Buruh di Perkebunan Drs. Wara Sinuhaji, M. Hum.

BAB III KEHIDUPAN BURUH PERKEBUNAN

3.1 Buruh di Perkebunan

Menurut Buntaran Sanusi buruh yaitu mereka yang melakukan pekerjaan dalam satu hubungan kerja untuk majikan dengan menerima upah. Adanya hubungan timbal balik antara buruh dan majikan yang keduanya saling membutuhkan. Namun buruh dianggap sebagai suatu kelas yang selalu dieksploitasi oleh majikan, sehingga akan selalu berusaha menghancurkan majikan dalam perjuangan dan dipersepsikan dengan kelompok tenaga kerja dari golongan bawah yang bekerja hanya mengandalkan otot. Sejarah buruh di Indonesia telah ada sejak masa pemerintahan kolonial Belanda, begitu juga halnya di Sumatera Timur. Setelah dibukanya perkebunan di Sumatera Timur oleh Jacobus Neinhuys pada tahun 1863, untuk memperlancar aktivas produksi di perkebunan para pekerja sengaja didatangkan dari luar Sumatera Timur karena penduduk setempat tidak mau bekerja dengan pihak pengusaha asing. Bersamaan dengan pesatnya pembukaan lahan baru untuk perkebunan tembakau, tahun 1890-1920 adalah era dimana masuknya gelombang kuli untuk bekerja di perkebunan tembakau swasta milik Belanda datang secara besar- besaran. Para kuli yang disebut kuli kontrak adalah kebanyakan dari Jawa. Kebanyakan dari mereka tertipu oleh bujukan para agen pencari kerja yang mengatakan kepada mereka bahwa Deli adalah tempat dimana pohon yang berdaun uang metafor dari tembakau. 19 19 Deli memang menjadi koloni Belanda yang paling menonjol di Sumatera Timur dan disebut sebagai Het Dollar Landsch. Ini menunjukkan bahwa mampun menghasilkan jutaan gulden keuntungan. Lihat Alexander Avan, Parijs van Soematra, Reinmaker: Medan, 2010, hlm. 43. Dijanjikan Universitas Sumatera Utara akan kaya raya namun kenyataannya mereka dijadikan budak. Selama puluhan tahun mereka menjalani kehidupan yang sangat tidak manusiawi, upah yang sangat rendah, perlakuan kasar majikan. Awalnya para pengusaha asing yang ada di Sumatera Timur mendatangkan para pekerja dari Cina melalui Pulau Pinang untuk dijadikan pekerja. Adanya proteksi Inggris terhadap orang-orang Cina menyebabkan penyaluran tenaga kerja Cina ke Deli menjadi terhambat. Sebagai solusinya kemudian didatangkan pekerja India. Para pekerja India ini pun diproteksi oleh Inggris, hingga akhirnya para pengusaha perkebunan mendatangkan pekerja dari Jawa untuk diperkerjakan di lahan-lahan perkebunan tembakau Deli. Semua pekerja ini diikat oleh perjanjian yang disebut dengan “Contract Koeli”. Ini lah yang mendasari penyebutan koeli kontrak pada para pekerja kebun di Sumtim. 20 Kedatangan kuli kontrak yang berasal dari Jawa dimulai pada tahun 1880, ketika pemerintah Inggris makin mempersulit tenaga kerja Cina datang ke Deli. Sementara pemerintah Inggris di India juga mengajukan berbagai persyaratan bagi pekerja Tamil yang hendak ke Deli, namun calo buruh di Penang dan Singapura tetap memasok tenaga ke Deli, dengan tipuan hendak memperkerjakan meraka ke Johor. Pada tahun 1880 merupakan awal kedatangan buruh Jawa ke Deli berjumlah 150 orang berasal Bagelen, Jawa Tengah. Pada tahun 1911 lebih dari 50.000 buruh didatangkan dari Jawa Tengah. 21 20 Ibid., hlm. 67 Jumlah ini mengalir terus, sampai akhirnya mengalahkan jumlah buruh kebun asal Cina dan Tamil. 