganya. 4. Petani miskin dicirikan dengan kepemilikan tanah sempit kurang dari 1 Ha, kehidupannya tidak cukup hanya dengan mengandalkan hasil pertanianya, karenannya mereka juga mengerjakan tanah petani kaya atau tuan tanah dengan cara bagi hasil atau sebagai buruh. 5. Buruh tani adalah mereka yang pada umumnya tidak memiliki alat produksi sama sekali, kehidupanya hanya bergantung sepenuhnya pada upah mengerjakan tanah dari petani kaya. 105 Berdasarkan pembagian kelas masyrakat pedesaan tersebut maka para buruh eks PKI dapat digolongkan ke dalam petani sedang dan petani miskin, karena rata-rata mereka hanya 105 Sediono, opcit., hlm.162. Universitas Sumatera Utara mampu membeli di bawah 2 Ha. Sebagai penghuni baru di wilayah perkampungan dan berada di kelas petani sedang dan miskin maka mereka harus mampu beradaptasi dengan lingkungan baru mereka. Usaha mengadaptasikan diri melalui interaksi sosial akan menghasilkan dimensi baru, yakni berupa kerjasama dan pertikaian. Kerjasama menngarah kepada migrasi sedangkan persaingan dan pertentangan atau pertikaian cenderung bersifat konflik. Perwujudan integrasi tercermin dalam berbagai aktifitas sosial keagamaan seperti bantu membantu dalam pesta perkawinan dan kematian, gotong royong, pembuatan jalan, mendirikan rumah, tempat ibadah, acara selamatan atau maulidan. Dengan cara seperti itu hubungan seseorang dengan yang lainya akan semakin berkembang dan melebar. 106 Setelah menetap di wilayah perkampungan dan menjadi petani, para buruh eks-PKI ini berusaha untuk menghilangkan identitasnya sebagai orang yang terlibat ataupun tergabung dalam organisasi PKI ataupun underbouw PKI. Mereka mulai menyesuaikan dengan kondisi kehidupan di wilayah pedesaan yang mana masyarakatnya masih kental dengan suasana tradisi dan adat istiadat yang mereka anut. Para buruh ini mulai bergabung dalam lembaga- lembaga yang ada di Desa Baja Dolok. Setiap kegiatan yang dilakukan di desa ini, semua warga desa tidak terkecuali mereka yang pernah menjadi eks-PKI harus mengikuti kegiatan yang wajib dilakukan setiap satu bulan sekali, yaitu gotong royong dalam rangka membersihkan lingkungan desa maupun pembangunan desa seperti pembukaan jalan baru, saluran irigasi tambahan di persawahan maupun pembuatan bendungan untuk aliran air bersih demi memenuhi kebutuhan air bersih 106 Ibid., hlm. 203. Universitas Sumatera Utara di Desa Baja Dolok. Hal ini karena belum adanya sumber air bersih yang mengalir di setiap rumah penduduk. Penduduk memanfaatkan sumber mata air sebagai air untuk persedian air minum. Masuknya Perusahaan Dagang Air Minum PDAM Tirta Lihou dimulai pada tahun 1991. Sehingga pembangunan saluran air terus digalakkan. Selain ikut serta dalam pembangunan seperti di atas, dalam hal pembangunan jembatan sebagai penghubung antara wilayah pemukiman dan persawahan, para buruh eks-PKI ini juga dilibatkan dalam kerja ini, hal ini dilakukan karena jembatan tersebut sebagai alternatif mereka jika ingin ke lahan pertanian. Semua jembatan yang dibangun di desa ini diprioritaskan sebagai penghubung antara wilayah pemukiman dan areal persawahan, karena antara pemukiman dan areal persawahan dipisahkan oleh sungai Bah Kasindir. 