Sedangkan anak mereka yang ke-4 adalah Sufri berusia 29 tahun yang sekarang bekerja di pelayaran Malaysia. Di sana ia sudah bekerja selama enam tahun
lamanya. Sementara pendidikan terakhirnya adalah D-3 Akademi Maritim.
2.5.3. Keluarga W. Sitohang Alm F.Br. Lumban Gaol
Keluarga ini terbentuk pada tahun 1976. Pernikahan antara W. Sitohang Alm dengan F.Br. Lumban Gaol didasari karena adanya ikatan hubungan darah
keluarga, yaitu pariban. Keduanya sengaja dijodohkan oleh kedua orang tua mereka hingga akhirnya menikah di Bakkara sesuai dengan prosesi pernikahan Adat Batak
Toba. Setelah menikah mereka tinggal di Perumnas Mandala, Medan. W. Sitohang Alm berprofesi sebagai polisi, sedangkan isterinya F.Br. Lumban Gaol sebagai ibu
rumah tangga. Anak mereka yang pertama adalah R.Br. Sitohang berusia 35 tahun sudah
menikah dengan J. Sihite berusia 37 tahun yang bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan di Medan. Pernikahan mereka berlangsung di Medan sesuai dengan
prosesi pernikahan Adat Batak Toba. Saat ini mereka juga tinggal di Perumnas Mandala, Medan dan sudah memilki seorang anak bernama Amos Sihite.
Anak ke-2 bernama D. Sitohang berusia 34 tahun yang sudah menikah dengan M.Br. Siahaan. Mereka menikah pada tahun 1993 di Medan sesuai dengan prosesi
pernikahan Adat Batak Toba. Setelah menikah mereka tinggal menetap di Jakarta. D. Sitohang bekerja sebagai supir angkot dan isterinya bekerja sebagai guru. Sekarang
mereka sudah memiliki empat orang anak bernama: Mariana, Jefri, Grace, dan Leo.
Universitas Sumatera Utara
Anak ke-3 mereka bernama T. Sitohang berusia 31 tahun yang berprofesi sebagai polisi dan sudah menikah dengan Tini berusia 27 tahun beretnis Jawa dan
beragama Islam pada tahun 2004. Awal pertemuan mereka adalah akibat perjodohan dari abang Tini yang juga berprofesi sebagai polisi dan bertugas di lokasi yang sama.
Karena adanya rasa hormat terhadap senior, T. Sitohang tidak berani menolak perjodohan tersebut dan akhirnya mereka memutuskan untuk berpacaran. Lamanya
berpacaran adalah sekitar enam bulan hingga akhirnya mereka menikah. Pada saat T. Sitohang memperkenalkan Tini kepada anggota keluarga lainnya,
pada awalnya mereka tidak setuju apalagi T. Sitohang berniat untuk berpindah agama mengikuti agama isterinya. Namun Toni tetap teguh pada keputusannya dengan
alasan ketidakmungkinannya melawan senior yaitu abang dari Tini. Oleh karena itu dengan berat hati F.Br. Lumban Gaol memberi restu terhadap pernikahan mereka.
Secara agama pernikahan berlangsung sesuai dengan ajaran agama Islam dan Adat Jawa, namun seminggu setelah menikah pernikahan dilanjutkan dengan prosesi
pernikahan Adat Batak Toba. Dalam prosesi pernikahan Adat Batak Toba, seluruh anggota keluarga Tini juga menghadirinya. Sekarang Keluarga T. Sitohang Tini
tinggal di Komplek Polda Sri Gunting, Medan dan sudah memilki dua orang anak bernama Tania dan Rizky.
Anak ke-4 adalah Hendra berusia 29 tahun yang belum menikah dan tinggal bersama orang tuanya di Mandala. Ia bekerja sebagai karyawan di Perusahaan
Kedaung Tanjung Morawa. Pendidikan terakhirnya adalah D-3 urusan komputer.
Universitas Sumatera Utara
Anak ke-5 adalah A. Sitohang berusia 28 tahun yang sudah menikah dengan B.Br. Siagian berusia 25 tahun lulusan Akademi Pariwisata. Keduanya menikah pada
tahun 2011 sesuai dengan prosesi Adat Batak Toba dan bertempat tinggal di Perumnas Mandala, Medan dengan rumah tangga yang sama dengan orang tuanya.
saat ini mereka sudah memilki seorang anak yang baru berusia satu bulan.
Tabel 2.6. Komposisi Keluarga Luas Lumban Gaol Berdasarkan Beberapa Kategori
Keluarga Kategori
Jenis Kelamin
Etnis Agama
Pendidi- kan
Pekerjaan
-D.Sitohang Alm -S.Br.Lumban Gaol
alm Lk
Pr Batak
Toba Protestan
- -
Petani bawang
Petani bawang
-D.Simamora Alm
-M.Br.Sitohang -M.Lumban Gaol
-T.Br.Simamora -M.Gultom
-P.Br.Simamora -D.Simamora
-A.Br. Sitompul -Sufri Simamora
Lk
Pr Lk
Pr Lk
Pr Lk
Pr Lk
Batak Toba
Protestan SMP
SMP SMA
SMA SMA
S-1 SMA
SMA D-3
Petani bawang
Petani bawang
Petani padi Petani padi
TNI PNS
Kontraktor IRT
Pelayar
Universitas Sumatera Utara
-W.Sitohang Alm -F.Br.Lumban Gaol
-J.Sihite -R.Br.Sitohang
-D.Sitohang -M.Br.Siahaan
-T.Sitohang -Tini
-Hendra Sitohang -A.Sitohang
-B.Br.Siagian Lk
Pr Lk
Pr Lk
Pr Lk
Pr Lk
Lk Pr
Batak Toba
Jawa
Batak Toba
Protestan
Islam Islam
Protestan Protestan
Protestan SMA
SMA SMA
SMA SMA
S-1 SMA
SMA D-3
SMA D-3
Polisi IRT
Karyawan IRT
Supir PNS
Polisi IRT
Karyawan Karyawan
IRT
Sumber: Wawancara
Universitas Sumatera Utara
Adapun gambar anggota Keluarga Siahaan adalah sebagai berikut:
Gambar 2.5. Anggota Keluarga Luas Lumban Gaol
ISLAM KETERANGAN :
