Konflik Menyangkut Kebutuhan dan Kepentingan dalam Keluarga Nadapdap dan Keluarga Sihotang

karena tidak memiliki uang untuk menebus diri. Hal ini yang menyebabkan adanya hubungan yang kurang enak antar anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya. Berikut adalah pemetaan kediaman anggota Keluarga Siahaan di Lubuk Pakam: Gambar 3.2. Jarak Rumah Anggota Keluarga Siahaan di Lubuk Pakam Kristen S. Siahaan Br. L.Gaol Sumber: Observasi

3.1.3. Konflik Menyangkut Kebutuhan dan Kepentingan dalam Keluarga Nadapdap dan Keluarga Sihotang

Manusia adalah mahkluk yang tidak lepas dari kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan untuk mendukung berlangsungnya kehidupan. Segala sesuatu akan dilakukan agar mampu mencapai kebutuhan dan kepentingan tersebut. Universitas Sumatera Utara Konflik ini terkait dengan antara pribadi interpersonal adalah konflik yang terjadi antara perilaku seseorang dengan mengaitkan kepentingan orang lain yang pikiran dan perilakunya tidak terkontrol, sehingga dapat menimbulkan kegelisahan dan rintangan kehidupan banyak orang. Konflik inter pribadi ini lebih jamak diasosiasikan dengan melibatkan sekelompok orang. Konflik ini tidak dapat diatasi secara external tanpa orang tersebut memiliki kendali secara internal. Konflik antar Aneka kebutuhan manusiawi yang penting dan kuat seperti kebutuhan akan jati diri, harga diri, atau partisipasi seringkali menjadi inti konflik yang di permukaan terkesan seperti persaingan menyangkut benda-benda materi belaka. Pemecahan jangka panjang terhadap suatu konflik yang berkisar pada sumberdaya seringkali ditentukan baik oleh penguasa aneka kepentingan atau kebutuhan orang-oarang yang terlibat maupun oleh pembagian berbagai sumberdaya tersebut secara adil. Konflik yang menyangkut kebutuhan dan kepentingan dalam anggota keluarga luas Batak Toba yang menganut agama berbeda di Kecamatan Lubuk Pakam terkait dengan masalah adat dan ajaran agama yang mereka jalankan. Hal ini terjadi di dalam keluarga Nadapdap, Sihotang, Pandiangan, dan Lumban Gaol. Di dalam keluarga ini terlihat bahwa masing-masing anggota keluarga selalu menjaga jarak terlebih dalam mengaplikasikan konsep “halal” yang sangat diwajibkan dalam ajaran agama Islam namun bertolak belakang dengan Adat Batak Toba. Di dalam ajaran agama Islam, babi adalah makanan yang haram, sementara di dalam Adat Batak Toba sendiri, babi merupakan makanan yang wajib terlebih dalam pembagian “jambar” sesuai dengan kedudukan mereka dalam falsafah Dalihan Natolu. Universitas Sumatera Utara pribadi merupakan konflik yang terjadi diantara dua orang atau lebih yang saling bertentangan karena masing-masing membutuhkan kebutuhan dasar psikologis yaitu : a. Kebutuhan untuk diperlakukan sebagai seorang pribadi untuk dihargai b. Kebutuhan untuk memiliki sejumlah kontrol c. Kebutuhan akan harga diri d. Kebutuhan untuk menentukan nasibnya sendiri e. Kebutuhan menjadi orang yang konsisten Selain adanya perbedaan kebutuhan, perbedaan kepentingan juga sering dialami oleh setiap individu. Dalam melakukan sebuah tindakan dengan waktu yang bersamaan masing-masing individu memiliki kepentingan-kepentingan tersendiri. Tindakan yang dilakukan oleh satu pihak mungkin saja sangat berguna bagi pihak tersebut, namun tidaklah demikian bagi pihak lain yang bersangkutan. Bagi pihak lain mungkin saja tindakan tersebut tidak berpengaruh dalam kehidupannya atau bahkan sangat merugikan dirinya sendiri. Perbedaan kepentingan yang demikian akan memunculkan berbagai macam konflik bagi kedua belah pihak tersebut. Kepentingan interest yang memotivasi orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Motivasi ini tidak hanya dari bagian keinginan pribadi seseorang, tetapi juga dari peran dan statusnya karena adanya kepentingan. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat terjadi dalam berbagai macam bidang, misalnya: bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Konflik ini juga dapat terjadi antar Universitas Sumatera Utara kelompok atau antara kelompok dengan individu, serta antar individu dengan individu lain. Konflik yang terjadi antar individu dengan individu lain dapat kita lihat dalam sebuah keluarga yang didefinisikan sebagai satuan kelompok terkecil di tengah- tengah masyarakat. Di dalam sebuah keluarga terdapat anggota-anggota keluarga yang merupakan bagian terpenting dari terbentuknya keluarga tersebut, misalnya dalam sebuah keluarga luas. Keluarga luas yang pada dasarnya memiliki perbedaan- perbedaan konkrit seperti: agama tentu saja memiliki kebutuhan-kebutuhan ataupun kepentingan-kepentingan yang berbeda. Perbedaan ini muncul karena adanya perbedaan hak dan kewajiban mereka sebagai umat beragama yang diajarkan oleh agama masing-masing. Konflik yang terjadi dengan latar belakang kebutuhan yang terjadi dalam anggota lima keluarga luas Batak Toba di Jalan Galang yang menganut agama berbeda dapat dilihat dari segi kebutuhan yang menyangkut kekonsistenan dalam menjalankan hak dan kewajiban sebagai umat beragama. Untuk mencapai kekonsistenan tersebut biasanya akan mempengaruhi sikap dan perilaku yang mungkin bertolak belakang dengan orang-orang di sekitarnya yang juga merupakan bagian dari keluarga luas tersebut. Sebagai penganut agama yang tetap konsisten tentang hak dan kewajiban yang harus dijalankan, anggota keluarga tersebut biasanya akan ditampilkan dengan sikap dan perilaku yang bertolak belakang dengan hak dan kewajiban anggota Universitas Sumatera Utara keluarga lainnya yang menganut agama lain di luar agamanya sendiri. Secara sadar atau tidak sadar tentu saja hal ini akan menimbulkan rasa sakit hati yang akhirnya menjadi dendam bagi setiap anggota keluarga. Adapun faktor lain dapat memicu konflik dalam anggota lima keluarga luas Batak Toba dari segi konsistensi mereka sebagai penganut agama adalah konsep “halal” dan “haram” bagi anggota keluarga yang menganut agama Islam. Konsep halal dan haram bagi seorang muslim sangatlah berharga dalam menjalankan ketika hidup bersama dengan orang lain yang berbeda agama dengannya. Pengertian makanan dan minuman halal dalam Islam adalah halal secara zatnya, halal cara memprosesnya, halal cara penyembelihannya, minuman yang tidak diharamkan, halal cara memperolehnya. Selain itu di dalam Islam juga ada pengertian tidak halal haram, diragukan kehalalannya, tidak ada pengertian halal 100. Makanan yang berasal dari bahan hewani yang dinyatakan tidak halalharam adalah bangkai, darah, babi, hewan yang tidak disembelih sesuai dengan tuntunan Islam. Hewan yang disembelih untuk dipersembahkan kepada selain Allah, sedangkan untuk minuman adalah khamr beralkohol Konflik yang menyangkut kebutuhan dan kepentingan dalam anggota lima keluarga luas Batak Toba yang menganut agama berbeda di Jalan Galang, Kecamatan Lubuk Pakam, terjadi di dalam Keluarga Nadapdap dan Keluarga Sihotang.. Yaitu terkait dengan masalah adat dan ajaran agama yang mereka jalankan. Di dalam drhyudi.blogspot.com...pengertian-halal-haram- menurut-islam.html. Universitas Sumatera Utara keluarga ini terlihat bahwa masing-masing anggota keluarga selalu menjaga jarak terlebih dalam mengaplikasikan konsep “halal” yang sangat diwajibkan dalam ajaran agama Islam namun bertolak belakang dengan Adat Batak Toba. Di dalam ajaran agama Islam, babi adalah makanan yang haram, sementara di dalam Adat Batak Toba sendiri, babi merupakan makanan yang wajib terlebih dalam pembagian jambar sesuai dengan kedudukan mereka dalam falsafah Dalihan Natolu. Hal yang paling bertolak belakang dalam hal tersebut adalah babi yang dijadikan santapan utama dalam setiap upacara adat Batak Toba. Babi merupakan salah satu makanan haram yang tidak boleh dikonsumsi oleh anggota keluarga muslim. Babi tidak boleh dimakan bahkan tidak boleh disentuh oleh mereka. Namun bagi seorang Kristen sendiri, babi bukanlah sesuatu yang