107 Adanya interaksi disebuah pemukiman yang meghasilkan suatu integrasi namun dilain sisi juga menimbulkan suatu pertikaian antara sesama penduduk asal maupun penduduk pendatang. Sebagai suatu komunitas di mana warganya heterogen, kehidupan mereka tidak selalu integratif. Bisa saja sewaktu-waktu timbul konflik sosial, baik yang bersifat pribadi maupun kelompok dengan berbagai latar belakang. Akan tetapi tidak semua konflik dalam komunitas selalu berdasarkan perasaan etnisitas. Bisa saja karena perselisihan ideologis, ekonomi atau politisi. Penduduk pendatang seperti buruh perkebunan juga tidak terlepas dari setiap konflik yang terjadi. Apalagi stigma yang mereka sandang sebagai seorang eks-PKI yang dianggap sebagai penghianat negara, pembunuh dan pengacau membuat mereka tidak terlepas dari tuduhan-tuduhan negatif tentang kriminalitas yang terjadi di desa tersebut. 107 Wawancara dengan Muhayan pada tanggal 14 Mei 2013 di Huta II Baja Dolok. Universitas Sumatera Utara Kriminalitas yang sering terjadi di desa ini biasanya hilangnya hasil pertanian dan ternak milik penduduk desa seperti ayam, kambing, sapi maupun kerbau. Pada awal tahun 1990-an juga terjadinya pencurian yang dilakukan penduduk desa terhadap kelapa sawit yang ada di perkebunan Afdeling VII dan Afdeling VIII. Selain bentuk pencurian tersebut, sengketa tanah juga kerap terjadi jika ada pembagian tanah warisan yang biasanya terjadi dalam satu keluarga. Tuduhan pertama yang keluar dari masyarakat adalah bahwa pelakunya adalah orang-orang PKI, yang tidak punya etiket sebagai penghianat negara atau pembunuh bahkan tidak beragama. 108 Semua buruh eks-PKI yang pindah ke wilayah perkampungan Desa Baja Dolok turut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh pemerintahan di desa, namun selama Orde Baru hingga sekarang berlangsung tidak ada bekas buruh perkebunan maupun keturunannya yang menjabat sebagai pemegang kekuasaan di desa Baja Dolok. Hal ini dikarena mereka masih saja mendapat stigma sebagai pemberontak, penghianat negara, dan tidak beragama sehingga tidak pantas dijadikan pemimpin. Buruh eks-PKI ini tidak ada yang berperan langsung dalam pemerintahan di selama masa Orde Baru, ini berkaitan dengan masa silam mereka yang pernah terlibat atau terpengaruh terhadap anggota PKI. Namun mereka tetap mengikuti kegiatan-kegiatan di pedesaan yang bersifat keagamaan seperti Maulid Nabi, Israj Mi’raj, Shalat Id dan perayaan tahun baru Islam 1 Muharram yang biasanya dilakukan dengan tradisi Jawa yang bersamaan dengan bulan Suro pada penanggalan Jawa. Biasanya setiap malam 1 Suro, mereka akan melakukan pengajian ataupun syukuran bahkan setiap tahunnya diadakan pertunjukan 108 Wawancara dengan Supriono pada tanggal 11 Juni 2013 di Huta III Baja Dolok. Universitas Sumatera Utara wayang kulit semalam suntuk, biayanya dikumpulkan dari semua warga di Desa Baja Dolok, ini merupakan salah satu bentuk untuk menunjukkan tentang keberadaan orang Jawa masih memegang tradisi nenek moyang mereka dan semua aktivitas seperti hajatan pernikahan dan atau khitanan dilarang berlangsung pada saat bulan Suro. 109 Semua acara-acara yang dilakukan di Desa Baja Dolok biasanya menggunakan unsur Jawa. Termasuk acara pernikahan yang dilakukan di desa menggunakan adat Jawa dan adat Batak bagi mereka yang orang Batak. Namun hampir semua buruh perkebunan yang masuk ke dalam wilayah perkampungan ini adalah suku Jawa sehingga lebih menekankan pada adat istiadat Jawa. Tradisi-tradisi Jawa dalam adat pernikahan Jawa sudah mulai menghilang hanya sebagian saja yang dijalankan, mungkin karena faktor ekonomi. Sehingga adat istiadat yang pernah dilakukan di Pulau Jawa sudah mulai melebur dan mendapat pengaruh-pengaruh dari luar. Masalah perkawinan ini juga berkaitan dengan masa kelam keluarga, karena pada masyarakat Jawa jika ingin mencari pasangan hidup