INTEGRASI ANGGOTA LIMA KELUARGA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA DI JALAN

masih tergolong dekat. Keluarga T. Sitohang Tini sendiri mengaku hal ini dilakukan untuk menjaga diri dari jenis makanan wajib dalam pesta Adat batak Toba, namun haram bagi ajaran agama mereka sendiri, yaitu babi. Dalam hal ini anggota keluarga luas lainnya maklum-maklum saja. Namun pada kenyataannya mereka juga mengaharapkan kehadiran Keluarga T. Sitohang Tini untuk turut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pesta adat tersebut. Ketidakhadiran keluarga T. Sitohang Tini sebelum dan sesudah pesta berlangsung juga mendapat tanggapan negatif dari M.Br. Sitohang sebagai namboru- nya saudara perempuan ayah. Sesampai di rumah setelah pesta adat berakhir, Namborunya memarahi T. Sitohang melalui telepon. Namun marah itu tidak berlangsung lama karena pada akhirnya memberikan nasehat-nasehat yang bisa diterima oleh T. Sitohang dan akhirnya berjanji tidak akan mengulangi hal yang sama dalam acara-acara adat berikutnya.

3.2. INTEGRASI ANGGOTA LIMA KELUARGA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA DI JALAN

GALANG KECAMATAN LUBUK PAKAM Integrasi keluarga merupakan bersatunya seluruh anggota keluarga dalam segala aspek kehidupan. Perspektif jangka panjang adalah banyaknya waktu yang digunakan oleh keluarga untuk selalu bersama. Hal ini diyakini dapat membuka jalan Stephen Covey mengemukakan delapan cara yang dapat memperkaya hubungan keluarga, yaitu: 1. Menetapkan perspektif jangka panjang. Universitas Sumatera Utara untuk berbagai masalah yang dihadapi. Artinya keberlangsungan keluarga sangat ditentukan oleh daya tahan masing-masing anggota keluarga terhadap masalah yang sedang dihadapi. Perspektif jangka panjang inilah yang akan membangkitkan kemampuan keluarga meningkatkan daya tahannya. 2. Mengkaji ulang kehidupan perkawinan dan keluarga Terlalu banyak kehidupan perkawinan dan keluarga yang berjalan seperti sebelumnya Kebiasaan seolah-olah tidak dapat lagi diubah, sementara itu kehidupan di luar berubah dengan sangat cepat. Oleh karenanya kehidupan keluarga harus lebih beradaptasi terhadap perubahan. 3. Pertimbangkan ulang peran dalam keluarga Pasangan dan orangtua dalam keluarga memiliki tiga peran pokok: produser, manajer, dan pemimpin. Tugas produser adalah mengupayakan untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Manajer bertugas mendelegasikan tugas kepada seluruh anggota keluarga. Pemimpin bertugas membuat perubahan, memotivasi dan mengarahkan anggota untuk melakukan tugas. Ada kecenderungan anggota keluarga memiliki peran yang tetap. Padahal ketiga peran tersebut saling tergantung satu dengan lainnya. Pada sisi yang lain, tiga peran tersebut juga tidak dapat dijalani oleh semua anggota keluarga secara bersamaan. Karenanya sangat ideal bahwa keluarga merupakan sebuah tim yang anggota-anggotanya komplementer saling melengkapi yang didasari oleh respek mutualistis saling menguntungkan. 4. Mengkaji ulang tujuan Universitas Sumatera Utara Tujuan yang realistis dan progresif perubahan ke arah yang lebih baik memperhatikan aspek sasaran yang ingin dicapai sekaligus mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki. Sering terjadi sasaran tidak disesuaikan dengan kemampuan sehingga muncul rasa tidak percaya pada anggota keluarga lain. Sebaliknya, juga sering terjadi kurangnya pemanfaatan potensi keluarga sehingga tidak produktif. Di samping itu, potensi keluarga sifatnya fleksibel mudah berubah sehingga dapat naik turun sesuai dengan perkembangan waktu dan tuntutan. Oleh karena itu setiap saat perlu ada pengajian ulang terhadap tujuan yang hendak dicapai oleh keluarga. 5. Integrasi sistem dalam keluarga Empat sistem dinilai vital dalam keluarga, yaitu sistem perumusan sasaran dan rencana, sistem standarisasi, sistem upaya peningkatan, dan sistem komunikasi serta pemecahan masalah. Masalah yang tidak kalah penting adalah integrasi dari sistem-sistem itu. Menyekolahkan anak seharusnya diikuti dengan upaya untuk meningkatkan kemampuan membuat rencana, giat mempertahankan upaya tersebut dan diikuti oleh keterbukaan dalam pemecahan masalah yang dihadapi. Sering terjadi adanya upaya untuk jalan dengan satu sistem saja karena hal itu akan menempatkan keluarga pada comfort zone situasi yang nyaman, namun sesungguhnya mereka berada di tepi masalah lain. 6. Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan Universitas Sumatera Utara Ada tiga kemampuan pokok yang vital untuk keberlangsungan keluarga, yaitu manajemen waktu, komunikasi, dan pemecahan masalah. Tuntutan jaman mengarah pada permintaan individu pada komitmen di luar rumah. Komitmen keluarga dan di luar rumah dapat diatasi dengan manajemen waktu. Namun waktu yang tersedia akan menjadi sia-sia bila tidak ada komunikasi yang efektif di dalam keluarga. Kedua hal ini merupakan modal penting dalam kehidupan keluarga yang semakin dibanjiri oleh berbagai masalah. Tuntutan akan kemampuan memecahkan masalah adalah kunci untuk keberlangsungan keluarga. 7. Menciptakan rasa aman dalam keluarga Rasa aman ini seharusnya muncul dari dalam keluarga, bukan berasal dari luar yang hanya akan menciptakan ketergantungan. Ada beberapa cara untuk meraih rasa aman internal: a. Berpegang pada prinsip yang tidak mudah berubah. b. Memperkaya kehidupan pribadi. c. Menghargai lingkungan alam. d. Membiasakan untuk mempertajam kehidupan secara fisik, mental dan spiritual. e. Rela membantu sesama anggota keluarga. f. Mewujudkan integritas dalam keluarga. g. Menempatkan orang lain sebagai pihak yang mencintai dan mempercayai. h. Membangun misi keluarga Universitas Sumatera Utara 3.2.1. Integrasi Anggota Keluarga Siahaan dan Keluarga Pandiangan di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam dalam Acara Adat Integrasi dalam keluarga luas Batak Toba pada umumnya tercermin dari pengaplikasian falsafah Dalihan Natolu. Artinya Dalihan Natolu dapat dijadikan sebagai pedoman hidup untuk mencapai integrasi. Jika anggota keluarga tidak memainkan perannya sesuai dengan kedudukannya dalam struktur Dalihan Natolu, maka akan terjadi penyimpangan yang dapat memicu konflik. Demikian pula sebaliknya, jika semuanya berjalan sesuai dengan aturan berlaku, maka tidak akan menciptakan penyimpangan melainkan integrasi bagi seluruh anggota keluarga. Adapun bentuk integrasi yang terjadi dalam anggota lima keluarga luas Batak Toba di Jalan Galang, Kecamatan Lubuk Pakam, yaitu Keluarga Siahaan, Keluarga Nadapdap, Keluarga Sihotang, Keluarga Pandiangan, dan Keluarga Lumban Gaol adalah sebagai berikut:

3.2.1.1. Integrasi Anggota Keluarga Siahaan

Pendalaman mengenai integrasi yang terjadi di dalam Keluarga Siahaan didapatkan melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada hari Minggu, tepatnya pukul 13.00 WIB tanggal 9 Januari 2012 di rumah E.Br.Lumban Gaol. Pada saat melaksanakan wawancara ia baru saja meletakkan sanggul di atas meja riasnya karena ia baru saja pulang dari gereja. Sebagai anggota Koor Ina Parari Kamis di GKPI, Kampung Baru, Lubuk Pakam, ia memang selalu pulang lebih lama jika Universitas Sumatera Utara dibandingkan dengan jemaat-jemaat gereja biasa yang tidak mengikuti koor paduan suara sama sekali. Sebelum menuju rumahnya, peneliti sudah menyediakan dua potong daging ayam gulai titipan orang tuanya untuk disampaikan kepada E.Br. Lumban Gaol untuk dijadikan pelengkap nasi untuk makan siangnya. Peneliti memang sengaja meminta gulai ayam tersebut untuk diantar olehnya, sebab biasanya gulai ayam selalu diantar langsung oleh orang tuanya. Dengan demikian kenyataan di lapangan memang benar- benar sesuai dengan yang diharapkan, yaitu berjalannya wawancara secara santai namun mendalam. Sambil menyantap makan siang, peneliti mulai mengajukan pertanyaan- pertanyaan yang menyangkut integrasi dalam keluarganya ia memulai ceritanya ketika anaknya Juli Siahaan menikah dengan Napitupulu. “Tingki muli kakakmu si Juli di Jakarta, ro do Bapak Uda-na Si Koko dohot inanguda boru Nasution i. Hape songoni dao da Lubuk Pakam tu Jakarta. Molo pandokna ikon bertanggung jawab do ibana tu pesta ni boru nai, alana so mangolu be