Permbersihan Komponen-Komponen PKI di Perkebunan

Dari peristiwa pembunuhan tersebut masyarakat desa tidak mengetahui siapa sebenarnya yang harus disalahkan, apakah mereka yang membunuh atau mereka yang dibunuh dan orang-orang yang pernah bergabung dengan PKI. Tetapi pada kenyataannya orang-orang PKI yang menjadi korban diskriminasi, mereka dinyatakan sebagai penghianat bangsa, pembunuh, tidak beragama dan dikucilkan di tengah-tengah masyarakat. 61

4.2 Permbersihan Komponen-Komponen PKI di Perkebunan

Setelah peristiwa 30 September 1965, sejumlah kelompok antikomunis mendesak Soekarno agar membersihkkan Kabinet Dwikora, DPR-GR, MPRS, dan semua lembaga negara dari unsur-unsur komunis. 62 Beberapa hari kemudian gedung-gedung kantor milik PKI dan organisasi massa yang menjadi onderbouwnya seperti SARBUPRI di rusak, rumah- rumah orang PKI dan simpatisannya juga dirusak dan dihancurkan. Poster mengecam segala tindakan PKI bertebaran di mana-mana. Sejak saat itulah para aktivis dan tokoh-tokoh PKI serta onderbuownya dikejar dan ditangkap. Sentimen-sentimen antikomunis terus meningkat. Suasa ibu kota semakin meningkat, bahkan terus meluas hingga ke daerah-daerah. Rakyat didorong untuk tidak memberikan ampun kepada para pelaku yang dituduh terlibat dalam G 30 S 1965. 63 Propaganda media massa pada saat itu sangat efektif untuk menumbuhkan rasa kebencian masyarakat terhadap PKI dan organisasi yang berhaluan kiri. Pembunuhan massal menjadi pemandangan yang biasa mulai dari tinggkat desa, kecamatan, kabupaten hingga 61 Wawancara dengan Boinem pada tanggal 11 Oktober 2012 di Huta III Baja Dolok. 62 Sekretariat, op.cit., hlm. 134. 63 Amurwani Dwi, op.cit., hlm. 141. Universitas Sumatera Utara provinsi. Itulah yang terjadi di Indonesia sejak 1 Oktober 1965 sehingga dikenal dengan istilah Gestok hingga Desember 1965. Sasaran utama pembunuhan adalah kaum komunis dan mereka yang dituduh komunis. Sekitar 500.000 orang komunis telah dibunuh oleh massa karena balas dendam. Pembunuhan disebabkan tindakan spontan dari rakyat sebagai balas dendam. Angka resmi yang diberikan oleh Komisi Pencari Fakta kepada umum menyebutkan 78.500 orang mati dibunuh. Mereka yang menjadi korban adalah orang-orang yang dianggap simpatisan G 30 S dan akitis-aktivis PKI beserta anggota massalnya. Mengenai jumlah para tahanan, tidak diperoleh angka pasti. Dari hasil penelitian Fact-Finding Commission KOTI dapat diperkirakan jumlah tahanan 106.000 orang. Jumlah itu termasuk korban yan berada di Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara. 64 Jumlah tersebut terus bertambah, bahkan penangkapan dan penahan pun tetap berlangsung. Untuk melakukan pemulihan keamanan dan ketertiban, Panglima Kostrad Mayor Jendral TNI Soeharto pada 3 Oktober 1965 diberi tugas khusus oleh presiden Soekarno. Tugas itu semula adalah memulihkan keamanan dan ketertiban dari akibat-akibat peristiwa G 30 S serta mendudukan kembali kewibawaan pemerintah pada umunya, dengan jalan operasi fisik militer dan mental, termasuk melacak, mencari dan menangkkap tokoh, anggota, serta simpatisan-simpatisan PKI. 64 Ibid., hlm. 143. Universitas Sumatera Utara Implementasi dari penyelenggaraan pemulihan keamanan dan ketertiban umum dalam tata hukum tata negara disebut sebagai de politiek politionele taak van het leger, yang tugasnya antara lain mencakup tugas pokok polisi preventis dan tugas polisi represif. Tugas polisi preventif adalah mencegah dilakukannya penggangguan keamanan dan ketertiban, sedangkan tugas polisi represif adalah mencari dan menyelidiki sebab-sebab yang mengganggu keamanan dan ketertiban. Pada Maret 1966 Presiden Soekarno terpaksa menandatangani