haram. Mereka diperbolehkan mengkonsumsi makanan tersebut. Di dalam setiap upacara adat tentu saja masing-masing anggota keluarga memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukan masing-masing dalam Dalihan Natolu. Jika dalam acara tersebut seorang anak perempuan yang beragama Islam karena mengikut suaminya yang menduduki posisi sebagai boru, tentu saja harus ikut serta dalam mempersiapkan makanan yang akan disajikan dalam acara tersebut. Namun bagaimana caranya ia harus mempersiapkan makanan tersebut jika makanan yang diolah adalah babi yang merupakan suatu pantangan berdasarkan ajaran agama yang dianutnya. Ia juga harus mentaati ajaran agama tersebut sehingga tidak lagi turut serta dalam mempersiapkan makanan yang akan disajikan. Jika anggota keluarga lain yang menganut agama lain di luar agamanya tidak memiliki tenggang rasa yang tidak Universitas Sumatera Utara tinggi, maka hal ini dapat menimbulkan adanya kecemburuan sosial diantara mereka. Akibatnya mereka saling menjelek-jelekkan satu sama lain. Konflik juga terjadi dalam Keluarga Nadapdap, pada saat melakukan wawancara D.Br. Nadapdap menceritakan hubungannya dengan Keluarga A. Nadapdap Rani sebagai berikut: “Keluarga A. Nadapdap Alm ataupun saudara laki-laki tertua Saya menikah dengan Rani, yaitu seorang perempuan beretnis Jawa beragama Islam. Setelah menikah keluarga mereka menganut agama Kristen dan membentuk keluarga serta rumah tangga baru di Jakarta. Pada awalnya mereka juga memelihara hubungan yang baik dengan anggota keluarga luas lainnya. Namun hubungan kekeluargaan ini tidak terpelihara dengan baik seiring berjalannya waktu. A. Nadapdap Alm tidak lama setelah memiliki 3 orang anak mengalami sakit yang berkepanjangan. Ia tidak sanggup lagi bekerja dan tidak sanggup memenuhi kebutuhan rumah tangga sebagai kepala keluarga hingga akhirnya ia pun meninggal dunia.” Bermula dari keadaan yang seperti ini, sang isteri tidak lagi mengadakan komunikasi yang baik dengan anggota keluarga luas lainnya, apalagi setelah A. Nadapdap Alm meninggal dunia. Setelah suaminya meninggal ia beralih menganut agama Islam, satu orang anaknya yang duduk di kelas-3 SMP masih tetap menganut agama Kristen Protestan, sementara dua orang anaknya yang lain ikut serta berpindah menganut agama Islam pula. Keadaan yang seperti ini menimbulkan amarah dan benci pada kedua oppung anak-anaknya tersebut orangtua dari A. Nadapdap, selain opungnya saudara ipar lainnya juga membencinya. Hal ini tampak dari hubungan Universitas Sumatera Utara yang semakin renggang karena tidak adanya komunikasi yang terjalin diantara mereka masing-masing. G. Nainggolan, yaitu suami dari D.Br. Nadapdap menjelaskan bahwa akibat dari kerenggangan ini membuat isteri dari A. Nadapdap Alm semakin melangkah lebih jauh dari keluarga luasnya dan akhirnya menikah dengan orang lain. Sementara ketiga anaknya dibawa ikut bersamanya dan masih tetap tinggal bersama dengan keluarga barunya. Meskipun hubungannya dengan keluarga luas dari suaminya tersebut sudah tidak terjalin lagi, namun hubungan anaknya yang beragama Kristen Protestan masih terjalin baik dengan anggota keluarga luas lainnya. Hal ini terbukti dengan terpeliharanya komunikasi yang baik dengan anggota keluarga luasnya, terlebih kepada kedua opungnya yang bertempat tinggal di Sidikalang, Kabupaten Dairi melalui handphone. Adanya pernikahan antara isteri dari A. Nadapdap Alm dengan orang lain mengartikan bahwa ia tidak lagi menjadi bagian dari keluarga Nadapdap itu sendiri. Permasalahan ini mengakibatkan terhapusnya keluarga mereka secara tidak langsung. Hal ini disebabkan karena ketiga orang anaknya dibawa pergi olehnya dan tinggal bersama dengan keluarga barunya. Padahal jika diperhitungkan berdasarkan garis keturunan Batak Toba, ketiga anak tersebut adalah bagian dari keluarga Nadapdap karena mereka adalah marga Nadapdap yang diturunkan oleh marga ayah mereka. Meskipun keadaannya