Upah, Utang, dan Jaminan Kerja bagi Buruh di Perkebunan

dipekerjakan untuk menyiapkan lahan dan melaksanakan pekerjaan lain di ladang yang tidak memerlukan keahlian dan diawasi oleh seorang mandor. Orang India bekerja melakukan penggalian lubang bangunan, orang Melayu untuk transportasi dan orang Cina melakukan pekerjaan di kebun seperti orang Jawa. Hingga nasionalisasi perkebunan-perkebunan asing namun para pekerja di perkebunan-perkebunan masih memperkerjakan orang Jawa yang merupak keturunan-keturunan kuli kontrak.

3.2 Upah, Utang, dan Jaminan Kerja bagi Buruh di Perkebunan

Setelah Indonesia merdeka dan perkebunan sudah di nasionalisasikan. Penyebutan untuk kuli kontrak tidak lagi disebutkan bagi para pekerja di perkebunan. Keadaan orang Jawa sebagai buruh perkebunan secara substantif tidak banyak membawa perubahan, kecuali poenale sanctie telah dihapuskan. Kemiskinan dan ketertinggalan masih membalut kuat generasi keempat dan kelima para kuli yang telah bertukar namanya menjadi buruh atau karyawan. Meskipun perkebunan asing milik Belanda sudah dinasionalisasikan, namun kehidupan para pekerja diperkebunan masih sama seperti pada masa Belanda bahkan keadaannya dapat dikatakan semakin memburuk. Para buruh perkebunan memiliki tugas yang berbeda-beda, ada yang membuat keranjang, menanam bibit baru, menyiram bibit tanaman, memanen hingga mengangkutnya ke pabrik kelapa sawit. Mereka memulai aktifitas bekerjanya pada Universitas Sumatera Utara pukul 07.00 WIB dan selesai pada pukul 14.00 WIB sesuai dengan pekerjaan yang mereka peroleh di perkebunan, istirahat hanya diberikan waktu satu jam. 26 Memanen tanaman kelapa sawit sebelum tahun 1972 masih dilakukan dengan cara manual para pekerja harus menaiki pohon kelapa sawit dengan mengunakan sebatang pohon bambu yang setiap ruasnya diberi lubang, setelah diatas mereka harus mengaitkan tali yang ada di badan mereka dengan bambu dan batang pohon kelapa sawit. Setelah itu mereka memulai memanen, buah yang tidak selalu berdekatan membuat mereka harus memutar bambu tersebut tanpa turun terlebih dahulu. Dalam waktu satu jam para pekerja ini hanya bisa memanen satu pohon dengan jumlah buah yang dipanen ±5 tandan. 27 Setelah dipanen buah dikumpulkan disetiap beberapa pohon dengan menggunakan keranjang yang dipikul oleh pekerja ke setiap blok, setelah terkumpul maka akan diangkut oleh pekerja lain dengan menggunakan gerobak yang ditarik oleh seekor sapi menuju perlintasan kereta api pengangkut kelapa sawit yang disebut muntik. Muntik inilah yang selanjutnya membawa hasil panen dari perkebunan kelapa sawit dari Afdeling VII dan Afdeling VIII ke pabrik kelapa sawit yang ada di Dolok Sinumbah. 28 Biasanya orang bekerja untuk mendapatkan upah yang pemberiannya ditetapkan oleh kedua belah pihak dalam perjanjian kerja, seperti dalam peraturan majikan, dalam peraturan 26 Berdasarkan peraturan tertulis, para buruh memulai pekerjaan pada pukul 7.00-14.00 dengan satu jam istirahat. Namun kenyataan yang terjadi di lapangan sangat jauh berbeda, kadang kala mereka bekerja hingga pukul 15.00 atau 17.00 WIB. Wawancara dengan Ngadikan pada tanggal 16 Februari 2013 di Huta II Baja Dolok. 27 Ibid., 28 Ibid., Universitas Sumatera Utara upah atau dalam perjanjian perburuhan. 