LAKI-LAKI KRISTEN
ISLAM
W. Sitohang Alm Br. L.
Gaol H. Simamora
Alm Br. Sitohang
T. Sitoha
ng Tini
M. L. Gaol
Br.Sima mora
Sumber: Wawancara
Keterangan: Selain menunjukkan anggota Keluarga Sihotang secara keseluruhan, gambar di atas juga memetakan anggota keluarga yang pernah
berkonflik yang dijelaskan dalam BAB III.
Universitas Sumatera Utara
III BENTUK KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA LIMA KELUARGA
LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA DI JALAN GALANG KECAMATAN LUBUK PAKAM
Simanjuntak 2005:120 mengatakan bahwa arti dari perkawinan Batak tidak hanya menyangkut perkawinan antar seorang laki-laki dengan seorang anak gadis
atau hanya merupakan hak istimewa kedua orang tua dari kedua belah pihak. Namun pernikahan itu adalah tanggung jawab seluruh anggota keluarga dan seluruh
penduduk huta kawan sekampung di mana pesta itu diselenggarakan. Bahkan juga merupakan seluruh tanggung jawab moral seluruh undangan yang hadir pada saat
pesta sedang berlangsung. Adanya penyatuan dua hubungan keluarga inti menjadi sebuah keluarga luas
memang mengalami konflik ataupun integrasi, apalagi jika hubungan keluarga didampingi dengan perbedaan agama yang dianut oleh masing-masing anggota
keluarga. Masing-masing agama yang dianut oleh setiap anggota keluarga tentu saja memiliki ajaran agama yang berbeda-beda. Ajaran inilah yang dapat membedakan
pola pikir dan tingkah laku masing-masing anggota keluarga, sebagai akibatnya akan timbul konflik dan integrasi ketika mereka sedang melakukan interaksi secara
langsung maupun tidak langsung.
Universitas Sumatera Utara
3.1. KONFLIK ANGGOTA LIMA KELUARGA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA DI JALAN GALANG
KECAMATAN LUBUK PAKAM
Perbedaan agama dalam anggota keluarga luas Batak Toba yang menganut agama berbeda di Jalan Galang, Kecamatan Lubuk Pakam memunculkan berbagai
macam konflik. Konflik yang terjadi di dalam keluarga ini dapat dilihat dalam 3 aspek yang berbeda, yaitu hal-hal yang menyangkut informasi, menyangkut sumber
daya, dan menyangkut kepentingan atau kebutuhan. Berikut ini adalah konflik yang terjadi dalam anggota lima keluarga luas di Jalan Galang, Kecamatan Lubuk Pakam.
3.1.1.
Kurangnya informasi yang cukup antar masing-masing anggota keluarga tentang sebuah permasalahan menimbulkan kesalahpahaman yang berujung menjadi
sebuah konflik. Permasalahan yang demikian biasanya selalu diikutsertakan dengan pihak-pihak ketiga yang tidak termasuk ke dalam pihak-pihak yang berkonflik. Hal
inilah yang menyebabkan keadaan semakin keruh, karena pihak ketiga biasanya akan
Konflik Menyangkut Informasi dalam Keluarga Siahaan, Keluarga Nadapdap, dan Keluarga Pandiangan
Konflik muncul akibat hilangnya komunikasi antar pihak-pihak yang berkonflik. Konflik ini terjadi karena adanya perkataan dari mulut ke mulut dan
diterima oleh pihak yang berkonflik begitu saja tanpa menimbang dan memperhatikan perkataan yang disampaikan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini pihak-
pihak yang berkonflik tidak memiliki informasi yang cukup, atau bahkan tidak memiliki informasi yang sama tentang sebuah situasi yang benar. Akibatnya kedua
belah pihak yang berkonflik akan saling salah paham dan menumbuhkan rasa dendam satu sama lain.
Universitas Sumatera Utara
menceritakan hal-hal yang bersifat negatif tentang pihak yang pertama ketika ia berhadapan dengan pihak yang kedua. Demikian juga sebaliknya, jika pihak ketiga
sedang berhadapan dengan pihak pertama maka ia akan menceritakan hal-hal yang bersifat negatif tentang pihak kedua.
Kurangnya informasi tentang sebuah permasalahan tidak hanya terjadi dalam hubungan timbal balik antara inang simatua dengan parumaen serta antar sesama eda.
Keadaan yang sama juga dialami oleh anggota keluarga lainnya. Bisa saja kejadian yang sama dialami oleh bapak ibu dengan anak, angkang boru baoa kakak
perempuan laki-laki dengan anggi boru anggi baoa adik perempuan laki-laki, ito dohot iboto saudara perempuan laki-laki, serta sesama lae saudara ipar laki-laki
bahkan antar sepupu laki-laki perempuan. Biasanya konflik antar sepupu laki-laki perempuan sangat jarang ditemukan.