21 Ann Stoler, op.cit., hlm. 47. Universitas Sumatera Utara Pada masa pemerintaha Belanda di Sumatera Timur, para pekerja yang didatang dari luar Sumatera Timur untuk bekerja di perkebunan disebut koeli kontrak. Istilah “koeli” itu sendiri awalnya bukan merupakan hal dipandang rendah tetapi bermakna sebagai “pengambil upah”, dari bahasa Tamil dengan ejaan Inggris: cooli yaitu orang yang mengambil upah ini menggunakan kemampuannya untuk merampungkan sesuatu pekerjaan yang diminta. Jadi sama dengan pengertian sekarang “karyawan” , hal ini dianggap rendah karena bentuk kedudukan seorang yang melakukan kerja hanya berupa pekerjaan kasar, yang hanya bekerja ketika mendapatkan perintah dari majikan untuk menyelesaikan tugas tanpa memiliki hak untuk melawan atau angkat muka. Selama pekerjaan kasar yang dilakukan oleh pekerja maka disebut dengan kuli, maka istilah yang bagaimanapun merdunya didengar akan berakibat bahwa istilah “kuli” itu sendiri turut menurun “status”-nya. 22 Pada penelitian ini lebih terfokus pada buruh-buruh perkebunan di Desa Baja Dolok yaitu Afdeling VII dan Afdeling VIII yang merupakan perkebunan kelapa sawit yang berada di bawah naungan perkebunan Dolok Sinumbah. Unit Usaha Dolok Sinumbah adalah salah satu Unit Usaha PT.Perkebunan Nusantara IV yang didirikan pada masa Pemerintahan Belanda pada tahun 1928 yang bernama “ NV.Handle Veronigging Amsterdam NV.HVA “ yang bergerak dibidang usaha Budi Daya Tanaman Kelapa sawit. Sehubungan Peraturan Pemerintah RI No.13 tahun 1959 tgl. 2 Mei 1959, semua perusahaan yang tadinya dikelola Istilah koeli kontrak, buruh maupun karyawan sebenarnya sama, hanya konteks zaman yang memiliki istilah yang berbeda. 22 Muhammad Said, Koeli Kontrak tempo Doelo: Dengan Derita dan Kemarahannya, Harian Waspada: Medan, 1990, hlm.72. Universitas Sumatera Utara oleh Pemerintah Belanda diambil alih oleh Negara termasuk kebun Dolok Sinumbah yang diberi nama Perusahaan Perkebunan Negara Baru PPN Baru eks HVA. Selama periode 1957-1960 telah terjadi beberapa perubahan penting dalam kehidupan politik yang mempengaruhi kebijaksanaan pemerintahan dalam sektor perekonomian, antara lain perubahan struktur politik dari sistem demokrasi liberal ke sistem demokrasi terpimpin. Hal ini memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perubahan kebijakan pemerintah di sektor perekonomian, yang mencakup perdagangan, perindustrian dan perkebunan yang disebut dengan Deklarasi Ekonomi. 23 Sejalan dengan deklarasi kebijaksanaan ekonomi, pemerintah memiliki dasar untuk melaksanakan usaha kepemilikan modal secara langsung, dengan jalan mengambil alih perusahaan-perusahaan swasta Belanda yang ada di Indonesia, sebagai sisa dari masa penjajahan. Proses pengambilalihan perusahaan Belanda ini berlangsung sejak Desember 1957 yang dikenal dengan proses “ Nasionalisasi” perusahaan asing. Pada tahun 1960 Badan Pimpinan Umum BPU, yang mengelola perusahaan- perusahaan negara secara sektoral, misalnya perdagangan, perkebunan dan industri. Perlu dipahami bahwa bekas perusahaan perkebunan swasta Belanda yang diambil alih oleh pemerintah tanggal 10 Desember 1957, tidak digabungkan dalam PPN yang sebelumnya sudah ada, tetapi digabungkan ke dalam organisasi pengelolahan perusahaan negara yang 23 Isi deklarasi tersebut adalah:1 negara mengkordinasikan dan mengatur semua kegitan sektor perekonomian Indonesia. Negara akan mengatur perencanaan dan pengawasan terhadap distribusi kredit, produksi dan investasi. 2 Penghancuran sisa imperialisme, dan penempatan modal asing untuk kepentingan kehidupan sosial dan ekonomi. 