Surat Perintah Sebelas Maret Supersemar. Surat itu memberikan kekuasaan kepada Soeharto sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat yang baru diangkat untuk mengambil segala tindakan yang diangap perlu. Berdasarkan surat tersebut, Soeharto beserta komando militernya mempunyai kewenangan atas kekuasaan negara. Pada 12 Maret 1966, sehari setelah mendapatkan mandat penuh dari Pemimpin Besar Revolusi, Soeharto mengeluarkan sebuah keputusan atas nama Presiden Soekarno. Adapun keputusan itu adalah: Membubarkan Partai Komunis Indonesia, termasuk semua bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai ke daerah beserta semua organisasi yang seasasberlindungbernaung di bawahnya. Menyatakan Partai Komunis Indonesia sebagai organisasi yang terlarang diseluruh wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia. 65 Keputusan itu kemudian dikukuhkan ke dalam Ketetapan MPRS Nomor XXVMPRS1966 tanggal 5 Juli 1966. Dengan demikian, semua tatanan politik baru diletakkan di Indonesia. Dalam beberapa minggu kemudian, pembersihan-pembersihan terhadap semua unsur negara dilakukan, baik dalam bidang militer maupun birokrasi. Disamping mengeluarkan keputusan pembubaran PKI dengan mengatasnamakan Presiden 65 Ibid., hlm. 146. Universitas Sumatera Utara Soekarno, dikeluarkan pula Lampiran Keputusan PresidenPanglima Tertinggi ABRIPanglima Besar Komando Ganyang Malaysia Kogam dengan nomor 85KOGAM1996 tertanggal 31 Mei 1966. Dalam lampiran itu tercantum nama-nama organisasi yang dianggap sebagai onderbouw PKI. 66 Penangkapan-penangkapan yang dilakukan aparat keamanan kadangkala tidak dilakukan sesuai denganketentuan hukum. Banyak diantara mereka ditangkap tanpa ada surat penangkapan dari petugas. Penahanan dan penangkapan yang dilakukan secara besar-besaran sejak tahun 1965 mengkibatkan rumah-rumah tahanan atau penjara diseluruh Indonesia penuh sesak. Pemerintahan baru di bawah presiden Soeharto mencoba mengatasi masalah itu dengan berbagai cara. Diantaranya yang sangat penting adalah merancang penempatan kembali para tahanan politik di luar pulau Jawa. Proyek untuk merehabilitasi para tahanan golongan politik golongan B yang belum terselesaikan, yang terbesar di beberapa pulau seperti Buntoh di Kalimantan Tengah, Tanjung Kasau di Sumatera Utara dan Proyek Tempat Pemanfaatan Pulau Buru. 67 Para buruh perkebunan yang tergabung dalam SARBUPRI dan Gerwani juga menjadi korban dari kekuasaan rezim yang berkuasa ketika itu, mereka menjadi buron-buronan dari pihak militer yang berkuasa. Penangkapan-penagkapan diwilayah perkebunan Dolok 66 Organisasi yang menjadi onderbouw PKI tersebut adalah Barisan Tani Indonesia BTI, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia SOBSI, Pemuda Rakyat PR, Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia CGMI, Gerakan Wanita Indonesia Gerwani, Lembaga Kebudayaan Rakyat Lekra, Himpunan Sarjana Indonesia HSI, PGRI Non Vaksentral, Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia Baperki, Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia PPPI, Komunis Muda, Harapan Muda, Indonesia Muda, Perstuan Tukang Gunting Rambut Indonesia Pertugri, Angkatan Pemuda Indonesia, Pos Telegram, dan Telepon Api Postel, Barisan Berani Mati BBM, Angkatan Muda Pembangunan Indonesia AMPI, Taman Kanak-Kanak Melati, Panti Pengetahuan Rakyat, Ichwanul Muslim, Lembaga Pendidikan Indonesia LPN, Gervi Veteran, Angkatan Pemuda Pembangunan Indonesia APPI, dan Persatuan Pamong Desa Indonesia PPDI. Lihat Ibid., hlm. 147. 