Konflik ini biasanya akan terjadi jika hubungan kedua orang tua mereka juga sedang dalam keadaan tidak baik. Dalam keadaan yang seperi ini masing-masing anak akan
membela orang tua masing-masing sehingga menimbulkan jarak sosial diantara mereka. Namun hal ini tidak begitu tampak, karena biasanya opung kakek nenek
akan mempersatukan mereka kembali ketika sedang berkumpul. Sama halnya dengan konflik yang terjadi dalam anggota keluarga luas Batak
Toba yang anggotanya menganut agama berbeda di Jalan Galang, Lubuk Pakam. Kurangnya informasi yang cukup antar masing-masing anggota keluarga tentang
sebuah permasalahan menimbulkan kesalahpahaman yang berujung menjadi sebuah
Universitas Sumatera Utara
konflik. Permasalahan yang demikian biasanya selalu diikutsertakan dengan pihak- pihak ketiga yang tidak termasuk ke dalam pihak-pihak yang berkonflik. Hal inilah
yang menyebabkan keadaan semakin keruh, karena pihak ketiga biasanya akan menceritakan hal-hal yang bersifat negatif tentang pihak yang pertama ketika ia
berhadapan dengan pihak yang kedua. Demikian juga sebaliknya, jika pihak ketiga sedang berhadapan dengan pihak pertama maka ia akan menceritakan hal-hal yang
bersifat negatif tentang pihak kedua. Konflik menyangkut informasi ini sering terjadi pada anggota keluarga luas
yang rumahnya berjarak relatif dekat. Artinya konflik yang demikian sangat jarang ditemukan pada anggota keluarga luas yang rumahnya memiliki jarak yang jauh. Hal
ini disebabkan karena frekuensi untuk saling bertatap muka antar sesama anggota keluarga yang jaraknya lebih dekat lebih sering jika dibandingkan dengan anggota
keluarga yang memiliki jarak jauh. Seiring dengan seringnya mereka bertatap muka, maka dalam kesempatan tersebut mereka mengadakan komunikasi yang mungkin saja
saling membicarakan anggota keluarga lainnya. Dalam pembicaraan ini tidak hanya sesama anggota keluarga yang dekat saja yang dijadikan topik, bahkan anggota
keluarga yang jauh atau sama sekali tidak terkait dengan sebuah permasalahan yang menjadi topik. Akibatnya anggota keluarga yang memiliki jarak yang jauh dengan
mereka bisa menjadi pihak yang berkaitan dengan konflik yang terjadi di masa yang
akan datang.
Konflik yang menyangkut informasi dengan faktor jarak rumah yang dekat juga terjadi di tengah-tengah keluarga ini. Konflik ini terjadi karena adanya
Universitas Sumatera Utara
komunikasi kurang sempurna antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain. Konflik ini terjadi antara K. Siahaan Alm I.Br. Nasution dengan L. Siahaan U.Br.
Panjaitan. Kedua keluarga ini adalah keluarga yang sama-sama terlibat dengan kepolisian akibat pengedaran ganja. Pada awalnya ganja dijual oleh keluarga K.
Siahaan Alm I.Br. Nasution sebelum meninggal. Usaha penjualan ini mendapatkan banyak keuntungan, sehingga taraf kehidupan mereka meningkat secara derastis.
Perubahan ekonomi yang meningkat secara derastis ini mengundang banyak perhatian dan pertanyaan bagi keluarga L. Siahaan U.Br. Panjaitan. Mereka
mempertanyakan bagaimana mungkin keadaan ekonomi berubah secara derastis
dengan sumber penghasilan dari penjualan ikan laut kecil-kecilan.
Pertanyaan yang membuat mereka penasaran semakin menjadi saja hingga pada akhirnya mereka menanyakan langsung kepada keluarga K. Siahaan Alm I.Br.
Nasution dan langsung mendapat jawabannya. Jawabannya adalah bermula dari hasil penjualan ganja yang semakin lama mendapatkan pelanggan yang banyak. Tanpa
berpikir panjang keluarga L. Siahaan U.Br. Panjaitan ikut berperan sebagai agen ganja.
Selanjutnya I.Br. Nasution juga menjelaskan dalam wawancara bahwa setelah berprofesi sebagai penjual ganja keluarga L. Siahaan U.Br. Panjaitan tidak
mengalami perkembangan yang pesat sebagaimana yang telah dialami oleh keluarga K. Siahaan Alm I.Br. Nasution. Akibatnya keluarga L. Siahaan memiliki rasa iri
dan dengki terhadap keluarga kami, yaitu abangnya sendiri,. Rasa iri dan dengki ini dilampiaskan dengan cara melaporkannya ke polisi. Tidak lama kemudian polisi
Universitas Sumatera Utara
menangkap Br. Nasution dan menahannya dipenjara selama beberapa tahun. Keadaan ini membuat K. Siahaan Alm menjadi terpukul. Akibatnya ia tidak pernah sama
sekali mengadakan komunikasi kepada keluarga adiknya tersebut dan selalu berdiam diri di rumah bersama anak-anaknya. Hal ini lah yang mengakibatkan K. Siahaan
Alm semakin terpuruk dan mulai lumpuh dan akhirnya meninggal dunia.