demikian, keluarga luas Nadapdap itu sendiri khususnya opung orang tua dari A. Nadapdap Alm masih selalu berupaya untuk mengambil Universitas Sumatera Utara cucunya kembali yang merupakan bagian dari kenangan anaknya yang sudah meninggal. Selain itu Ewin juga memaparkan bahwa salah satu bentuk usaha Opung orang tua A. Nadapdap Alm untuk merebut kembali cucunya adalah dengan cara memberikan bantuan berupa uang yang berhubungan dengan keperluan sekolah. Biasanya cucunya yang paling besar akan menghubungi ia seminggu sebelum uang dikirim ke Jakarta. Selanjutnya uang akan dikirimkan melalui rekening ibunya. Demikian hal ini berlangsung secara rutin, ketika cucunya tersebut akan memasuki semester baru di sekolah. Sementara itu hubungan antara isteri A. Nadapdap Alm beserta dua orang anaknya dengan saudara-saudara laki ataupun saudara perempuan yang merupakan anggota keluarga luas A. Nadapdap Alm sama sekali tidak menjalin komunikasi yang baik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini terlihat dari kehidupan mereka sehari-hari yang sama sekali tidak pernah memberi kabar satu sama lain. Komunikasi hanya terjalin antara anak laki-lakinya yang menganut agama Kristen, yaitu anaknya yang paling sulung. Hal ini terbukti dengan adanya komunikasi melalui handphone. Dalam hal ini yang paling sering menelepon adalah anggota dari keluarga luas A. Nadapdap Alm. Selain saudara laki-laki sulungnya, D.Br. Nadapdap juga memiliki seorang saudara perempuan bungsu, yaitu S.Br. Nadapdap yang menikah dengan seorang laki- laki beretnis Jawa dan tinggal di Sidikalang bersama kedua orangtuanya, namun memiliki kehidupan rumah tangga yang berbeda. Di Sidikalang mereka hidup Universitas Sumatera Utara berdampingan dengan orang tuanya yang berbeda agama. Konflik dan integrasi juga muncul dalam kehidupan mereka sehari-hari ketika mereka berinteraksi. Adapun bentuk konflik yang terjadi di tengah-tengah keluarga luas ini adalah dalam menyangkut sumber daya, yaitu dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga. Sari, yaitu anak perempuan dari D.Br. Nadapdap mengatakan bahwa: “ Udaku Kahar, yaitu suami dari tanteku S. Nadapdap saat ini sedang mengalami berbagai macam penyakit komplikasi, seperti: maag, lever, dan ginjal. Akibatnya ia tidak bisa lagi bekerja untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang kepala rumah tangga. Sementara itu isterinya S. Nadapdap hanya bekerja sebagai penjual kopi di kedai kecilnya sendiri, dengan pemasukan yang tidak begitu besar.” Menurut Sari, hal inilah yang mengakibatkan adanya pandangan yang kurang wajar dari orangtua S. Nadapdap mertuanya sendiri. Ibu mertua menganggap sepele akan keadaan yang demikian. Ia berpikir bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan ekonomi rumah tangga di tanggung sendiri oleh anak perempuannya. Namun walaupun keadaannya seperti itu, orang tua dari S. Nadapdap selalu memberikan bantuan kepada keluarga anak perempuannya tersebut dengan memberikan beras ketika ia memetik hasil panennya dan terkadang juga mau memberikan uang sekolah buku buat cucu-cucunya yang masih duduk di bangku SMP dan SD. Adapun bentuk konflik yang terdapat pada anggota keluarga Nadapdap yang dipengaruhi oleh jarak rumah yang relatif dekat adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Gambar 3.3: Jarak Rumah S.Br. Nadapdap dengan Orang tuanya di Sidikalang G. Nadapdap E.Br. Siinaga Kahar Br. Nadapdap Kristen Islam Sumber: Wawancara Berdasarkan gambar di atas tampak konflik yang terjadi antara E.Br. Sinaga dengan S.Br. Nadapdap. Konflik ini juga terjadi dipengaruhi oleh jarak rumah yang relatif dekat ± 20M. Jarak rumah yang terlalu dekat mengundang perhatian ibu terhadap perekonomian rumah tangga anak perempuannya. Hal inilah yang menimbulkan rasa benci terhadap menantu laki-lakinya yang dianggap tidak bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan rumah tangga, karena pada dasarnya menantu