29 Masalah pengupahan pada buruh perkebunan masih saja mengadopsi cara pengupahan pada masa kolonial Belanda. Pemberian upah atau gajian dilakukan secara kontan dan berkala. Setiap buruh perkebunan mendapat upah dua kali dalam sebulan yaitu gajian besar pada awal bulan dan gajian kecil pada pertengahan bulan. Mengenai bentuk upah yang biasanya berupa uang dan barang. Jika dibayar dengan uang maka pembayaran harus dilakukan dalam alat pembayaran yang sah di Indonesia. Selain uang pekerja juga mendapatkan tambahan berupa barang keperluan sehari-hari yang disebut dengan upah-innatura atau catu. 30 Pada saat gajian besar uang yang diterima dua kali lipat dari jumlah uang yang diterima pada gajian kecil. Jika pada gajian kecil mendapatkan uang sebanyak Rp 30.000,- maka jika gajian besar mendapat Rp 60.000,- atau lebih. Selain uang juga mendapatkan catu berupa barang keperluan sehari-hari seperti beras, minyak goreng, minyak tanah, garam,gula pasir, bubuk teh, ikan asin, kacang hijau, susu dan kain. Kain diberikan setiap enam bulan sekali. Pekerja perkebunan biasanya mendapatkan jatah sebesar enam meter, istri yang ikut suami sebesar tiga meter dan tiga meter untuk setiap anak. Jumlah pembayaran upah pada gajian kecil biasanya lebih sedikit dibanding dengan gajian besar. Pada saat gajian selain mendapatkan upah berupa uang, buruh juga mendapatkan catu. 31 29 Halili Toha dan Hari Pramono, Hubungan Kerja Antara Majikan dan Buruh, Bina Aksara: Jakarta, 1987, hlm. 57. 30 Pada masa pemerintahan Belanda, perkebunan membayarkan upah pada hari-hari tertentu hari besar biasanya pada tanggal 1 dan 15 setiap bulan. Lihat Jan Breman, Menjinakkan Sang Kuli: Politik Kolonial, Tuan Kebun, dan Kuli di Sumatera Timur pada Awal Abad ke-20, Pustaka Utama Grafiti: Jakarta, 1997, hlm. 116. 31 Wawancara dengan Boini pada tanggal 17 Februari 2013 di Huta II Baja Dolok. Universitas Sumatera Utara Pemotongan upah pada saat gajian besar tidak dapat dihindarkan. Potongan tersebut mampu menghabiskan semua jumlah gaji yang diperoleh, jika sisa pun tidak mempu menompang kebutuhan hidup beberapa hari ke depannya. Upah buruh perkebunan yang sangat kecil, yang tidak sebanding dengan pekerjaan yang mereka lakukan, ditambah dengan jumlah tanggungan yang banyak membuat upah yang diperoleh tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka. 32 Tradisi utang juga diwarisi dari masa kolonial. Pada masa kolonial Belanda. Para buruh yang berasal dari Pulau Jawa mendapatkan uang panjar, sebenarnya uang panjar ini adalah utang yang kemudian hari ketika sudah bekerja di Sumatera Timur akan ditagih. Ketika di perkebunan dengan hidup yang sulit dan merebaknya perjudian 33 Tidak jauh berbeda dengan kehidupan buruh setelah dinasionalisasi. Para buruh biasanya meminjam di koperasi-koperasi yang telah disediakan di pondok perkebunan. Koperasi ini menyediakan bahan makan pokok seperti beras, minyak, gula garam dan lain- lain. Jika persedian para buruh sudah habis, maka buruh mengambil terlebih dahulu di koperasi. Pada saat gajian besar datang, utang tersebut harus dibayar ke koperasi. Seringkali sistem utang pun semakin berkembang, hal ini bertujuan untuk mengikat para kuli kontrak dengan pihak perekebunan. 