masih memperhatikan bibit, bebet dan bobotnya. Bibit yang merupakan faktor darah dan keturunan seperti siapakah orang tua dan keluarganya, apakah sehat jasmani dan rohaninya, dan dari latar belakang budayanya yang bagaimana. Bebet adalah faktor status sosial mempelai dan keluarganya. Apakah mempelai berasal dari keluarga yang baik-baik dan sebagainya. Sedangkan bobot adalah faktor kesiapan material untuk memulai langkah meniti hidup baru. 110 109 Wawancara dengan Muhayan pada tanggal 14 Mei 2013 di Huta II Baja Dolok 110 Wawancara dengan Kasem pada tanggal 30 Juni 2013 di Huta IV Baja Dolok. Universitas Sumatera Utara Dengan masih menerapkan filsafat jawa bibit, bebet dan bobotnya maka sangat jarang sekali dijumpai seorang anak eks-PKI menikah dengan orang yang bukan eks-PKI. Jikapun ada biasanya mempelai berasal dari luar daerah. Jadi seperti apapun cantiknya gadis dan tampanya lelaki yang ada di desa tersebut jika salah satu dari keluarganya yang menyandang eks-PKI bisa saja tidak mendapat restu, karena pada saat itu orang-orang yang pernah tergabung dengan PKI dianggap sebagai orang yang sangat nista sebagai penyandang penyakit kusta dan penghianat negara. Biasanya jika kedua mempelai berasal dari desa yang sama maka stigma tetang orang PKI juga merupakan rahasia umum. Anak eks PKI akan menikah dengan keturunan eks-PKI juga. Baik yang pernah menjadi anggota SARBUPRI, BTI, PR ataupun Gerwani. 111 Dalam adat Jawa bibit, bebet, bobot itu sangat penting sehingga masyarakat di sini jarang ditemukan perkawinan silang antar suku. Mereka menekankan agar mencari jodoh dengan mereka yang seagama dan seadat. Perkawinan melewati batas wilayah desa juga jarang terlihat, biasanya gadis desa menikah dengan pemuda desa. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan adalah salah satu faktor pendorong majunya suatu desa dan keadaan ekonomi juga sangat mempengaruhi pendidikan. Begitu juga anak- anak dari buruh eks-PKI, mereka tidak terlalu mementingkan pendidikan di awal mereka memasuki wilayah perkampungan. Hal ini karena situasi ekonomi yang belum stabil. Dimana ketika mereka mulai beradaptasi dengan lingkungan baru mereka ditambah ketika memulai pertanian terjadi hama wereng beberapa kali. Sehingga hasil panen hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari bahkan kadang kurang dalam memenuhi kebutuhan pokok mereka. 111 Ibid., Universitas Sumatera Utara Sulitnya awal kehidupan baru mereka ini dan mahalnya harga beras menyebabkan mereka harus makan beras jagung. Beras jagung ini merupakan beras yang dicampur dengan jagung. Komposisi bahanya lebih banyak jagung dibanding dengan berasnya. Keadaan yang demikian tidak memungkinkan bahwa mereka mampu menyekolahkan anak mereka yang sebelumnya pernah sekolah di sekolah perkebunan. Sehingga adanya ungkapan “jangankan untuk sekolah, untuk makan saja sudah susah, yang penting anak-anak bisa makan, kalau belajar, ngaji saja sudah cukup, yang penting punya bekal agama untuk diakhirat”. 112 Jika menyekolahkan anak, mereka hanya sampai pada kelas III SD saja. Ini didukung dengan dibangun Sekolah Dasar di Desa Baja Dolok yang bernama SD Inpres 095204 pada tahun 1978. Sekolah ini hanya disediakan untuk murid-murid kelas I, II dan III,sedangkan untuk melanjutkan ke kelas IV mereka harus bersekolah ke desa tetangga yaitu di Desa Balimbingan yang jarak tempuhnya kurang lebih tiga kilometer. Sebelum dibangun SD Inpres ini, di desa Baja Dolok juga telah ada sekolah dasar yang ada di wilayah perkebunan namun karena