laki-lakinya tersebut tidak memiliki pekerjaan atau berusaha mencari pekerjaan justru mengidap penyakit yang bermacam-macam komplikasi. Selain itu konflik juga terjadi dalam Keluarga Sihotang dipicu karena saudara perempuan D. Sihotang yang paling sulung menikah dengan G. Tumanggor yang menganut agama Islam dan tinggal menetap di Aceh. Keluarga G. Tumanggor C.Br. Universitas Sumatera Utara Sihotang ini memiliki 3 orang anak laki-laki yang masing-masing sudah dewasa berdasarkan usia. Hubungan kekeluargaan keluarga ini dengan anggota keluarga luas lainnya tidak terlalu terjalin dengan baik, terlebih kepada anggota keluarga yang menganut agama berbeda dengan keluarganya, yaitu Kristen Protestan. Keadaan ini tampak dari hampir tidak adanya komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan hubungan kekeluargaannya dengan saudara perempuannya yang ke-4, yang juga menganut agama yang sama dengannya masih terpelihara dengan baik. Hubungan kekeluargaan G. Tumanggor C.Br. Sihotang dengan anggota keluarga luas lainnya yang kurang terjalin dengan baik memberikan dampak yang negatif pula dalam kehidupan mereka, yaitu berupa konflik sederhana antara boru C.Br. Sihotang dengan hula-hula D. Sihotang. Konflik ini berupa penolakan secara halus terhadap permintaan keluarga G. Tumanggor CBr. Sihotang yang ingin menjadikan boru anak perempuan dari D. Sihotang sebagai menantunya. Padahal sesungguhnya pernikahan ini tidak lah dianggap tabuh dalam Adat Batak Toba, justru sebaliknya, yaitu sebuah pernikahan yang dianjurkan dan dianggap baik. Namun pada kenyataannya tidak sesuai dengan harapan, keluarga D. Sihotang L.Br. Sinaga menolak permintaan tersebut secara halus. Hal ini disebabkan karena adanya rasa kekhawatiran mereka terhadap boru sasada anak perempuan satu-satunya yang akan pindah agama karena mengikut agama suaminya kelak. Hal penolakan ini tampak dari perkataan L.Br. Sinaga yang menyatakan bahwa: “Dangolo hami bah mangalean Si Dewi gabe parumaenni halaki, ai holan i boru nami. Lak gabe Islam muse anon di bahen boruki.” Universitas Sumatera Utara Pernyataan tersebut mengartikan bahwa L.Br. Sinaga sendiri selaku orang tua dari Dewi Sihotang sangat menentang perjodohan tersebut. Alasan yang menyatakan bahwa ia takut ketika Dewi menikah dengan salah seorang anak namboru-nya akan berpindah agama menjadi Islam. Padahal Dewi adalah anak perempuan satu-satunya di dalam Keluarga D. Sihotang L.Br. Sinaga. Penolakan halus yang dilakukan oleh keluarga D. Sihotang L.Br. Sinaga terhadap permintaan G. Tumanggor C.Br. Sihotang mengakibatkan hubungan yang semakin renggang antara yang satu dengan yang lain. Kedua keluarga ini tidak lagi menjalin interaksi secara tidak langsung, melalui handphone. Padahal sebelumnya komunikasi antar kedua belah pihak masih terpelihara dengan baik dengan adanya hubungan secara tidak langsung melalui handphone yang dilakukan paling sekali dalam sebulan. 3.1.3. Etnis Batak Toba merupakan salah satu sub-suku di Indonesia yang kaya akan nilai-nilai budaya. Salah satu jenis nilai-nilai budaya Batak Toba adalah Dalihan Natolu. Dalihan Natolu merupakan Konflik Acara Adat Batak Toba dalam Keluarga Lumban Gaol filosofis atau wawasan sosial-kultural yang menyangkut masyarakat dan budaya Batak. darah Dalihan Natolu menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat dan hubungan perkawinan yang mempertalikan satu kelompok. Dalam Adat Batak, Dalihan Natolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi sosial yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar bersama. id.wikipedia.orgwikiDalihan_Na_Tolu. Ketiga tungku tersebut adalah: Universitas Sumatera Utara a. Somba Marhula-hula sembah hormat kepada keluarga pihak isteri. b. Elek Marboru sikap membujuk mengayomi wanita. c. Manat Mardongan Tubu bersikap hati-hati kepada teman semarga. Dalihan Natolu menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat darah dan hubungan