3 Penggantian ekonomi ekspor impor kolonial dengan sistem ekonomi yang lebih mampu mencukupi kebutuhan sendiri, dan melakukan industialisasi. Lihat Sartono Kartodirjo dan Djoko Suryo, Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian Sosial-Ekonomi, Aditya Media: Yogyakarta,1991, hlm. 174. Universitas Sumatera Utara dibentuk baru, yaitu PPN Baru Pusat. Dengan dibentuknya PPN Baru, maka PPN yang telah ada sebelumnya disebut PPN Lama. Pada Agustus 1960 Perkebunan Dolok Sinumbah masuk ke dalam PPN Baru yang merupakan bekas perkebunan HVA dan pada tahun yang sama struktur organisasi PPN baru disempurnakan dengan pembagian rayon, dan Pre-unit dalam setiap rayonnya. Unit-unit perusahaan menurut P.P No. 141 sd 175 tahun 1961, dijadikan kesatuan-kesatuan perusahaan negara yang bertugas menyelenggarakan kegiatan di bidang produksi. Sementara itu PPN Lama dan PPN Baru Pusat digabungkan menjadi Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perusahaan Negara BPU-PPN. Sejak saat itu, PPN Lama Dan PPN Baru lebur menjadi PPN Kesatuan, yang terbagi dalam berbagai unit kerja perkebunan. Adapun unit kerja perkebunan itu adalah Unit Aceh, Unit Sumatera Utara 1 sd X, Unit Sumatera Selatan I sd II, Unit Jawa Barat I sd VI, Unit Jawa Tengah I sd V, Unit Jawa Timur I sd X, PPN Perintis, dan Unit Penelitian. 24 Kemudian Kebun Dolok Sinumbah masuk kedalam Perusahaan Perkebunan Persatuan Sumut III dalam jenis komoditi yang sama yaitu kelapa sawit. Tahun 1973 terjadi lagi reorganisasi didalam lingkungan Perusahaan Persatuan Sumut III dan Kebun Dolok Sinumbah masuk kedalam Perusahaan Negara Perkebunan VII PNP VII dimana Kebun Dolok Sinumbah diperluas menjadi 2 rayon yaitu Rayon 1 yang terdiri dari Afdeling I – VIII 24 Ibid., hlm.176. Universitas Sumatera Utara masuk ke dalam Kebun Dolok Sinumbah, Rayon 2 yang terdiri dari Afdeling IX – X masuk kedalam eks Kebun Tonduhan. 25 Pergeseran dalam politik nasional Indonesia, telah mengubah ulang prospek ekonomi industri perkebunan dan juga prospek dari berbagai kelompok sosial yang menggantungkan mata pencahariannya secara langsung. Pengambilalihan perkebunan milik Belanda menjadi milik Indonesia atau yang dikenal dengan “Nasionalisasi” pada tahun 1957 juga membawa perubahan, termasuk di dalamnya hierarki perkebunan dan kehidupan para buruh di perkebunan dan buruh tetap berada pada kelas terbawah. Dalam hal ini, struktur formal hierarki mempertahankan sebagian besar dari bentuk permukaan struktur hierarki kolonial. Bentuk yang ada samapada zaman Belanda seperti ketua administrasi perkebunan ADM, pengurus sistem umum asisten kepala, ASKEP, pengawas asisten yang diberi tugas mengepalai divisi khusus penanaman, pegawai kantor krani, teknisi, mandor yang mengepalai pada tiap blok di dalam tiap divisi dan akhirnya para buruh perkebunan yang bertanggung jawab kepada para mandor. Ketika Belanda masih berkuasa di Sumatera Timur dan memiliki kuasa di perkebunan, penggolongan hierarki status begitu terlihat jelas. Sedangkan para kuli kontrak yang menjadi pekerja adalah kaum-kaum yang diperlakukan secara tidak adil dan berada pada kelas yang sangat rendah. Pada saat itu yang telihat sangat mencolok adalah bahwa pekerja di perkebunan merupakan komunitas heterogen yang terdiri dari berbagai etnis. Sehingga pembagian kerja diperkebunan dilakukan atas dasar etnisitas. Orang Jawa biasanya 25 http:ptpn4.co.id yang diunduh pada 18 Februari 2013 pukul 21:49 WIB. Universitas Sumatera Utara dipekerjakan untuk menyiapkan lahan dan melaksanakan pekerjaan lain di ladang yang tidak memerlukan keahlian dan diawasi oleh seorang mandor. Orang India bekerja melakukan penggalian lubang bangunan, orang Melayu untuk transportasi dan orang Cina melakukan pekerjaan di kebun seperti orang Jawa. Hingga nasionalisasi perkebunan-perkebunan asing namun para pekerja di perkebunan-perkebunan masih memperkerjakan orang Jawa yang merupak keturunan-keturunan kuli kontrak.

3.2 Upah, Utang, dan Jaminan Kerja bagi Buruh di Perkebunan