peristiwa 30 September 1965 itu maka anak-anak dari buruh memang lepas hubungan dari perkebunan, karena memang sebelumnya mereka sekolah di sana. 113 Pendidikan dianggap bukan hal yang penting, terutama bagi anak perempuan sementara bagi anak-anak buruh yang tidak mampu melanjutkan sekolah mereka melakukan kegiatan sehari-hari dengan membantu orang tua di sawah dan mengaji pada malam harinya. Namun dengan berkembangnya teknologi, keadaan ekonomi yang sudah membaik serta adanya kesadaran tentang pendidikan juga mendorong perkembangan bagi generasi para mantan 112 Wawancara dengan Boini pada tanggal 30 Juni 2013 di Huta III Baja Dolok. 113 Ibid., Universitas Sumatera Utara buruh perkebunan. 114 Sekolah mempunyai peranan yang penting di dalam kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan dan bahkan agama. Pendidikan dinilai sebagai syarat bagi seseorang untuk mendapatkan jabatan pemerintahan, yang biasanya disamakan dengan kedudukan yang tinggi dalam masyarakat. Nilainya yang tinggi dapat ditunjukkan dengan besarnya jumlah yang dibayarkan bagi pendidikan oleh penduduk desa sebagai orang tua. Setelah kehidupan mulai membaik dan adanya wajib sekolah sembilan tahun yang dicanangkan oleh pemerintah mendorong para orang tua untuk kembali menyekolahkan anak-anak mereka. 115 Keberhasilan suatu desa dilihat dari generasi mudanya yang berpendidikan. Semakin tingginya anak yang bersekolah mampu menciptakan suatu caunter tentang masyarakat eks- PKI ini sendiri. Dengan menyekolahkan anak-anak ke tingkatan yang lebih tinggi mampu meleburkan stigmatisasi tentang PKI. Adanya stigma PKI itu menjadikan segala kegiatan mereka sebagai manusia biasa sangat terbatas. Kontrol pemerintah Orde Baru yang sangat tinggi terhadap mereka beserta keturunan membuat tidak adanya kebebasan berkarya dan bekerja. Runtuhnya rezim Orde Baru merupakan titik awal bangkitnya kembali kehidupan para buruh eks-PKI dengan menunjukkan kreativitasnya sebagai manusia biasa beserta keturunannya bisa kembali bekerja di perkebunan sebagai buruh tetap yang sebelumnya hanya merupakan buruh harian di perkebunan. Bahkan seiring dengan perkembangan waktu 114 Ibid., 115 Koentjaraningrat, Masyarakat Desa di Indonesia Masa Ini, Yayasan Badan Penerbit Fak.Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta, 1964, hlm. 134. Universitas Sumatera Utara keturunan buruh eks-PKI dengan pendidikan dan kemampuan yang dimiliki mampu menjadi asisten di perkebunan Bah Jambi, menjadi Pegawai Negeri Sipil PNS, namun belum ada anak mereka yang bekerja di bidang militer hingga tahun 2000. Ini disebabkan karena masa lalu orang tuanya yang pernah berafiliasi dengan partai PKI yang menjadi Partai terlarang. Pendidikan yang semakin berkembang berdasarkan tabel 3 dan 4, pandangan tentang orang-orang PKI yang dianggap sebagai orang yang sangat bersalah di negara ini juga semakin mengabur namun tidak menghilang sepenuhnya. Hal ini didukung karena peralatan teknologi yang telah moder, kebebasan untuk berkarya dan mengungkapnya apa yang sebenarnya terjadi, menyebabkan orang-orang yang pernah bergabung dengan PKI tidak sepenuhnya bersalah. Keturunan mereka sudah bisa mengemban sekolah yang tinggi, bekerja di bidang yang sesuai keahlian mereka tanpa adanya batasan bahwa mereka adalah keturunan PKI. Kebebesan sebagai keturunan eks-PKI tidak mudah menghilang hingga tahun 2000 tidak ada keturunan eks-PKI yang bekerja di bidang militer. Universitas Sumatera Utara BAB VI KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan