BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari uraian bab-bab dimuka dapat disimpulkan:
1. Persetujuan ACFTA memberikan hak kepada negara-negara anggota ACFTA
untuk melindungi industri dalam negeri sebagaimana disebutkan dalam Article 3 8 f and g Trade In Goods Framework Agreement on Comprehensive
Economic Cooperation Beetween the Association of South Asian Nations and the People’s Republic of China yang diratifikasi melalui Keppres No. 48
Tahun 2004 Tentang Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh Antara Negara-Negara Anggota Asosiasi Bangsa-
Bangsa Asia Tenggara Dan Republik Rakyat China, pasal 3 angka 8 f. Bentuk perlindungan hukum bagi industri dalam negeri tersebut berupa
tindakan safeguard, antidumping, dan countervailing. Safeguard dan Antidumping adalah kedua mekanisme yang paling sering digunakan dalam
upaya perlindungan industri dalam negeri. Ketentuan yang mengatur kriteria dan pelaksanaan Safeguard dan Antidumping yang digunakan dalam ACFTA
di Indonesia, juga diatur dalam ketentuan nasional sebagai landasan akan tetapi mekanisme dan pelaksanaan instrumen pengamanan perdagangan tersebut
tetap harus berpedoman pada ketentuan WTO. Pengaturan hukum tentang instrumen perlindungan industri dalam negeri diatur dalam Undang-Undang
Universitas Sumatera Utara
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 yang pelaksanaannya berpedoman
pada Keppres Nomor 84 Tahun 2002 Tentang Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri Dan Akibat lonjakan Impor serta PP No. 34 Tahun 1996
Tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan. 2.
Beberapa kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam melindungi industri dalam negeri dalam ACFTA diantaranya yaitu:
a. Penggunaan instrumen perlindungan industri dalam negeri yang
diperbolehkan dalam ACFTA berupa pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan, Bea Masuk Anti Dumping, penerapan wajib SNI, dan;
b. Peningkatan daya saing industri dalam negeri berupa pembangunan
infrastruktur, penurunan tarif bea masuk untuk kelompok barang baku dan barang modal, penerapan lisensi perdagangan secara online, dan pelayanan
satu atap. Berdasarkan hal tersebut, tampak bahwa pemerintah telah melakukan
perlindungan terhadap industri dalam negeri dalam rangka ACFTA, namun kebijakan tersebut belum cukup dalam melindungi industri dalam negeri.
Disamping penggunaan instrumen Safeguard dan Antidumping yang kurang optimal juga disebabkan karena peningkatan daya saing indutri juga belum
diarahkan kepada kemandirian industri dalam negeri. 3.
Hambatan dalam perlindungan industri dalam negeri adalah disebabkan penggunaan safeguard dan antidumping yang masih kurang optimal, juga
Universitas Sumatera Utara
disebabkan oleh persoalan regulasi hukum yang kurang mendukung pertumbuhan industri dalam negeri, juga termasuk penyebab lainnya adalah
masalah infrastruktur, kebijakan perbankan, dan lemahnya penegakkan hukum di Indonesia yang sangat mempengaruhi upaya pemberian perlindungan bagi
industri dalam negeri dalam ACFTA ini. Hal ini menandakan bahwa pemerintah perlu lebih bekerja lebih giat dalam mengatasi berbagai hambatan
pemberian perlindungan bagi industri dalam negeri tersebut.
B. Saran