Amangborumu. Jadi merasa do ibana sebagai pengganti ni amangborumu.” Berdasarkan pernyataan tersebut tampak jelas bahwa Koko K. SiahaanAlm memang benar-benar hadir dalam acara pernikahan anaknya Juli Siahaan di Jakarta. Kehadirannya dalam acara pernikahan tersebut adalah sebagai wujud dari tanggung jawabnya sebagai orang tua laki-laki Juli Siahaan, yaitu yang menggantikan kedudukan abangnya S. Siahaan Alm. Ketika menghadiri acara pernikahan tersebut, K. Siahaan Alm memang benar-benar melaksanakan peranannya sebagai orang tua Universitas Sumatera Utara laiki-laki Juli Siahaan, termasuk ketika membantu raja parhata dalam pembagian jambar, ia tidak merasa asing. Di dalam acara makan siang juga ia dan isterinya juga tidak mengasingkan diri dengan anggota keluarga lainnya yang menganut berbeda dengannya. Ia mengambil nasi kotak parsubang yang terpisah dari nasi biasanya. Setelah acara pernikahan selesai selama seminggu K. Siahaan Alm dan I.Br. Nasution juga tinggal bersama pengantin baru, karena rumah pengantin baru memang sudah disediakan sebelum pernikahan berlangsung, hanya menempati saja. Di sana mereka makan dan tidur tanpa membeda-beda kan jenis makanan yang disajikan oleh anggota keluarganya tersebut. Keluarga K. Siahaan Alm I.Br. Nasution bukan lah keluarga yang terlalu fanatik, artinya mereka bisa menempatkan diri di dalam suasana adat yang demikian. Selain itu, acara adat Manuruk-nuruk adat yang tidak di bayar sepenuhnya yang diselenggarakan oleh Dame Siahaan dan hela-nya G. Hutabalian pada tanggal 4 Februari 2012 lalu juga menampilkan integrasi antar anggota keluarga ini. Dame Siahaan dan G. Hutabalian sudah menikah sejak dua tahun yang lalu di Jakarta, namun belum melaksanakan pesta adat. Kedatangannya ke Lubuk pakam satu pada tanggal 26 Januari 2012 lalu merupakan kedatangannya yang pertama kali bersama suaminya setelah menikah. Maka untuk menyambut kedatangan pertama tersebut, mereka juga mengadakan acara Manuruk-nuruk yang juga melibatkan seluruh anggota keluarga. Dalam acara tersebut I.Br. Nasution dan Noni anak perempuannya juga ikut berpartisipasi dalam acara. Universitas Sumatera Utara

3.2.1.2. Integrasi Anggota Keluarga Pandiangan

Untuk mengetahui adanya integrasi dalam adat di Keluarga Pandiangan, peneliti melakukan wawancara dengan J. Pandiangan di rumahnya di Lubuk Pakam,yang kemudian dilengkapi dengan hasil wawancara terhadap Lastarulina Pandiangan di kost-nya Jalan Rela, Pancing, Medan. Berikut adalah penuturan J. Pandiangan ketika diwawancari pada hari minggu sore di teras rumahnya: “Hea do tiki i hami mambaen acara manulangi opung sebelum mate oma nahinan. Pas disi ro do sude keluarga tu son, termasuk na di Jakarta dohot na di Bandung an, alani kebetulan acara i di bahen hami dung salpu taon baru. Acara I godang do mangaluarhon biaya, Alana sude parhutaon digokkon hami do. Mengenai biaya diurupi ito Oma Rika do ahu.” Berdasarkan pernyataan tersebut ditampilkan ketika mereka menyelenggarakan acara Manulangi Opung di Lubuk Pakam, seluruh anggota keluarganya hadir. Dalam acara tersebut membutuhkan dana yang lumayan banyak. Biasanya pembagian dana ketika melakukan acara adat persentase yang lebih banyak ditanggung oleh hula-hula, namun pada kenyataannya tidak lah demikian. Kenyataannya adalah sungguh bertolak belakang. Jika dilihat dari sudut pandang integrasinya, masing-masing anggota keluarga memberikan tumpak sesuai dengan kedudukan mereka dalam struktur Dalihan Natolu. Biasanya hula-hula akan memberikan tumpak yang lebih banyak jika dibandingkan dengan boru. Namun hal itu berbalik lagi kepada kemampuan ekonomi masing-masing keluarga. Jika keadaan ekonomi boru jauh lebih baik dibandingkan keadaan ekonomi hula-hula, maka tidak lah menjadi sebuah masalah apabila ia Universitas Sumatera Utara memberikan tumpak yang lebih banyak. Justru akan lebih baik, karena acara pesta adat akan lebih mantap secara materi. Sama halnya dengan keluarga luas J. Pandiangan T.Br. Lumban Raja. Keadaan ekonomi keluarga ini bisa dikatakan jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan ekonomi salah satu keluarga inti saudara perempuannya yang menganut agama Islam. Kenyataannya Anwar N.Br. Pandiangan, yang tidak lain adalah keluarga inti saudara perempuannya tersebut memberikan tumpak yang jauh lebih banyak daripada keluarga J. Pandiangan T.Br. Lumban Raja yang mendapat kedudukan sebagai hula-hula berdasarkan struktur Dalihan Natolu. Hal ini tidak lah menjadi sebuah hal yang rancu, melainkan sebuah hal yang tampak yang erat kaitannya dengan kuatnya integrasi dalam hubungan kekerabatan keluarga luas. Dalam hal ini tampak jelas digambarkan bahwa perbedaan agama yang dianut tidak menjadi halangan dalam menciptakan sebuah integrasi dalam kehidupan keluarga luas. Demikian pula dalam penyajian makanan yang bersangkutan dengan acara adat tersebut. Keluarga Anwar N.Br. Pandiangan yang berkedudukan sebagai boru namun menganut agama Islam juga menjalankan kewajibannya dengan baik. Walaupun mereka menganut agama Islam, mereka tidak berdiam diri begitu saja. Mereka mencari pengganti yang dapat memainkan peranan mereka sebagai boru, seperti: tetangga dan Boru Pandiangan lainnya dengan ketentuan yang mereka sepakati sebelumnya. Sama halnya dalam pembagian jambar. Dalam pembagian jambar, Keluarga Anwar N.Br. Pandiangan menerima jambar sebagai boru pada saat Universitas Sumatera Utara acara berlangsung, kemudian menyerahkannya kembali kepada orang-orang yang layak menerimanya, seperti: saudara perempuannya yang lain. Sebelum anggote keluarga ini berintegrasi, konflik juga tampak di dalam acara Manulangi Opung dalam pemilihan tempat penginapan. Namun konflik tersebut hanya sesaat, yaitu tidak lebih dari seminggu. Keluarga ini berintegrasi kembali pada malam hari setelah acara selesai. Untuk mendapatkan bukti tentang adanya integrasi dalam keluarga ini, peneliti sengaja meminjamkan handphone ketika menghubungi Rani di Jakarta. Berikut adalah hasil observasi peneliti ketika T.Br. Lumban Raja berkomunikasi dengan Santi lewat telepon: “T.Br. Lumban Raja : Horas Anggi sambil tertawa Santi : Horas Ka, apa kabar Ka? T.Br. Lumban Raja :Sehat Anggi, sehat. Apa kabar kalian di sana? Sehat anak-anak kita kan? Santi :Baik juga Ka, sehat semua Ka. Sudahpanen Ka? Bagaimana hasil panen kita? Nanti berasnya dikirim ke sini ya Ka? sambil tertawa T.Br. Lumban Raja :Sudah Anggi. Lumayan panen tahun ini, dst…”. Demikian pula dengan keluarga B. Pandiangan Santi, yaitu keluarga inti dari saudara laki-laki J. Pandiangan yang menganut agama berbeda dengannya. Keluarga B. Pandiangan Santi juga menerima jambar sesuai dengan kedudukannya sebagai hula-hula dalam struktur Dalihan Natolu. Jambar juga diterimanya pada saat acara berlangsung, namun menyerahkannya kembali kepada siapa saja yang layak menerimanya, seperti: saudara laki-laki lainnya ataupun saudara perempuannya yang lain. Universitas Sumatera Utara 3.2.2. Integrasi ketika Menjalankan Kewajiban sebagai Umat Beragama dalam Anggota Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam Pada dasarnya setiap agama tentu mengajarkan umatnya untuk selalu melaksanakan kewajibannya agar menjadi umat yang baik dan beriman. Kewajiban- kewajiban inilah dilakukan agar dapat melakukan interaksi secara tidak langsung kepada Tuhannya. Pola kewajiban-kewajiban yang sudah ditentukan oleh setiap ajaran agama tentu berbeda dengan ajaran agama lainnya. Hal ini yang dapat menimbulkan adanya perbedaan-perbadaan antar umat beragama, yang jika tidak dipahami secara seksama akan menimbulkan konflik. Namun jika perbedaan tersebut dapat dipahami oleh setiap umat, maka akan menciptakan adanya saling menghargai, hormat-menghormati, toleransi dan tenggang rasa yang pada akhirnya akan menciptakan kerukunan. Adapun beberapa pandangan tentang kerukunan bagi setiap umat beragama adalah sebagai berikut: a. Pandangan Islam Pertama, memilih wadah. sejarah kepartaian di Indonesia menunjukan bahwa melalui bidang politik umat Islam sulit bersatu. Tetapi melalui bidang sosial keagamaan atau non politik, kelompok-kelompok umat Islam boleh dikatakan tidak sulit untuk diajak bekerja sama. Dalam upaya untuk membina dan memantapkan kerukunan hidup umat beragama sangat diharapkan peran aktif dari pemerintah Universitas Sumatera Utara melalui Departemen Agama dengan segenap aparatnya memberikan bimbingan dan pelayanan kepada masyarakat untuk merukunkan umat beragama secara menyeluruh. Kedua, memilih metode. Telah banyak cara yang dicoba untuk memperkukuh kerukunan hidup antar umat Islam, seperti : mengadakan musyawarah, sarasehan, silaturahmi, diskusi, seminar, kerja sama sosial kemasyarakatan dan lain-lain. Sesuai kondisi saat ini, maka prioritas pertama ialah memberikan bimbingan kepada masyarakat melalui khotbah, ceramah, pengajian, kuliah, pelajaran, dan lain-lain; dengan materi tentang pentingnya memperkukuh umat. b. Pandangan Kristen Protestan Mengenai nila-nilai kerukunan yang terdapat dalam umat Kristen Protestan yang perlu diingat yaitu terciptanya kesatuan pelayanan bersama yang berpusat pada kasih Kristus. Kesatuan pelayanan itu didasarkan atas ketaatan dan kesetiaan kepada misi yang dipercayakan sebagai umat yang satu dan yang menerima tugas yang satu, dari Kristus untuk dunia. c. Pandangan Kristen Katholik Pertama, pembebasan menuju persaudaraan sejati. Dasar kemanusiaan ini akan mengembangkan semangat solidaritas. Selanjutnya kalau makin berkembang akan memiliki sikap mengutamakan keberpihakan pada yang lemah. Nilai-nilai universal itulah yang hendaknya disasar dalam membangun persaudaraan sejati. Universitas Sumatera Utara Kedua, dialog hidup menuju dialog karya dan sharing iman. Dialog bukan hanya berdiskusi, tetapi juga meliputi semua hubungan antar umat beragama yang positif dan konstruktif dengan pribadi-pribadi dan jemaat-jemaat dari agama lain, yang diarahkan untuk saling memahami dan saling memperkaya pengetahuan. Dialog kehidupan mencakup perhatian, penghormatan dan sikap ramah kepada orang lain mengenal, identitas pribadinya, caranya mengungkapkan, nilai-nilai miliknya. Dialog karya merupakan penemuan titik temu karya bersama dan kerjasama dengan orang lain, lintas iman agama kepercayaan untuk tujuan yang ditentukan bersama. Dialog sharing iman dimaksud agar saling membagi pengalaman iman mengenal pihak lain, mengenai Doa, ungkapan ibadatnya dan lain-lain. Berdasarkan sudut pandang berbagai jenis agama di atas dapat dilihat bahwa semua jenis agama dipermukaan bumi tentu memiliki nilai-nilai tentang sebuah kerukunan. Nilai-nilai ini akan dikejar oleh umatnya untuk mencapai kehidupan yang rukun demi menuju kehidupan yang lebih baik, karena pada dasarnya semua ajaran agama adalah baik. Artinya tidak ada agama yang menjerumuskan umatnya ke arah yang tidak baik. Hanya saja cara menjalankan kewajibannya yang berbeda sehingga masing-masing umat beragama lainnya memiliki penilaian tersendiri dengan menjadikan kewajiban agamanya sebagai patokan. Akibatnya segala segala kewajiban yang dilakukan berdasarkan ajaran agamanya dianggap paling benar, sedangkan kewajiban di luar agamanya dianggap menjadi salah. Bagi anggota keluarga yang menganut agama Islam haruslah menjalankan sholat sebanyak lima kali dalam sehari. Ketika anggota keluarga tersebut sedang Universitas Sumatera Utara menjalankan sholat, maka anggota keluarga lainnya yang berada dalam konteks agama berbeda tidak akan mengganggu mereka dengan cara menciptakan kebisingan di sekitar tempat di mana anggota keluarga tersebut sedang melakukan ibadah sholat. Demikian pula sebaliknya, bagi anggota keluarga yang menganut agama Kristen, beribadah ke Gereja yang dilakukan sekali dalam seminggu sangatlah penting bagi mereka. Karena pada saat moment seperti inilah mereka akan berkumpul dengan saudara-saudara seiman. Selain itu moment ini juga hanya dilaksanakan hanya sekali dalam seminggu. Biasanya anggota keluarga yang menganut agama Islam akan menghargai kewajiban saudaranya tersebut dengan cara memberikan kesempatan bagi mereka untuk beribadah ke gereja. Artinya kegiatan sosialisasi di dalam akan tertunda untuk sementara sampai kewajiban anggota keluarga sebagai umat beragama sudah terlaksana dengan baik. Demikian juga dalam penyajian makanan dan minuman di tengah-tengah keluarga. Jika anggota keluarga yang beragama Islam sedang melakukan kunjungan ke rumah saudaranya yang beragama Kristen, maka saudaranya yang beragama Kristen tersebut wajib menyediakan makanan dan minuman yang merupakan bagian dari konsep “halal”. Hal ini dilakukan untuk menghargai dan menghormati saudaranya yang beragama Islam. Dengan demikian saudaranya yang beragama Islam dapat menikmati makanan dan minuman yang disajikan tanpa meragukan konsep halal yang diajarkan oleh agamanya. Jika makanan dan minuman yang disajikan oleh tuan rumah juga tidak juga mendapat respon yang baik bagi tamunya, biasanya tuan rumah akan membeli makanan dan minuman dari luar. Universitas Sumatera Utara Integrasi yang terjadi ketika menjalankan kewajiban sebagai umat beragama tampak ketika mereka sedang berkumpul dalam perayaan hari besar agama masing- masing agama yang mereka anut. Keluarga Siahaan selalu menyediakan makanan dan minuman enak pada hari raya Idul Fitri yang pertama. Berdasarkan wawancara dengan Noni, almarhum sengaja menyediakan makanan dan minuman tersebut kepada keluarga dekatnya yang memang biasanya sering mengadakan kunjungan ke rumahnya. K. Siahaan Alm selalu membuat 10 bolu dengan rasa dan ukuran yang sama. Bolu itu sengaja dibuat agar ketika keluarga dekatnya akan pamit pulang, maka ia akan memberikannya untuk dibawa pulang ke rumah. Demikian pula sebaliknya, ketika perayaan Natal dan Tahun Baru, E.Br. Lumban Gaol juga menyediakan makanan dan minuman yang sama enaknya dalam ukuran keluarga tersebut. E.Br. Lumban Gaol selaku kakak tertua di dalam keluarga tersebut selalu menekankan kepada mereka terlebih kepada seluruh anggota keluarganya yang muslim, bahwa segala hidangan yang tersedia di rumah ini adalah enak, semuanya boleh dimakan tanpa terkecuali. Jadi tidak boleh membeli makanan dan minuman di luar. Dan memang seperti itu lah adanya, seluruh anggota keluarga mematuhi pernyataan tersebut, kecuali mereka ingin menyantap makanan dan minuman lain yang belum tersedia di rumah tersebut. Dalam Keluarga Nadapdap integrasi juga muncul dalam ketika menjalankan kewajibannya sebagai umat beragama, yaitu ikut serta dalam perayaan hari besar agama. Dalam perayaan Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru yang diadakan di SIdikalang. Mereka selalu mengadakan kunjungan setiap tahun. Namun Keluarga A. Universitas Sumatera Utara Nadapdap Alm Rani tidak selalu rutin menghadiri acara kumpul-kumpul keluarga tersebut dalam perayaan Natal dan Tahun Baru. Menurut D.Br. Nadapdap hal tersebut disebabkan karena jarak rumah yang jauh sehingga membutuhkan materi yang cukup banyak setiap melakukan kunjungan. Demikian pula sebaliknya, anggota keluarga lainnya juga tidak dapat melakukan kunjungan ke rumah A. Nadapdap Alm Rani hanya sekali, yaitu ketika perayaan Idul Fitri sekitar 10 tahun yang lalu. Hal tersebut juga disebabkan karena membutuhkan materi yang banyak. Dalam Keluarga Sihotang integrasi ketika menjalankan kewajiban sebagai umat beragama hampir tidak tampak. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan D. Sihotang, keluarga mereka hampir tidak pernah berkumpul lagi karena masing- masing anggota keluarga inti dalam keluarga ini sudah memiliki keluarga tersendiri lagi. Anak-anak anggota keluarga yang lain sudah menikah sehingga hanya melakukan perkumpulan dengan keluarga baru anak-anak mereka sendiri. Seiring dengan hampir menghilangnya interaksi secara tidak langsung antar anggota keluarga ini, maka integrasi di dalamnya juga tidak dapat dimunculkan dalam hasil penelitian ini. Namun walaupun demikian, D. Sihotang juga mengaku bahwa hubungannya dengan anggota keluarga lainnya masih selalu terjalin melalui handphone, ketika perayaan Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru. Di dalam keluarga Pandiangan, integrasi antar anggota keluarga yang menganut agama berbeda juga terjalin melalui handphone. Mereka juga jarang berkumpul dalam kesempatan perayaan hari besar agama karena jarak rumah yang terlalu jauh. Perkumpulan keluarga pada perayaan hari besar agama bertitik pusat di Universitas Sumatera Utara rumah orang tua mereka semasa orang tuanya masih hidup. Namun sesudah meninggal, beberapa keluarga inti yang sudah memiliki anak dan sudah menikah memilih lebih berkumpul di rumah masing-masing. Sedangkan dalam Keluarga Lumban Gaol, integrasi juga terjadi dalam perayaan hari besar agama, yaitu pada hari raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru. Hubungan kekeluargaan antara T. Sitohang dengan saudara laki-laki perempuannya juga baik. Hal ini tampak dari kekompakan mereka ketika mereka melakukan kunjungan ke rumah orang tuanya. Dalam suasana Natal dan Tahun Baru setiap tahunnya mereka saling memberitahu satu sama lain untuk berkumpul. Dalam kesempatan ini mereka meyediakan makanan yang layak disajikan tanpa menimbulkan rasa keberatan bagi keluarga T. Sitohang Tini yang menganut agama berbeda dengan anggota keluarga lainnya. Makanan yang disajikan selama mereka berkumpul adalah makanan dan minuman siap saji yang dibeli di luar. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan adanya solidaritas yang tinggi dan rasa saling mengahargai antar masing-masing anggota keluarga. Selain itu setiap perayaan Natal, keluarga T. Sitohang Tini berkunjung ke rumah orang tuanya dengan membawa berbagai makanan, seperti: roti kaleng, bolu, buah-buahan, dan minuman- minuman kaleng. Demikian pula sebaliknya, jika hari raya Idul Fitri tiba, orang tuanya juga berkunjung dengan membawa berbagai makanan dan minuman seperti yang disajikan oleh anaknya tersebut. Universitas Sumatera Utara Di dalam suasana tahun baru 2012 yang lalu peneliiti sempat mengobservasi suasana tahun baru di kediaman mereka di Perumnas Mandala dan mewawancarai Hendra dengan mengatakan bahwa: “Kami berempat adalah anak laki-laki Mama, kami punya satu saudara perempuan yang sudah menikah. Setelah Bapak meninggal Mama yang tidak didampingi oleh Bapak lagi adalah menjadi tanggung jawab bersama kami, begitu juga dengan saudara perempuan kami Mama Amos R.Br. Sitohang juga merupakan tanggung jawab kami sebagai hula-hula walaupun ia sudah menikah”. Berikut adalah pemetaan kediaman Keluarga Lumban Gaol di Medan: Gambar 3.4. Jarak Rumah T. Sitohang dengan Orang tuanyadi Medan W. Sitohang Alm Br. L. Gaol T. Sitohang Tini Kristen Islam Sumber: Observasi Universitas Sumatera Utara 3.2.3. Integrasi Kehidupan Sehari-hari dalam Anggota Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam Tampaknya integrasi dalam anggota keluarga luas Batak Toba di Jalan Galang, Lubuk Pakam disebakan karena faktor jarak rumah yang dekat. Dengan jarak yang dekat, mereka akan sering melakukan interaksi dan saling mengetahui kegiatan apa yang dilakukan sehar-hari, termasuk ketika melaksanakan kewajiban mereka sehari-hari. Hal ini tampak dalam Keluarga Siahaan, Keluarga Nadapdap, dan Keluarga Lumban Gaol. Integrasi yang terjadi dalam Keluarga Siahaan terjadi antara Keluarga S. Siahaan Alm E.Br. Lumban Gaol, K. Siahaan Alm I.Br.Nasution, dan L. Siahaan U.Br. Panjaitan sebelum mengalami konflik. Keluarga K. Siahaan Alm I.Br. Nasution dan L. Siahaan U.Br. Panjaitan berada dalam Kelurahan Bakaran Batu, sedangkan Keluarga S. Siahaan Alm E.Br. Lumban Gaol berada di Desa Pasar Melintang namun ketiganya tetap saja berada di dalam Kecamatan Lubuk Pakam. Integrasi yang terjadi di dalam ketiga keluarga ini tampak dalam kunjungan berkala yang dilakukan masing-masing anggota keluarga. Kunjungan yang dilakukan biasanya disebkan karena antar anggota keluarga jika ingin saling berbagi untuk menemukan sebuah solusi, miasalnya kunjungan yang dilakukan oleh E.Br. Lumban Gaol kepada Keluarga K. Siahaan Alm I.Br. Nasution untuk meminta bantuan materi ketika ingin membeli mesin jahit yang baru. Pada saat itu mesin jahit E.Br. Lumban Gaol sedang rusak parah dan terpaksa harus diganti. Pada saat itu tumpukan Universitas Sumatera Utara kebaya langganannya harus diselesaikan, selain itu pelanggannya juga sudah mendesak, sebab kebaya segera dipakai. Dalam keluarga Nadapdap juga terjadi