baru, karena hidup akan semakin sulit jika mereka harus keluar ke desa lain. Diterima atau tidak sebagai orang eks-PKI mereka tetap memilih tinggal di wilayah perkampungan karena
mereka memiliki tanah yang sebelum tahun 1973 sudah dibeli, namun tidak semua buruh mampu membeli tanah
80
4.3 Perpindahan Buruh dari Pondok Perkebunan ke Wilayah Perkampungan
Gerak mobilitas penduduk merupakan variabel yang menentukan persebaran penduduk di muka bumi. Gerak penduduk nasional atau gerak penduduk internal
mempengaruhi persebaran penduduk antara wilayah-wilayah dari suatu negara. Perhatian terhadap fenomena ini di Indonesia semakin meningkat, hal itu diberikan pada gerak
penduduk di pedesaan.
81
Perpindahan penduduk dari pondok perkebunan mempengaruhi komposisi penduduk di wilayah perkampungan, tetapi tidak terlalu berdampak pada jumlah penduduk di Desa
Baja Dolok karena pondok perkebunan ini termasuk ke dalam wilayah administrasi Desa Baja Dolok. Pertambahan penduduk terjadi ketika pihak perkebunan mendatangkan pekerja
di luar wilayah Desa Baja Dolok.
82
Para buruh eks-PKI yang dipecat oleh pihak perkebuanan secara terpaksa harus meninggalkan pondok perkebunan dan untuk tetap melanjutkan hidup mereka melakukan
perpindahan ke wilayah yang dianggap lebih aman dan memberikan kesempatan hidup baru
80
Ibid.,
81
Kartomo Wirosuharjo,dkk, Kebijaksanaan kependudukan dan Ketenagakerjaan di Indonesia, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, 1986, hlm. 250.
82
Pekerja yang didatangkan oleh pihak perkebunan berasal dari perkebunan Balimbingan, Marihat dan Sidamanik.
Universitas Sumatera Utara
yang lebih baik. Para buruh memasuki wilayah perkampungan Desa Baja Dolok dan melakukan peralihan mata pencarian sebagai petani. Sebanyak 97 orang dikeluarkan dari
pondok perkebunan Afdeling VII dan Afdeling VIII dan memasuki wilayah perkampungan Desa Baja Dolok.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi buruh perkebunan eks-PKI ini untuk memilih wilayah perkampungan di Desa Baja Dolok yaitu:
a. Faktor Keluarga
Adanya ikatan keluarga antara buruh perkebunan dengan penduduk di wilayah perkampungan seperti orang tua, mertua, kakak, ataupun paman membuat mereka memilih
untuk pindah ke wilayah perkampungan di Desa Baja Dolok, dan bukan ke desa lain. Keluarga merupakan orang terdekat yang memiliki hubungan darah, keluarga di wilayah
perkampungan bisa menerima buruh untuk tinggal bersama mereka dan memberikan atau menyewakan lahan pertanian . Dalam masyarakat Jawa dikenal istilah mangan ora mangan
ngumpul sehingga para keluarga dari buruh eks-PKI ini dapat menerima dengan lapang dada saudara atau juga keturunan mereka yang dikeluarkan dari pondok-pondok perkebunan.
b. Faktor geografis
Faktor geogarafis ini berkaitan dengan letak desa Baja Dolok berdekatan dengan pondok perkebunan dan ibu kota Kecamatan Tanah Jawa, yang dapat ditempuh dengan
berjalan kaki. Sekitar tahun 1970-an masyarakat desa memperoleh bahan-bahan pokok kebutuhan sehari-hari di pekan yang letaknya di ibukota kecamatan. Kesuburan dan luas
Universitas Sumatera Utara
tanah di wilayah perkempungan juga sangat mendukung para buruh eks-PKI ini menjadi petani.
c. Faktor Ekonomi
Letak wilayah perkebunan tempat mereka bekerja sebagi buruh perkebunan berdekatan dengan wilayah perkampungan di Desa Baja Dolok sehingga biaya mereka untuk
pindah bisa dikatakan murah. Didukung tanah wilayah perkampungan ini masih banyak berbentuk semak belukar yang ditumbuhi pohon-pohon besar sehingga harganya masih
relatif murah dan dapat dijangkau dengan uang pesangon yang dimiliki mereka ketika keluar dari perkebunan.
d. Faktor Sosial Budaya
Berasal dari suku bangsa yang sama yaitu suku Jawa mendukung mereka untuk memilih wilayah perkampungan Desa Baja Dolok sebagai tempat untuk menetap setelah
keluar dari pondok-pondok perkebunan. Kesamaan adat istiadat, budaya dan tradisi memiliki anggapan bahwa mereka diterima dengan tangan terbuka oleh masyarakat Desa Baja Dolok.
Bahkan sebelum keluar dari pondok perkebunan, para buruh sudah saling berinteraksi dengan penduduk di wilayah perkampungan.
e. Persamaan Nasib
Orang-orang yang telah menyandang eks-PKI pada masa Orde Baru sulit sekali mendapatkan pengakuan bahkan diterima oleh masyarakat karena adanya stigma bahwa
orang-orang PKI merupakan penghianat negara, tidak punya etika bahkan dianggap tidak
Universitas Sumatera Utara
beragama. Namun berbeda dengan buruh eks-PKI di Desa Baja Dolok, mereka memilih wilayah perkampungan dan mampu diterima oleh masyarakat perkampungan tidak semua
bisa menerima kehadiran buruh eks-PKI ke wilayah perkampungan karena adanya kesamaan bahwa hampir seluruh masyarakat di wilayah perkampungan memiliki mata pencahariian
sebagai petani pernah memiliki hubungan dengan PKI yaitu pernah bergabung dengan BTI dan Pemuda Rakyat. Sehingga dengan sama-sama menyandang status eks-PKI mereka
mampu menerima satu sama lainya.
83
Kelima faktor tersebut menyebabkan buruh eks-PKI memilih untuk menetap di wilayah perkampungan sebagai tempat tinggal baru mereka setelah keluar dari pondok
perkebunan. Berawal dengan mencari tempat tinggal kemudian para buruh tetap bertahan di Desa Baja Dolok dengan beralih mata pencaharian menjadi petani didukung dengan
kepemilikan tanah di wilayah peerkampungan.
83
Wawancara dengan Ngadiran pada tanggal 12 Februari 2013 di Huta III Baja Dolok dan wawancara dengan Ngadikan pada tanggal 11 Juni 2013 di Huta III Baja Dolok.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KEHIDUPAN BURUH EKS-PKI MENJADI PETANI
Setelah keluar dari pondok perkebunan dan memilih untuk menetap di wilayah perkampungan, para buruh eks-PKI mulai menempati tanah-tanah yang telah mereka beli
sebelum keluar dari pondok perkebunan untuk dijadikan tempat untuk memulai kehidupan baru mereka. Awalnya para buruh eks-PKI memilih wilayah perkampungan hanya sebagai
tempat tinggal namun dengan memiliki lahan-lahan pertanian mereka memilih untuk mengolah lahannya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka selanjutnya. Dengan demikian
mereka secara tidak menyadari bahwa dengan beralih mata pencaharian sebagai petani status sosial mereka lebih tinggi dibandingkan dengan buruh.
5.1 Sistem Kepemilikan Tanah