67 Ibid., hlm. 149. Universitas Sumatera Utara Sinumbah diberlakukan setelah 1 Oktober 1965. Mereka yang tergabung dalam organisasi SARBUPRI dan Gerwani maupun organiasi lain yang berhaluan kiri ditangkap dan ditahan. Penangkapan ini dilakukan pada dini hari ketika para buruh sedang terlelap tidur. Setiap rumah yang dihuni oleh anggota SARBUPRI maupun Gerwani digeledah, dan penghuninya yang terdaftar dalam data pencarian orang ditangkap.Penangkapan-penangkapan terus saja berlanjut mencari mereka yang menjadi orang penting dalam organisasi SARBUPRI dan Gerwani beserta anggotanya. Tidak diketahui jumlah dari mereka yang terbunuh, dipenjara, ditahan bahkan ada yang hilang mengaburkan diri. Sebagian besar pembunuhan di Sumatera terpusat pada Pesisir Timur dan khususnya diperkebunan-perkebunan di mana terdapat anggota serikat buruh yang berafiliasi dengan PKI. Pada akhir tahun 1965 diperkirakan bahwa jumlah korban yang telah dibunuh lebih dari 56.000 orang. Hal ini dilihat dari jumlah buruh sebelum ada kudeta hampir 283.000, setahun kemudian jumlah itu telah menjadi hanya 47.000 atau hanya 16 dari buruh sebelumnya. 68 Sebagai tindak lanjut dari penumpasan terhadap pelaku G 30 S dan upaya menanggulangi bahaya komunis, telah dilakukan penangkapan dan penahan para pimpinan, anggota, simpatisan dari PKI dan onderbouwnya. Maka mereka dikelompokan ke dalam tiga golongan sebagai berikut: 1. Golongan A adalah mereka yang terlibat langsung dalam pemberontakan G 30 S, baik di pusat maupun daerah. 2. Golongan B adalah para kader mereka yang telah disumpah atau mereka yang telah menjabat pengurus Ormas yang seasas dengan PKI atau mereka yang menghambat usaha penumpasan G 30 S. 68 Ann Stoler, op.cit., hlm. 283. Universitas Sumatera Utara 3. Golongan C adalah para anggota ormas yang seasas dengan PKI, atau mereka yang bersimpati atau telah terpengaruh sehingga menjadi anggota PKI, selain itu berlaku juga bagi mereka yang pernah terlibat dalam pemberontakan PKI Madiun. 69 Tindakan hukuman terhadap ketiga golongan tersebut adalah: 1. Terhadap Golongan A, Pemerintah memproses melalui sidang pengadilan. 2. Terhadap Golongan B, pemerintah melakukan pemisahan mereka dari masyarakat dengan cara mengumpulkan mereka di dalam satu tempat, dengan tujuan mengamankan mereka dari kemarahan-kemarahan rakyat dan mencegah jangan sampai mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang menghambat upaya penertiban keamanan yang dilakukan pemerintah. Pada tahun 1978 Golongan B ini seluruhnya telah dikembalikan lagi ke masyarakat. 3. Terhadap Golongan C, pemerintah memberikan bimbingan dan mereka bebas hidup di dalam masyarakat sehingga diharapkan akan menjadi warga negara yang baik. 70 Pengelompokan ini didasarkan pada daya potensialitas masing-masing golongan. Buruh perkebunan yang tergabung ke dalam organisasi SARBUPRI dan Gerwani termasuk ke dalam golongan B dan golongan C, yang termasuk ke dalam golongan B adalah orang- orang yang memiliki kedudukan pentingkelompok kader di SARBUPRI dan Gerwani seperti ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara. Sedangkan golongan C hanya bagi mereka yang ikut berpartisipasi atau menjadi anggota biasa di struktur organisasi SARBUPRI dan Gerwani. Setelah peristiwa Gestok maka buruh-buruh yang memiliki tempat di SARBUPRI Gerwani menjadi buronan pemerintah yang mendapat tugas dalam pembersihan orang-orang yang terlibat dalam organisasi terlarang. Setiap rumah digeledah berdasarkan informasi dari 69 Dinuth, op.cit., hlm. 418. 