32 Ibid., 33 Ketika tiba gajian besar pihak perkebunan menyediakan pertunjukan seperi wayang atau teater Cina yang bertujuan untuk menghilangkan rasa bosan bekerja di perkebunan, namun yang jauh lebih penting untuk mengurangi kebosanan adalah perjudian. Perjudian secara resmi dibatasi hanya untuk gajian besar, semula pemerintah melarang sepenuhnya aktivitas perjudian di perkebunan, tetapi kemudian pemerintah membatalkannya karena protes dari para tuan kebun. Hal ini karena menguntungkan bagi para tuan kebun. Kebiasaan ini ternyata diturunkan secara turun temurun kepada keturunan kuli kontrak selanjutnya karena dianggap menguntungkan pihak-pihak tertentu sehingga kegiatan ini terus berlangsung walaupun perkebunan telah dinasionalisasikan. Breman Op.cit., hlm 134. Universitas Sumatera Utara jumlah gaji yang diuperoleh habis untuk membayar utang. Kebiasaan ini terus berlangsung dan berkesinambungan. 34 Untuk mengikat para buruh perkebunan dengan pihak perkebunan untuk memaksimalkan hasil pekerjaan, maka pihak perkebunan menyediakan perumahan untuk tempat tinggal para buruh dan keluarganya. Tempat tinggal ini juga disesuaikan dengan pekerjaan para buruh sendiri. Para buruh biasanya tinggal di perumahan berdinding papan, atapnya terbuat dari ijuk atau daun enau yang sudah di ikat. Ini sering disebut pondok panjang yang biasanya terdiri dari enam belas rumah yang berjajar, hampir menyerupai bangsal-bangsal. 35 Keadaan perumahan ini jauh dari kata rumah yang layak huni. Karena Kondisi perumahan dan fasilitas yang tersedia pada sebuah rumah cukup berpengaruh terhadap kesehatan penghuninya. Di indonesia, sebuah rumah cukup dikatakan sehat jika: air yang dapat digunakan memenuhi syarat kesehatan, sistem pembuangan air bekas yang baik, fasilitas untuk mandi yang baik, fasilitas pembuangan tinja yang sehat, anggota sekeluarga yang sebanding dengan luasnya kamar, ventilasi yang baik dan kekuatan bangunan yang ditempati. 36 34 Wawancara dengan Boini pada tanggal 17 Februari 2013 di Huta II Baja Dolok. Bangunan rumah di pondok perkebunan di Afdeling VII dan VIII tidak memiliki jendela, fasilitas untuk mandi yang baik tidak ditemukan di perumahan yang disediakan, mereka para buruh biasanya mengambil air dari bak umum, baik air untuk kebutuhan makan minum, dan mandi. 35 Ibid., 36 Selo Sumardjan, Migrasi, Kolonialialisasi, Perubahan Sosial, Pustaka Grafika Kita: Jakarta, 1988, hlm. 88. Universitas Sumatera Utara Pada masa pemerintahan Belanda, perumahan kuli ditempatkan dalam barak yang digunakan sebagai bangsal tidur bersama dan tempat tinggal bersama yang tersiri dari 10-20 orang, berlantai tanah, berdinding papan dan beratap daun enau, tidak ada lubang angin, sehingga pengap dan kotor. Barak-barak kuli berdiri berjajar, atau berupa bujur sangkar mengelilingi lapangan yang di dalamya didirikan dapur. Untuk kakus digunakan lubang- lubang terbuka yang terbuat tidak jauh dari perumahan. 37 Jaminan tempat tinggal ini berlaku selama buruh masih memiliki ikatan kerja dengan pihak perkebunan. Perumahan ini tidak menjadi hak milik atau tempat tinggal tetap bagi para buruh perkebunan. Hal ini dikarenakan sering terjadinya perpindahan bagi para buruh ke perkebunan lain atau afdeling lain sesuai dengan kebijakan perkebunan. Sehingga perpindahan tempat tinggal para buruh di pondok perkebunan itu juga tidak dapat dihindari. Pembagian bangsal ini disesuaikan dengan etnis masing-masing. Orang Jawa bergabung dengan orang Jawa, Cina dengan Cina, India dengan India dan lain sebagainya. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan keadaan perumahan buruh perkebunan di Dolok Sinumbah, hanya saja sudah didirikan untuk setiap keluarga. Para buruh perkebunan mendapatkan sarana dan prasarana untuk mendukung pekerjaan mereka dari pihak perkebunan. Misalnya bagi orang yang bekerja mengangkut hasil perkebunan kelapa sawit yang menggunakan sapi, maka pekerja tersebut mendapatkan sapi untuk bekerja. Pengangkutan ini dilakukan dari tiap blok menuju perlintasan kereta api. Kereta api ini disebut masyarakat setempat dengan sebutan muntik. Setelah dipindahkan ke muntik hasil panen ini dibawa ke pabrik kelapa sawit yang ada di Dolok Sinumbah. 37 Breman, op.cit., hlm. 121. Universitas Sumatera Utara Sedangkan untuk pemetik panen kelapa sawit disediakan peralatan untuk memotong dan peralatan yang terbuat dari bambu yang biasanya disediakan sendiri oleh para buruh. 38 Sebelum tahun 1972 semua peralatan untuk buruh yang dari perkebunan kelapa sawit di dukung oleh peralatan yang terbuat dari bambu, seperti tangga yang digunakan untuk memanjat saat panen kelapa sawit dan skop untuk mengumpulkan kelapa sawit yang rontok dari Tandan Buah Segar TBS begitu juga keranjang untuk mengumpulkan hasil panen semuanya terbuat dari bambu. Sementara penanaman bibit kelapa sawit juga menggunakan anyaman bambu yang menyerupai pas untuk bunga. 39 Melihat keadaan tempat tinggal dan suasana kerja yang dilakukan secara tradisonal, dan alat pengaman yang sangat minim menyebabkan kecelakaan sering terjadi, hal ini seringkali dialami bagi buruh yang mendapat tugas sebagai pemanen kelapa sawit. Dengan alat yang tradisional dan pengaman yang sangat minim sehingga tidak jarang terjadi kecelakaan menyebabkan buruh mengalami kelumpuhan hingga kematian. Keadaan yang demikian sehingga diterapkanlah jaminan kesehatan untuk para buruh dan keluarganya. 40 Para buruh yang berada di Dolok Sinumbah dapat merujuk jaminan kesehatan di Rumah Sakit Balimbingan. Rumah Sakit Balimbingan adalah salah satu Unit Rumah Sakit di PTP.Nusantara IV Persero Medan selain RS.Laras dan RS.Pabatu. Didirikan pada tahun 1926 oleh HVA Belanda. Hingga saat ini bangunan dan bentuknya ± 80 masih original 38 Wawancara dengan Ngadikan pada tanggal 16 Februari 2013 diHuta II Baja Dolok 39 Ibid., 40 Ibid., Universitas Sumatera Utara bangunan Belanda, meski disebahagian fisik bangunannya telah beberapa kali dilaksanakan rehabilitasi. RS.Balimbingan adalah eks PT.Perkebunan VIII sebelum bergabung dengan PTP.Nusantara IV Persero Ruangan rawat terdiri dari 10 bangsal ditambah 1 Unit ruangan Kelas I.Kapasitas tampung berkisar sampai 400 orang pasien yang dulunya diperuntukkan bagi seluruh karyawan kebun HVA di Kabupaten Simalungun. 41 Jaminan kesehatan juga diberikan kepada para buruh diperkebunan. Ini diberlakukan ketika terjadi kecelakaan kerja, istri melahirkan serta jaminan kesehatan untuk semua anaknya. Jaminan kesehatan untuk setiap anak berlaku sebelum tahun 1972, karena setelah itu terjadi pembatasan untuk jaminan kesehatan anak. 42

3.3 Organisasi Buruh di Perkebunan