Konflik ini tidak berakhir sampai di situ saja. Konflik berlanjut sampai I.Br. Nasution isteri dari K. Siahaan Alm keluar dari tahanan polisi. Setelah keluar, ia
kembali melaporkan L. Siahaan adik iparnya sendiri kepada polisi sebagai pengedar ganja. Pada akhirnya L. Siahaan menjadi tahanan polisi hingga saat ini. Oleh karena
itu, hubungan keluarga luas Siahaan tidak begitu baik hingga saat ini.
Menurut I.Br. Nasution, L. Siahaan adalah pemicu utama dalam konflik ini,
hal ini tampak dari perkataannya yang menyebutkan bahwa:
“Dahulu dengan bagusnya ia bertanya sama Saya dan suami Saya tentang penghasilan melimpah mendadak yang kami
peroleh, dengan senang hati kami memberitahukan solusi terbaik, yaitu dengan menjual ganja seperti yang sedang kami
lakukan pada saat itu. Karena pada dasarnya Saya dan Suami Saya mengerti bagaimana keadaan ekonomi rumah tangga
mereka. tapi apa yang kami dapat, memberinya rejeki sama dengan menciptakan malapetaka bagi keluarga kami.”
Berdasarkan perkataan tersebut tampak bahwa I.Br. Nasution benar-benar benci dan menyesal atas bantuan berupa solusi yang ia berikan kepada Keluarga L.
Siahaan U.Br. Panjaitan. Sejak ia masuk penjara sampai suaminya meninggal dan keluarnya ia dari penjara ia tidak lagi menjalin interaksi dengan Keluarga L. Siahaan
Universitas Sumatera Utara
U.Br. Panjaitan. Hal ini didukung oleh ketiga anak-anaknya yang sudah dewasa. Noni, yaitu anak perempuan dari I.Br. Nasution mengatakan bahwa:
“Aku udah nggak punya Uda lagi, mana ada Uda yang tega membiarkan abangnya sendiri meninggal karena tekanan jiwa
melihat isterinya masuk penjara akibat perbuatan adiknya sendiri.”
Sebelum konflik terjadi, keadaan keluarga luas Siahaan ini berjalan begitu baik dalam keadaan ekonomi yang cukup sederhana. Mereka hidup dalam hubungan
integrasi keluarga yang cukup kuat. Hal ini ditampilkan pada kehidupan sehari-hari mereka juga dalam perayaan hari besar agama masing-masing. Dalam kehidupan
sehari-hari, mereka sering mengadakan kunjungan walaupun jarak rumah mereka relatif jauh. Biasanya keluarga S. Siahaan Alm E.Br. Lumban Gaol selalu
mengunjungi kedua keluarga suaminya paling tidak sekali dalam sebulan. Demikian pula sebaliknya, kedua keluarga suaminya juga sering mengunjunginya, walaupun
suaminya sudah meninggal. Sedangkan komunikasi mereka dengan keluarga saudara perempuannya juga terjalin dengan baik melalui handphone.
Konflik juga berulang proses pemakaman tersebut adalah ketika L. Siahaan ingin ikut serta dalam prosesi pemakaman. Pada saat itu, I.Br. Nasution, yaitu isteri
dari K. Siahaan Alm tidak memperbolehkan L. Siahaan untuk hadir dalam prosesi tersebut. Dalam keadaan yang demikian L. Siahaan masih tetap memaksakan diri
sehingga merubah suasana duka bercampur dengan kericuhan. Namun hal ini segera ditangani oleh masyarakat setempat dan memutuskan agar L. Siahaan tidak mengikuti
prosesi pemakaman sesuai dengan permintaan I.Br. Nasution selaku isteri dari K. Siahaan Alm.
Universitas Sumatera Utara
Dodi, yaitu anak laki-laki dari I.Br. Nasution sendiri mengaku sempat mengucapkan kata-kata kasar dalam prosesi pemakaman ayahnya. Dalam suasana
duka tersebut ia sempat menyatakan bahwa L. Siahaan adalah penyebab utama meninggalnya Ayahnya. Jadi sangat tidak layak kalau ia mengahadiri prosesi
pemakaman tersebut, karena hal tersebut hanyalah bahan tertawaan bagi Keluarga L. Siahaan U.Br. Panjaitan.
Prosesi pemakaman dilangsungkan berdasarkan ajaran agama Islam. Dalam hal ini tidak terjadi bentrokan pendapat antara masing-masing anggota keluarga yang
menganut agama berbeda, walaupun sebenarnya menurut mereka adat Batak Toba secara tidak langsung sudah terhapus dalam prosesi tersebut. Anggota keluarga yang
menganut agama Kristen cukup memahami bahwa K. Siahaan Alm sudah berpindah agama menjadi agama Islam, oleh karena itu pemilihan prosesi pemakaman
didasarkan sesuai dengan pola ajaran agama Islam. Jarak rumah yang dekat juga bukan lah sebagai acuan sebagai penyebab
terjadinya konflik, hal ini disebabkan karena jarak rumah yang jauh juga menciptakan komunikasi melalui handphone. Hal ini dibuktikan dalam konflik yang terjadi antara
Rani yang tinggal di Jakarta, D.Br.Nadapdap yang tinggal di Lubuk Pakam, dan orang tuanya E.Br. Sinaga yang tinggal di Sidikalang. Konflik yang terjadi antara
Rani dengan E.Br. Sinaga yang didampingi oleh dukungan penyampaian kata dari mulut ke mulut yang disampaikan melalui handphone mengundang konflik antara
ketiganya.