70 Sekretariat, op.cit., hlm. 165. Universitas Sumatera Utara pihak perkebunan bahwa orang tersebut memiliki kedudukan di SARBUPRI dan Gerwani maka orang tersebut diangkut dan dibawa keluar wilayah perkebunan. Bagi buruh yang hanya menjadi anggota dari SARBUPRI dan Gerwani yang dikategorikan ke dalam golongan C segera ditangkap dan dikumpulkan. Karena mendapat perlindungan dari pihak perkebunan maka mereka tidak dibawa keluar daerah perkebunan. Namun mereka harus melapor ke kantor Koramil Kecamatan Tanah Jawa setiap seminggu. Sedangkan para buruh yang tergabung dalam golongan B pada malam pengangkutan dikumpulkan di kantor koramil dan kemudian dibawa ke Raya dan selanjutnya dipindahkan ke Tanjung Kasau. 71 Di bawah pemerintahan rezim Orde Baru, semua serikat buruh dan organisasi lain yang berhaluan kiri dilarang. Di Dolok Sinumbah buruh perkebunan yang tergabung dalam SARBUPRI dan Gerwani secara sewenang dipecat dan didaftar hitamkan dari buruh perkebunan. Namun praktek tersebut tidak berlangsung dengan baik dan dapat dikatakan tidak berhasil diterapkan sama sekali. Pemecatan buruh secara besar-besaran tidak memungkin dilakukan secara bersamaan karena tenaga mereka masih sangat diperlukan dalam jalannya aktivitas perkebunan. 72 Semua buruh yang masuk SARBUPRI dan Gerwani yang tidak dibunuh atau ditahan karena termasuk golongan C yang mendapatkan perlindungan perkebunan. Buruh tetap bekerja dengan tetap mendapat stigma negatif karena pernah menjadi anggota SARBUPRI dan Gerwani yang setelah peristiwa G 30 S 1965 benar-benar mengubah kehidupan mereka. 71 Wawancara dengan Ngadiran pada tanggal 12 Februari 2013 di Dusun II Baja Dolok. 72 Ibid., Universitas Sumatera Utara Sebagai buruh yang masuk ke dalam daftar hitam tidak mampu memprotes semua perlakuan buruk yang diberikan oleh pihak perkebunan, mereka hanya bekerja sesuai dengan peraturan pihak perkebunan tanpa adanya perlawanan. Setiap hari sebelum bekerja mereka dikumpulkan dan didata satu persatu, karena kebijakan perkebunan bahwa mereka tidak harus ditahan karena tenaga mereka masih dibutuhkan dalam proses produksi di perkebunan. Para buruh harus melapor ke kantor perkebunan sebelum bekerja dan melaksanan pendalaman dan pengamalan Pancasila. 73 Kebijakan perburuhan masa Orde Baru ditandai oleh kontrol yang kuat dari pemerintah terhadap buruh, intervensi negara yang dominan dalam struktur hubungan industrial tidak melepaskan ke mekanisme pasar, serta penyelesaian konflik industrial yang cenderung mempersulit buruh. Kebijakan perburuhan yang diambil oleh Orde Baru didasari pada hubungan yang kompleks antara pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan politik. Pertimbangan ekonomi yaitu mencapai pertumbuhan ekonomi. Rezim Soeharto menerapkan strategi modernisasi difensif defensive modernisation di mana penguasa berusaha mengatur segala dan mengontrol organisasi buruh untuk mengejar pertrumbuhan ekonomi. Sementara pertimbangan politik adalah dalam rangka mencegah kembali hadirnya gerakan massa radikal yang diasosiasikan dengan PKI, lawan TNI AD, yang kemudian menjadi pilar Orde Baru. 74 73 Ibid., Kontrol yang kuat dilakukan Orde Baru dalam bidang politik untuk menghindari terjadinya kudeta-kudeta yang dilakukan oleh underbouw PKI seperti yang terjadi pada tanggal 30 September 1965, di mana pada saat itu terjadi peristiwa pembantaian yang dituduhkan PKI sebagai dalang dari pembantaian tersebut. 74 Muhtar Habibi, op.cit., hlm. 3. Universitas Sumatera Utara Setelah tahun 1972 mereka tidak lagi melapor setiap pagi karena pihak perkebunan memutuskan untuk tidak memakai orang-orang yang terlibat dalam PKI, hal ini berhubungan dengan kebijakan perkebunan baru yang dirancang untuk merasionalisasikan produksi dan mengurangi biaya buruh. Orang-orang yang tergabung dalam SARBURPI dan Gerwani di Pemutusan Hubungan Kerja PHK secara sepihak karena hubungan mereka dengan PKI. Pemecatan yang berlaku terhadap anggota SARBUPRI dan Gerwani disebut krimping. 