integrasi antara E.Br. Sinaga dengananak perempuannya S.Br. Nadapdap yang menikah dengan seorang laki-laki beretnis Jawa dan tinggal di Sidikalang bersama orangtuanya, namun memiliki kehidupan rumah tangga yang berbeda. Di Sidikalang mereka hidup berdampingan dengan orang tuanya yang berbeda agama. Integrasi ini muncul dalam kehidupan mereka sehari-hari ketika mereka berinteraksi, yaitu dengan memberikan bantuan kepada keluarga anak perempuannya tersebut dengan memberikan beras ketika ia memetik hasil panennya dan terkadang juga mau memberikan uang sekolah buku buat cucu-cucunya yang masih duduk di bangku SMP dan SD. Selain pada kedua keluarga tersebut, integrasi juga terjadi dalam Keluarga Lumban Gaol, yaitu antara F.Br. Lumban Gaol dengan keluarga anaknya T. Sitohang Tini. Adanya integrasi dalam keluarga luas ini tampak dari kunjungan yang dari rumah ke rumah yang rutin dilakukan oleh masing-masing keluarga paling tidak sekali dalam sebulan. Di dalam setiap kunjungan mereka sering sharing tentang permasalahan perekonomian yang dialami oleh ibunya yang sebelumnya hanya tinggal berdua dengan anaknya yang paling kecil dan belum menikah. Keluarga T. Sitohang Tini sering memberikan bantuan berupa uang dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga. Hal ini disebabkan karena ibunya tidak memiliki sumber penghasilan yang mapan, sedangkan adiknya yang tinggal bersama ibunya tidak Universitas Sumatera Utara mampu memberikan bantuan seperti apa yang sudah diberikan oleh Keluarga T. Sitohang Tini tersebut. Adanya integrasi antar saudara sepupu laki-laki perempuan juga muncul dalam hubungan kekerabatan keluarga luas tersebut. Keluarga T. Sitohang juga pernah melakukan kerjasama dengan saudara sepupunya M. Lumban Gaol T.Br Simamora dalam menjalankan bisnisnya dalam bidang pertanian. Dalam bisnis ini, T. Sitohang menjalankan tugasnya untuk mencari bibit unggul jagung yang memang benar-benar dibutuhkan dalam bisnis tersebut. Tanpa berpikir panjang, ia menjumpai keluarga saudara sepupu perempuannya, yaitu M. Lumban Gaol T.Br. Simamora untuk mencarikan bibit unggul, karena secara kebetulan saudara sepupu perempuannya tersebut adalah petani. Usaha tersebut disambut baik oleh keluarga sepupunya tersebut. Mereka sama-sama mencari bibit unggul ke berbagai tempat dan akhirnya menemukannya sesuai dengan target. Setelah bibit unggul ditemukan, mereka membagi hasil sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Universitas Sumatera Utara

BAB IV TERBENTUKNYA KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA LIMA

KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA DI JALAN GALANG KECAMATAN LUBUK PAKAM DALAM TIGA SUASANA Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dipaparkan dalam BAB III, secara tidak langsung konflik dan integrasi sudah terjawab. Jawaban dari permasalahan tersebut adalah bahwasanya konflik dan integrasi bisa terbentuk kapan saja dan di mana saja. Berdasarkan hasil analisis peneliti membedakan terjadinya konflik dan integrasi dalam tiga suasana yang berbeda. Adapun konflik dan integrasi yang terjadi di tengah anggota lima keluarga luas Batak Toba yang menganut agama berbeda di Jalan Galang, Lubuk Pakam adalah sebagai berikut: 1. Terbentuknya konflik dan integrasi dalam kehidupan sehari-hari. 2. Terbentuknya konflik dan integrasi dalam perayaan hari besar agama. 3. Terbentuknya konflik dan integrasi dalam Upacara Adat Batak Toba. Ketiga suasana konflik di atas akan dibahas dalam pemaparan berikut ini: 4.1. Terbentuknya Konflik dan Integrasi Anggota Lima Keluarga Luas Batak Toba yang Menganut Agama Berbeda di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam dalam Kehidupan Sehari-hari Sifat dan perilaku manusia yang paling mendasar dicerminkan dalam kehidupan sehari-hari. Artinya melalui sifat dan perilaku yang dilakukannya setiap hari, dapat diketahui apa dan bagaimana sebenarnya kepribadian seseorang tersebut. Semakin lama kita hidup dengan seseorang sekelompok masyarakat maka kita akan semakin mengenalinya secara mendalam. Universitas Sumatera Utara