Universitas Sumatera Utara
Konflik ini bermula dari anggota keluarga Nadapdap yang tinggal di Lubuk Pakam, yaitu D.Br. Nadapdap mengaku selalu menyampaikan penilaian-penilaian
negatif tentang Eda saudara ipar perempuan yang sudah menikah dengan orang lain di Jakarta kepada ibunya yang tinggal di Sidikalang. Pengakuan ini ia katakan saat
D.Br. Nadapdap menanam buku di halaman rumahnya tepatnya di sore hari. Pada saat itu ia mengenakan kacamata dan baju berwarna cokelat muda dengan jeans pendek
berwarna hitam. Sedangkan peneliti sendiri melakukan wawancara sambil membawa interview guide, pulpen, dan sebuah catatan kecil yang sangat dibutuhkan dalam
wawancara. D.Br. Nadapdap mengakui bahwa komunikasi antara Rani dengan ibunya,
yaitu E.Br. Sinaga sudah lama tidak terjalin, hal ini disebabkan karena D.Br. Nadapdap sendiri sering menjelek-jelekkan perilaku Rani yang sudah menikah
dengan lelaki lain yang bukan anggota keluarga mereka lagi. Dalam hal ini E.Br. Sinaga tidak lagi menanyakan hal tersebut secara langsung kepada Rani, karena ia
lebih memilih percaya kepada D.Br. Nadapdap selaku anak perempuan kandungnya. Hal ini tampak dari pemaparan D.Br. Nadapdap dengan mimik wajah yang cukup
serius ketika diwawancarai, yang mengatakan bahwa: “Terus terang Saya tidak suka dengan Rani meskipun ia
adalah Eda Saya sendiri, yaitu bagian dari keluarga hula-hula Saya. Setelah ito Saya meninggal, ia menikah lagi dengan laki-
laki lain, selain itu juga ia langsung berpindah agama dan membawa seluruh keponakan Saya bersama keluarga barunya
tersebut. Padahal kan semua keponakan Saya itu adalah marga Nadapdap dan boru. Jadi ia tidak berhak
mengambilnya meskipun ia yang melahirkan.”
Universitas Sumatera Utara
Selain itu konflik antara inang simatua ibu mertua yang menganut agama Kristen dengan parumaen menantu perempuan yang menganut agama Islam, yaitu
antara E.Br. Sinaga dengan Rani. Konflik ini sudah jelas diakibatkan karena adanya perbedaan konsep agama yang sangat kontras. Konflik yang terjadi antara inang
simatua dengan parumaen dilatar belakangi karena adanya anggapan perkataan tingkah laku parumaen yang bertolak belakang dengan kesenangan ataupun
keinginan inang simatua. Demikian pula sebaliknya, tidak hanya inang simatua saja yang memiliki rasa
tidak suka atas anggapan perkataan tingkah laku dari seorang parumaen. Parumaen juga biasanya memiliki rasa tidak suka terhadap perkataan tingkah laku dari inang
simatua. Dalam kedaan yang seperti ini saja keadaan hubungan kekeluargaan sudah mulai rancu. Ditambah lagi dengan permasalahan yang diikut campuri oleh pihak
ketiga yang masih bagian dari anggota keluarga luas tersebut, misalnya eda ipar perempuan, angkang abang kakak, lae ipar laki-laki, ito saudara laki-laki
perempuan, dan anggota keluarga lainnya. Tidak hanya konflik antara inang simatua dengan parumaen saja yang sering
terjadi. Hubungan antara anggota keluarga lain seperti sesama eda ipar perempuan juga memiliki konflik yang diakibatkan karena kurangnya informasi. Latar belakang
terjadinya konflik antar sesama eda biasanya adalah sama dengan latar belakang konflik yang terjadi antara inang simatua dengan parumaen, yaitu adanya pola pikir
yang menganggap bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan sikap dan perilaku yang dilakukan oleh saudara laki-laki dari eda dirajai oleh isteri dilakukan
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan kemauan ataupun aturan dari isteri. Hal ini akan semakin memperkeruh suasana apabila semua sikap dan perilaku sangatlah bertolak-belakang dengan
kemauan ataupun kesenangan dari pihak keluarga laki-laki, yaitu inang simatua dan parumaen.
Konflik yang menyangkut informasi juga terjadi dalam anggota keluarga luas Pandiangan. Hal ini tampak dari hasil wawancara peneliti ketika melakukan
wawancara dengan Lastarulina Pandiangan, yaitu anak dari Keluarga J. Pandiangan Br. Lumban Raja. Wawancara ini dilakukan oleh peneliti di kost-nya, yaitu di Jalan
Rela, Pancing, Medan. Seminggu sebelum melakukan wawancara peneliti sudah terlebih dahulu membuat janji dengannya. Pada saat ditemui, Lastarulina sedang
asyik merapikan rak buku di kamar kost-nya. Kamarnya berukuran 3x3M, berwarna kuning gading. Kunjungan ini dilakukan sekitar pukul 15.00 WIB, yaitu dalam
suasana yang panas dan berkeringat. Melihat suasana yang demikian Lastarulina permisi keluar sebentar untuk membeli es batu dan minuman serbuk sachet dan
menyatukan keduanya serta menyuguhkannya kepada peneliti di dalam sebuah cangkir plastik berwarna hijau daun.
Sambil menikmati minuman serbuk yang sudah dicairkan dan didinginkan, peneliti berwawancara dengan Lastarulina. Di dalam wawancara ia mengatakan
bahwa munculnya jarak sosial antara orang tuanya, yaitu Keluarga J. Pandiangan T.Br. Lumban Raja dengan dua keluarga inti lainnya, yaitu Keluarga B. Pandiangan
Santi dan Anwar N.Br. Pandiangan setelah lebih memilih tinggal di rumah orangtuanya tanpa memberikan penjelasan. Dalam situasi yang seperti ini, Keluarga
Universitas Sumatera Utara
J. Pandiangan T.Br. Lumban Raja tidak menanyakan penyebab yang pasti secara langsung, demikian pula sebaliknya Keluarga B. Pandiangan Santi dan Anwar N.Br.
Pandiangan tidak memberikan alasan. Akibatnya masing-masing anggota keluarga tidak saling memahami permasalahan yang muncul karena kurangnya informasi antar
pihak yang bersangkutan. Penjelasan tersebut juga didukung oleh pernyataan dari T.Br. Lumban Raja
dengan mimik wajah marah dan serius dalam wawancara selanjutnya di rumahnya, di Jalan Galang, Lubuk Pakam, yang mengatakan bahwa:
“Songon dia ma dang haccit roha dibahen angka anggi baoa anggi boru dohot eda amangbao niba on. Ise sahat sian
pangarantoanna sempat do di jabu nami satokkin, alai dang olo modom di jabu gabe tu jabu ni inang do lao sude dohot
angka gelleng na.”
Pernyataan tersebut mengartikan bahwa “Bagaimana Saya tidak sakit hati atas perbuatan adik ipar laki-laki perempuan Saya ini. Setelah sampai dari perantauan,
mereka masih singgah, namun tidak mau tidur di rumah, justru lebih memilih tidur di rumah mertua Saya bersama dengan anak-anaknya. Melalui perkataan tersebut
tampak jelas menggambarkan bahwa T.Br. Lumban Raja tidak suka dengan perbuatan adik ipar laki-laki perempuannya tersebut. Akibatnya ia mulai menjaga
jarak dengan adik iparnya tersebut. Berikut adalah pemetaan rumah Keluarga J. Pandiangan T.Br. Lumban Raja dengan orang tuanya:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.1. Jarak Rumah J. Pandiangan dengan Orang tuanya di Lubuk Pakam
Orang Tua
J. Pandiang
an Br. Lumban
Raja
Kristen Islam
Sumber: Observasi
Pada umumnya konflik yang diakibatkan karena kurangnya informasi antara anggota keluarga yang berkonflik biasanya dipengaruhi oleh interaksi yang terjadi
secara langsung. Interaksi yang sering dilakukan akan memunculkan sikap dan perilaku khas yang mungkin saja sangat bertolak-belakang dengan kesenangan antar
anggota keluarga. Akibatnya mereka akan saling menjelek-jelekkan satu sama lain. Salah satu fenomena yang paling sering terjadi adalah konflik antara inang
simatua ibu mertua yang menganut agama Kristen dengan parumaen menantu perempuan yang menganut agama Islam. Konflik ini sudah jelas diakibatkan karena
adanya perbedaan konsep agama yang sangat kontras. Konflik yang terjadi antara
Universitas Sumatera Utara
inang simatua dengan parumaen dilatar belakangi karena adanya anggapan perkataan tingkah laku parumaen yang bertolak belakang dengan kesenangan
ataupun keinginan inang simatua. Demikian pula sebaliknya, tidak hanya inang simatua saja yang memiliki rasa
tidak suka atas anggapan perkataan tingkah laku dari seorang parumaen. parumaen juga biasanya memiliki rasa tidak suka terhadap perkataan tingkah laku dari inang
simatua. Dalam kedaan yang seperti ini saja keadaan hubungan kekeluargaan sudah mulai rancu. Ditambah lagi dengan permasalahan yang diikut campuri oleh pihak
ketiga yang masih bagian dari anggota keluarga luas tersebut, misalnya eda ipar perempuan, angkang abang kakak, lae ipar laki-laki, ito saudara laki-laki
peremp Konflik menyangkut informasi ini biasanya sering terjadi pada anggota
keluarga luas yang rumahnya berjarak relatif dekat. Artinya konflik yang demikian sangat jarang ditemukan pada anggota keluarga luas yang rumahnya memiliki jarak
yang jauh. Hal ini disebabkan karena frekuensi untuk saling bertatap muka antar sesama anggota keluarga yang jaraknya lebih dekat lebih sering jika dibandingkan
dengan anggota keluarga yang memiliki jarak jauh. Seiring dengan seringnya mereka bertatap muka, maka dalam kesempatan tersebut mereka mengadakan komunikasi
yang mungkin saja saling membicarakan anggota keluarga lainnya. Dalam pembicaraan ini tidak hanya sesama anggota keluarga yang dekat saja yang dijadikan
topik, bahkan anggota keluarga yang jauh atau sama sekali tidak terkait dengan sebuah permasalahan yang menjadi topik. Akibatnya anggota keluarga yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
jarak yang jauh dengan mereka bisa menjadi pihak yang berkaitan dengan konflik
yang terjadi di masa yang akan datang. 3.1.2. Konflik Menyangkut Sumber Daya
dalam Keluarga Siahaan
Adapun yang dimaksud dengan konflik yang terkait dengan sumber daya adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan harta benda seperti: tanah, uang atau
benda lain yang akan diwariskan oleh orang tua kepada keturunannya ketika mereka sudah meninggal pada hari yang akan datang. Konflik yang demikian biasanya
mudah diidentifikasikan dan sering diselesaikan lewat jalan negosiasi tawar- menawar.