perkawinan yang mempertalikan satu kelompok. Dalam Adat Batak, Dalihan Natolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi sosial yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar bersama. Adapun penjelasan dari ketiga kedudukan fungsional tersebut adalah sebagai berikut: 1. Somba Marhula-hula, berarti hormat kepada hula-hula. Hula-hula adalah kelompok marga istri, mulai dari istri kita, kelompok marga ibu isteri dari bapak, kelompok marga istri opung, dan beberapa generasi, kelompok marga istri anak, kelompok marga istri cucu, kelompok marga istri saudara dan seterusnya dari kelompok dongan tubu. Hula-hula diperacayai sebagai sumber berkat. Hula-hula sebagai sumber hagabeon keturunan. Keturunan diperoleh dari seorang istri yang berasal dari hula-hula. Tanpa hula-hula tidak ada istri, tanpa istri tidak ada keturunan. 2. Elek Marboru, yaitu lemah lembut tehadap boru perempuan. Berarti rasa sayang yang tidak disertai maksud tersembunyi dan pamrih. Boru adalah anak perempuan atau kelompok marga yang mengambil istri dari anak kita anak perempuan. Sikap lemah lembut terhadap boru perlu, karena dahulu boru lah yang dapat diharapkan membantu mengerjakan sawah di ladang. Tanpa boru, mengadakan pesta suatu hal yang tidak mungkin dilakukan. Universitas Sumatera Utara 3. Manat mardongan tubu sabutuha, yaitu suatu sikap berhati-hati terhadap sesama marga untuk mencegah salah paham dalam pelaksanaan acara adat. Hati –hati dengan teman semarga. Kata orang tua-tua “hau na jonok do na boi marsiogoson” yang berarti kayu yang dekatlah yang dapat bergesekan. Ini menggambarkan bahwa begitu dekat dan seringnya hubungan terjadi, hingga dimungkinkan terjadi konflik, konflik kepentingan, kedudukan dan lain-lain. Adapun inti ajaran Dalihan Natolu adalah kaidah moral berisi ajaran saling menghormati masipasangapon dengan dukungan kaidah moral: saling menghargai dan menolong. Dalihan Natolu menjadi media yang memuat azas hukum yang objektif. Etnis Batak Toba sendiri pada umumnya sangatlah menghargai serta melaksanakan nilai-nilai yang terdapat dalam filsafah Dalihan Natolu itu sendiri. Dengan demikian mereka dianggap sebagai orang hebat dan akan mendapat berkat akan segala sesuatu yang mereka butuhkan. Jika pada acara Adat Batak Toba masing-masing anggota keluarga tidak menjalankan kewajibannya sesuai dengan peranan, maka akan menimbulkan konflik bagi anggota keluarga luas tersebut. Konflik ini tampak dalam Keluarga Sihotang, yaitu dalam sebuah pesta pernikahan A. Sitohang, yaitu saudara laki-laki T. Sitohang. Dalam acara ini, Keluarga T. Sitohang Tini tidak berada di rumah orang tuanya sebelum dan sesudah pesta berakhir. Padahal seharusnya saudara laki perempuan dari pengantin wajib hadir dalam mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pesta, apalagi jarak rumah antara T. Sitohang Tini dengan orang tuanya Universitas Sumatera Utara masih tergolong dekat. Keluarga T. Sitohang Tini sendiri mengaku hal ini dilakukan untuk menjaga diri dari jenis makanan wajib dalam pesta Adat batak Toba, namun haram bagi ajaran agama mereka sendiri, yaitu babi. Dalam hal ini anggota keluarga luas lainnya maklum-maklum saja. Namun pada kenyataannya mereka juga mengaharapkan kehadiran Keluarga T. Sitohang Tini untuk turut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pesta adat tersebut. Ketidakhadiran keluarga T. Sitohang Tini sebelum dan sesudah pesta berlangsung juga mendapat tanggapan negatif dari M.Br. Sitohang sebagai namboru- nya saudara perempuan ayah. Sesampai di rumah setelah pesta adat berakhir, Namborunya memarahi T. Sitohang melalui telepon. Namun marah itu tidak berlangsung lama karena pada akhirnya memberikan nasehat-nasehat yang bisa diterima oleh T. Sitohang dan akhirnya berjanji tidak akan mengulangi hal yang sama dalam acara-acara adat berikutnya.

3.2. INTEGRASI ANGGOTA LIMA KELUARGA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA DI JALAN