75 PHK merupakan awal berakhirnya seorang buruh dari pekerjaan ataupun permulaan dari berakhirnya kemampuan prestasi untuk membiayai keperluan hidup sehari-hari baginya dan keluarganya. Namun demikian Intruksi Menteri Perburuhan no. 9Inst1964 tertanggal 29 September 1964 menetapkan bahwa hubungan kerja yang diputuskan dengan persetujuan buruh tetap memerlukan izin. Intruksi ini ditujukan antara lain kepada Panitia perselisihan dengan sendirinya dan tidak mengikat majikan. 76 Adanya perbedaan antara pensiun kerja bagi mereka yang telah berumur 60 tahun dengan mereka yang termasuk kedalam orang-orang yang dikrimping, orang-orang yang dikrimping hanya mendapatkan uang pensiunan tiga bulan gaji beserta catu yang biasa diberi seperti beras, minyak goreng, minyak tanah, garam,gula pasir, bubuk teh, ikan asin, kacang hijau, susu dan kain . Setelah mendapatkan uang pensiunan mereka benar-benar tidak mempunyai hubungan lagi dengan pihak perkebunan, begitu juga terhadap keturunan 75 Krimping berasal dari bahasa Belanda yang dalam bahasa Inggris adalah crimp yang berarti membatasi, menggangu dan mengurangi. Para buruh yang dikeluarkan dari pondok perkebunan karena menjadi anggota SARBUPRI atau Gerwani dengan alasan pensiun muda disebut krimpingan. Setelah keluar dari pondok perkebunan istilah krimping terdengae sangat mengirikan, karena krimping ini menandakan bahwa mereka dipecat karena ada keterkaitan dengan PKI dan pada masa Orde Baru kata PKI sangat menakutkan. 76 Halili, op.cit., hlm. 69. Universitas Sumatera Utara mereka yang tidak bisa masuk menjadi karyawan di perkebunan setelah itu. Sedangkan, uang pensiun yang didapatkan bagi buruh perkebunan yang sudah tidak produktif lagi lebih besar dan tetap mendapatkan gaji bulanan dari pihak perkebunan sampai mereka meninggal dunia. 77 Setelah ditetapkan sebagai orang yang dikrimping para buruh harus menjalani berbagai proses administrasi, berbagai surat pernyataan harus mereka tanda tangani termasuk tentang keluarga maupun keterununnya untuk tidak memiliki hubungan dengan pihak perkebunan. Para buruh harus menyelessaikan proses administrasi tersebut agar memperoleh uang pensiunan, cuti, dan uang transportasi untuk menggangkut barang-barang milik buruh. 78 Para buruh juga menjual barang-barang berharga mereka seperti sepeda, tempat tidur, lemari dan hewan ternak kepada buruh yang tidak dikrimping ataupun kepada masyarakat di Desa Baja Dolok. Hal ini bertujuan untuk mengurangi biaya transportasi pengangkutan barang-barang keluar dari pondok perkebunan dan menambah uang untuk menyambung kehidupan mereka selanjutnya. 79 Pembersihan terhadap orang-orang yang pernah memiliki hubungan dengan PKI di perkebunan menyebabkan kehidupan para buruh benar-benar berubah, tidak ada pilihan lain kecuali harus meninggalkan pondok perkebunan dan memilih untuk pindah ke wilayah baru yang mampu menerima mereka sebagai orang eks-PKI. Para buruh memilih pindah ke wilayah perkampungan yang dianggap mampu menerima mereka sebagai orang yang terlibat. Wilayah perkampungan Desa Baja Dolok menjadi tujuan utama untuk memulai kehidupan 77 Wawancara dengan Ngadiran pada tanggal 12 Februari 2013 di Dusun II Baja Dolok. 78 Ibid., 79 Wawancara dengan Suratemin pada tanggal 30 Juni 2013. Universitas Sumatera Utara baru, karena hidup akan semakin sulit jika mereka harus keluar ke desa lain. Diterima atau tidak sebagai orang eks-PKI mereka tetap memilih tinggal di wilayah perkampungan karena mereka memiliki tanah yang sebelum tahun 1973 sudah dibeli, namun tidak semua buruh mampu membeli tanah 80

4.3 Perpindahan Buruh dari Pondok Perkebunan ke Wilayah Perkampungan