Konflik yang menyangkut sumber daya juga terjadi di dalam anggota keluarga luas Batak Toba yang menganut agama berbeda di Kecamatan Lubuk Pakam. Hal ini
terjadi di dalam pembagian sebuah rumah di dalam Keluarga Siahaan. Pembagian rumah di dalam keluarga ini dilakukan secara mendadak sehingga pembagiannya
tidak terkontrol dan menimbulkan konflik. Pembagian warisan yang dilakukan secara mendadak berawal dari masalah yang menimpa keluarga L. Siahaan U.Br. Panjaitan.
Adapun jalan keluar dari masalah tersebut adalah mengmpulkan sejumlah uang untuk pembebasan diri sebagai tahanan di penjara akibat pengedaran obat terlarang. Oleh
karena itu Keluarga L. Siahaan U.Br. Panjaitan segera meminta bagiannya melalui hasil penjualan rumah warisan tersebut.
Pewarisan merupakan salah satu cara seseorang untuk memperoleh kekayaan baik yang materiil maupun yang imateriil dari seseorang yang lain. Sumber daya yang
Universitas Sumatera Utara
diwariskan oleh orang tua seperti: tanah, uang, dan benda lainnya merupakan bagian penting dari sebuaah ikatan keluarga. Setiap anggota keluarga tentunya ingin segera
menerima bagian dari harta yang dimiliki oleh kedua orangtuanya. Masing-masing anggota keluarga memiliki tanggapan yang berbeda-beda tentang harta yang akan
diwariskan tersebut. Sebagian dari mereka mengartikan harta warisan adalah segalanya, yaitu hal yang layak untuk diperebutkan demi terpeliharanya kehidupan
yang lebih baik di hari yang akan datang. Namun sebagian anggota keluarga menganggap harta warisan hanyalah sebagai bagian dari kenangan yang layak diingat
jika kedua orang tua mereka sudah meninggal. Bagi anggota keluarga yang menganggap bahwa harta warisan adalah
segalanya akan melakukan apa saja untuk mendapatkan bagian yang lebih besar dari anggota keluarganya. Hal yang mereka lakukan biasanya akan dilakukan berdasarkan
kesenangan pribadi tanpa memperhatikan kesenangan anggota keluarga lainnya. Dalam keadaan yang seperti ini tentu saja pihak yang tidak senang merasa dirugikan
yang akhirnya menimbulkan konflik. Jika konflik yang terjadi merupakan jenis konflik yang biasa-biasa saja akan diselesaikan secara negosiasi dengan sesama
anggota keluarga, namun jika berada dalam suasana yang semakin keruh maka akan diselesaikan melalui hukum adat bahkan bisa sampai kepada lembaga-lembaga
formal, seperti: pengadilan. Berdasarkan bentuk susunan kemasyarakatan, yaitu dalam sistem keturunan
dan kekerabatan secara teoritis sistem keturunan dapat dibedakan dalam tiga macam, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Patrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan laki-laki lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan
perempuan di dalam pewarisan dengan kata lain suatu masyarakat hukum adat dimana para anggotanya menarik garis keturunan ke atas melalui garis bapak,
dari bapak terus ke atas sehingga kemudian dijumpai seorang laki-laki sebagai moyangnya.
2. Matrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, di mana kedudukan perempuan lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan laki-laki
di dalam pewarisan, dengan kata lain suatu sistem di mana para anggotnya menarik garis keturunan ke atas melalui garis keturunan ibu, dari ibu terus ke
atas sehingga kemudian dijumpai seorang perempuan sebagai moyangnya. 3. Parental, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak-ibu, di
mana kedudukan laki-laki dan perempuan tidak dibedakan didalam pewarisan, dengan kata lain suatu sistem di mana para anggotanya menarik garis
keturunan ke atas melalui garis bapak-ibu terus ke atas sehingga dijumpai seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai moyangnya.
Suku Batak Toba menganut sistem kekeluargaan Patrileneal, artinya garis keturunan ditarik dari Ayah. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa secara
otomatis kedudukan Ayah atau laki-laki anak jauh lebih tinggi daripada kaum perempuan boru. Namun bukan berarti kedudukan wanita lebih rendah, hal ini
disesuaikan dengan perkembangan zaman yang tidak lagi mempermasalahkan gender hampir dalam seluruh bidang.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pembagian warisan, yang mendapatkan warisan adalah anak laki-laki sedangkan anak perempuan mendapatkan bagian dari orang tua suaminya
mertuanya. Pembagian harta warisan untuk anak laki-laki juga tidak sembarangan, karena pembagian warisan tersebut ada kekhususan yaitu anak laki-laki yang paling
kecil atau dalam bahasa batak nya disebut Siampudan yang nantinya akan mendapat harta warisan khusus.
Didalam Hukum Waris Adat Batak dapat dijumpai tiga macam sistem pewarisan, antara lain:
1. Sistem pewarisan individual Pada keluarga patilineal di tanah Batak pada umumnya berlaku sistem
pewarisan individual dimana harta warisan terbagi-bagi kepemilikannya kepada masing-masing ahli waris. Salah satu kelebihannya adalah dengan adanya pembagian
terhadap harta warisan kepada masing-masing pribadi ahli waris maka mereka masing-masing bebas untuk menentukan kehendaknya terhadap bagian warisan.
