Lanjutan Tingkat Pertama SLTP dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SLTA tidak ada di desa ini.
Sarana Kesehatan seperti Pusat Kesehatan Masyrakat Puskesmas juga tidak ada di Desa Baja Dolok. Alasan pemerintah tidak membangun Puskesmas di desa ini karena letak
desa berdekatan dengan ibu kota kecamatan, sehingga jika berobat ke Puskesmas yang ada di Kecamatan. Ketika melakukan Posyandu, penduduk melakukannya di Balai desa.
Koperasi Unit Desa KUD sudah dibangun pada tahun 1970-an oleh pemerintah. KUD ini berfungsi untuk menyediakan kebutuhan pertanian masyarakat desa. Namun pada awal
tahun 1990-an KUD ini tidak lagi berfungsi dengan baik. Karena masyarakat lebih banyak yang menjual hasil panennya kepada agen dan tauke, begitu juga untuk pemenuhan
kebutuhan sehari-hari sudah banyak penduduk yang mulai membuka warung-warung yang menyediakan kebutuhan sehari-hari.
2.2 Sejarah Desa Baja Dolok
Mengenai sejarah Desa Baja Dolok belum ada sumber-sumber tertulis yang menyatakan tetantang bagaimana asal-muasal desa ini. Sejarah desa ini diketahui hanya
melalui cerita-cerita masyarakat desa yang diperoleh secara turun-temurun. Sebelum dihuni para kuli kontrak Jawa dari perkebunan Simalungun, wilayah ini telah berdiri sebuah
kerajaan Batak yang bernama Parpagaran oleh Datuk Urung Tuan Banua yang bermarga Sinaga dibantu oleh Panglima Sibungkuk dan Tuan Joreng. Datuk Urung Tuan Banua
membangun istana di wilayah yang sekarang masuk ke Dusun II, kemudian istana dipindahkan ke daerah Jambi-Jambi oleh Raja hingga sistem kerajaan berakhir. Pemindahan
Universitas Sumatera Utara
istana Parpagaran ini didukung dengan letak wilayah Jambi-Jambi yang lebih strategis.
12
Sekitar tahun 1920-an wilayah kerajaan Parpagaran mulai di huni oleh orang Jawa yang berasal dari perkebunan Simalungun.
Bekas istana yang ditinggalkan oleh Tuan Banua dikelilingi oleh hutan dan hanya dihuni oleh beberapa suku Batak yang masih mau tinggal diwilayah tersebut.
13
Setelah agresi Militer Belanda II berakhir, jumlah penduduk Jawa semakin bertambah karena banyak pondok-pondok perkebunan di Simalungun dibakar oleh para pekerja dengan
alasan agar tidak diduduki kembali oleh Belanda. Para buruh-buruh yang menetap di pondok perkebunan memilih mengungsi di wilayah perkampungan. Semakin hari semakin banyak
penduduk dari pemukiman liar yang ada di wilayah perkebunan pindah ke wilayah ini. Kuli kontrak Jawa pertama yang membuka
hutan di wilayah kerajaan Parpagaran adalah Kramayuda setelah mendapat persetujuan dari Tuan Banua, kemudian diikuti oleh kuli kontrak Jawa lainnya. Kebanyakan dari mereka
adalah kuli kontrak yang telah habis masa kontraknya dengan pihak perkebunan. Mereka memilih untuk tetap menetap di Sumatera dibandingkan harus kembali ke Jawa dan mulai
membuka hutan untuk tempat tinggal dan lahan pertanian.
Kedatangan mantan kuli kontrak Jawa dari perkebunan yang berlangsung secara terus menerus menyebabkan populasi orang Jawa lebih banyak dibanding dengan orang Batak.
Setelah sistem kerajaan telah lenyap maka kepemimpinan Batak mulai digantikan dengan
12
Wawancara dengan Riduan Sinaga pada tanggal 21 Juni 2013 di Huta I Baliju.
13
Menjelang 1920-an hampir sepertiga orang Jawa yang bertempat tinggal di perkebunan Simalungun mulai menetap di luar perkebunan. Setidaknya separuh dari mereka telah menjadi bagian dari proletariat kota di
pusat-pusat perdagangan dan administrasi Medan, Pematang Siantar, Tebing Tinggi dan Kisaran yang sedang tumbuh cepat. Meraka yang tidak tinggal di pusat-pusat perkotaan telah membentuk sebuah sub kelas baru di
wilayah pedalaman dengan bermukim di desa-desa Melayu di atas tanah “pinjaman” sebagai penumpang. Mereka melakukan pekerjaan pertanian sebagai imbalan untuk memperoleh upah dan hak pakai atas petak-petak
tanah di desa. Lihat Ann Stoler, op.cit., hlm. 57.
Universitas Sumatera Utara
orang Jawa. Karena mayoritas penduduk yang menghuni di wilayah ini adalah suku Jawa maka daerah ini di kenal dengan kampung Jawa. Setelah tahun 1966 penggunaan desa baru
ditetapkan dengan nama Baja Dolok yang merupakan gabungan dari Afdelling VIII, Kampung Jawa, Kampung Banua, Kampung Balimbingan dan Afdeling VII.
14
Mengenai pemberian nama Baja Dolok sendiri ada dua versi. Pertama, nama Baja Dolok diambil karena wilayah desa Baja Dolok yang diapit oleh dua perkebunan yaitu
perkebunan Bah Jambi dan perkebunan Dolok Sinumbah. “Baja” yang berarti perkebunan Bah Jambi. “Dolok” yang berarti Perkebunan Dolok Sinumbah. Kedua, nama Baja Dolok
diambil dari nama-nama dusun yaitu “Ba” yang berarti Banua dan Balimbingan yaitu kampung Banua dan kampung Balimbingan, “Ja” yang berarti Jawa dan yang dimaksud
kampung Jawa dan Dolok yaitu Dolok Sinumbah, hal ini berkaitan dengan dua dusun yang masuk ke dalam wilayah perkebunan Dolok Sinumbah yaitu Afdeling VII dan Afdeling
VIII.
15
Penggabungan lima wilayah ini merupakan titik awal pembangunan desa yang dimulai dengan pembangunan balai desa, kantor kepala desa, irigasi, pembangunan sekolah dasar,
jembatan, tempat ibadah seperti mesjid dan gereja, serta pembangunan jalan desa. Namun sesuai dengan peraturan pemerintah pada Desember 2000 Desa Baja Dolok mengalami
pemekaran daerah menjadi dua desa yaitu Desa Baja Dolok dan Desa Baliju. Desa Baja Dolok dengan wilayah kampung Jawa dan Afdelling VIII yang selanjutnya dibagi ke dalam
empat dusun dan Desa Baliju yang merupakan penggabungan dari Kampung Banua, Kampung Balimbingan dan Afdelling VII.
14
Wawancara dengan Muhayan pada tanggal 14 Mei 2013 di Huta II Baja Dolok.
15
Wawancara dengan Pungut dan Sumarno pada tanggal 11 Mei 2013 di Huta III Baja Dolok.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Penduduk