2. Sistem pewarisan mayorat laki-laki Pada masyarakat suku batak selain sistem pewarisan individual ada juga
sebagian masyarakat suku Batak yang menggunakan sistem pewarisan mayorat laki- laki yaitu sistem pewarisan yang menentukan bahwa harta warisan seluruhnya
dikuasai dan dipelihara oleh anak laki-laki sulung. 3. Sistem pewarisan minorat laki-laki
Pada sebagian Suku Batak, anak laki-laki bungsu dapat diberikan kepercayaan untuk menguasai dan memelihara harta warisan peninggalan orang-tuanya
Universitas Sumatera Utara
dikarenakan anak laki-laki bungsu yang paling lama tinggal di rumah sehingga ia merupakan orang yang menjaga dan memelihara harta warisan tersebut.
Konflik sumber daya terjadi di dalam anggota Keluarga Luas Siahaan, yaitu antara Keluarga S. Siahaan Alm E.Br. Lumban Gaol, Keluarga K. Siahaan Alm
I.Br. Nasution, L. Siahaan U.Br.Panjaitan selaku anak laki-laki dalam keluarga tersebut. Fenomena konflik yang terjadi adalah karena adanya pembagian harta
warisan yang tidak merata. Konflik ini bermula karena tidak adanya wasiat dari kedua orang tua mereka sebelum meninggal.
Adapun bentuk harta warisan yang menjadi pemicu konflik dalam keluarga luas ini adalah sebuah rumah. U.Br. Panjaitan menjelaskan bahwa berdasarkan
kesepakatan semula, rumah boleh ditempati oleh keluarga kami L. Siahaan Br. Panjaitan sebagai anak laki-laki yang paling kecil Siampudan. Dengan syarat
kebersihan dan kenyamanan rumah tetap terjaga, namun tidak boleh diperjual belikan secara sepihak. Pada awalnya kesepakatan ini masih terjaga selama ± 25 tahun.
Namun keadaan ekonomi yang semakin buruk setiap harinya memaksa L. Siahaan untuk menjual rumah.
Keluarga L. Siahaan adalah sebuah keluarga sederhana yang berprofesi sebagai petani. Lahan yang ia kelolah adalah lahan yang tidak begitu luas, yang
merupakan bagian dari warisan isterinya. Hasil pertanian yang ia kelolah setiap tahunnya tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga mereka sehari-hari.
Sebagai akibatnya. Ia beserta isterinya sepakat untuk menjual obat terlarang, seperti ganja.
Universitas Sumatera Utara
U.Br. Panjaitan mengatakan bahwa pekerjaan mereka lama-kelamaan tercium oleh aparat kepolisian dan akhirnya suaminya ditangkap dengan hukuman penjara
dan denda dengan sejumlah uang. Keadaan yang seperti ini mendesaknya untuk menjual rumah warisan keluarga untuk mendapatkan sejumlah uang sebagai modal
untuk membebaskan diri dari tahanan penjara yang sangat lama. Keinginan ini kemudian dirundingkannya dengan ketiga saudara lainnya, yang juga mendapat
sambutan baik dari ketiga saudaranya tersebut. Di dalam wawancara E.Br. Lumban Gaol juga menceritakan konflik yang
terjadi dalam pembagian harta warisan dengan menuturkan kalimat berikut: “Selang waktu yang tidak terlalu lama, kami semua berkumpul
di rumah keluarga L. Siahaan rumah yang menjadi harta warisan dan mendiskusikan pembagian harta warisan.
Selama kami berdiskusi, ada keputusan yang memberatkan Saya selaku isteri dari anak tertua dalam keluarga kami.
Keputusan inilah yang memicu konflik dalam keluarga luas tersebut. Adapun kesepakatan yang dimaksud adalah
kesepakatan yang menyatakan bahwa keluarga Saya yang menjadi anak tertua di dalam keluarga kami, tidak mendapat
pembagian yang sewajarnya karena suami Saya sudah meninggal. Saya mengartikan bahwa kesepakatan tersebut
tidak menganggap atau mengindahkan almarhum suami Saya sebagai anak tertua dari keluarga. Dengan kesepakatan yang
demikian, Saya selaku isteri dari almarhum suami Saya tidak tinggal diam. Saya menuntut bagian yang sewajarnya dengan
alasan sudah memiliki seorang anak laki-laki yang menjadi generasi penerus marga Siahaan.”
Sampai saat ini konflik ini juga tidak kunjung selesai. Hal ini disebabkan karena tidak adanya kesepakatan masing-masing anggota keluarga. Sebagai akibatnya
salah satu anggota keluarga luas ini, yaitu L. Siahaan masih berada di dalam penjara
Universitas Sumatera Utara
karena tidak memiliki uang untuk menebus diri. Hal ini yang menyebabkan adanya hubungan yang kurang enak antar anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya.
Berikut adalah pemetaan kediaman anggota Keluarga Siahaan di Lubuk Pakam:
Gambar 3.2. Jarak Rumah Anggota Keluarga Siahaan di Lubuk Pakam
Kristen
S. Siahaan Br. L.Gaol
Sumber: Observasi
3.1.3. Konflik Menyangkut Kebutuhan dan Kepentingan dalam Keluarga Nadapdap dan Keluarga Sihotang