Perkembangan Hubungan Dagang China-Indonesia

Indonesia, Malaysia dan Thailand di satu pihak, dan Jepang di pihak lain ada FTA maka impor Jepang akan lebih dari kedua negara tersebut, dan dirugikan adalah potensi ekspor dari Indonesia ke Jepang. Disinilah letak peran penting negara dalam rangka mensejahterakan kehidupan rakyat. Campur tangan negara tetap masih diperlukan terutama untuk melindungi sektor strategis dan bidang usaha mikro kecil dan menengah. Menurut penulis bahwa dalam kondisi dimana industri nasional terancam ambruk akibat pemberlakuan kesepakatan ACFTA, negara dapat mengambil kebijakan atau tindakan yang dibutuhkan tanpa mengabaikan mekanisme pasar.

B. Perkembangan Hubungan Dagang China-Indonesia

Hubungan Indonesia-China sudah dimulai berabad-abad. Hubungan di antara kedua negara mengalami pasang surut akibat perbedaan sosial dan politik kedua negara. Khusus mengenai hubungan ekonomi perdagangan antara Indonesia dan China, sebelumnya dijalankan melalui beberapa salurannegara perantara seperti Singapura dan Hongkong. Setelah China membuka diri dalam perdagangan internasional kemudian berubah dan berangsur-angsur terjadi perdagangan terbuka dan langsung. 148 Kedudukan China sekarang berubah menjadi negara industri, yang mendekati kemajuan seperti halnya Jepang dan Korea Selatan. Indonesia harus dapat 148 Ragimun, “Analisis Investasi China Ke Indonesia Sebelum dan Sesudah ACFTA”, http:www.scribd.comdoc48930377Ragimun-Analisis-investasi-China-ke-Indonesia-sebelum-dan- sesudah-ACFTA, diakses tanggal 9 Juni 2011. Universitas Sumatera Utara memanfaatkan kemajuan ekonomi dan industrialisasi China, yang membutuhkan banyak bahan industri, seperti minyak sawit CPO , karet, kayu, dan bahan mentah lainnya. Sektor-sektor lain yang banyak dibutuhkan negara ini antara lain adalah sektor energi, pangan, tambang dan produk-produk pertanian lainnya. 149 Dalam hubungan dagang antara China dan Indonesia selama tahun 2004- 2008, neraca perdagangan Indonesia China untuk produk non migas selalu surplus bagi Indonesia, namun untuk produk non migas sejak tahun 2005 selalu defisit. 150 Defisit kerugian perdagangan non–migas dengan China sebesar 12.6 miliar dolar AS atau hampir 120 triliun rupiah, Indonesia hanya mengalami surplus perdagangan dengan China pada tahun 2003 sebesar 535 juta dollar AS, tepatnya 1 tahun sebelum pelaksanaan FTA. Dan sejak tahun 2004 hingga November tahun 2009, Indonesia ‘konsisten’ mengalami defisit perdagangan dengan China dan mencapa defisit terbesar pada tahun 2008 yakni USD -7.2 miliar atau setara 70 triliun rupiah. Ini berarti penerapan ACFTA semakin memberi keuntungan yang sangat besar bagi negara China. 151 Jumlah rata-rata penjualan produk China di Indonesia meningkat hingga 400 dalam kurun 5 tahun terakhir. Maka tidaklah mengherankan bila banyak produk yang beredar di Indonesia bertuliskan “MADE IN CHINA”, mulai dari barang elektronik berteknologi tinggi seperti ponsel, kamera, televisi, motor, mesin- 149 Ibid. 150 Firman mutakin dan Aziza Ragmaniar Salam, loc. cit. 151 Administrator, “Review Implementasi CAFTA dan Ketidakadilan Perdagangan Bebas”, http:ekonomi.kompasiana.commoneter20100919implementasi-capta-dan-ketidakadilan- perdagangan-bebas, diakses tanggal 12 Maret 2011. Universitas Sumatera Utara mesin,hingga produk-produk berteknologi rendah seperti pakaian tekstil, mainan anak-anak, makanan, kertas, jam, perabot rumah tangga, dan lain-lain. Bila mencermati pola perdagangan Indonesia-China akan tampak bahwa ACFTA berpotensi mengganggu eksistensi perekonomian nasional seperti tampak dalam tabel berikut ini: 152 Tabel 1. Neraca Perdagangan Indonesia-China tahun 1990-2009 Ribu USD Tahun Total Perdagangan Ekspor Impor Neraca Perdagangan 1990 1486729 834385.8 652343.4 182042.4 1995 3236941 1741718 1495223 246494.5 2000 4789679 2767708 2021971 745736.6 2005 12505216 6662354 5842863 819491.3 2009 20074672 9055010 11019662 -1964652 Pertumbuhan 1990-1995 16.8 15.9 18.0 6.2 1995-2000 8.2 9.7 6.2 24.8 2000-2005 21.2 19.2 23.6 21.2 2005-2009 12.6 7.9 17.1 - 1990-2009 - 13.4 16.0 - Sumber: Dihitung dari Statistik Perdagangan Luar Negeri 152 Latif Adam, loc. cit. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa pada periode 1990-2009, pertumbuhan ekspor Indonesia ke China sebesar 7,9 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekspor tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan impor Indonesia dari China yang jauh lebih besar yakni sebesar 17,1 per tahun. Dengan demikian jelas bahwa kemampuan penetrasi produk China ke pasar Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan kemampuan penetrasi produk Indonesia ke pasar China. Jika sebelum pemberlakuan ACFTA dimana produk-produk China dihambat melalui tarif saja neraca perdagangan Indonesia sudah mengalami defisit, maka sangat wajar bila ada kekhawatiran bahwa ACFTA akan mengakibatkan defisit neraca perdagangan Indonesia semakin membesar. Persoalannya adalah, semakin bertambahnya defisit di dalam neraca perdagangan pada akhirnya akan mengganggu posisi neraca pembayaran balance of payments. Hal ini berarti, Indonesia harus mengeluarkan lebih banyak cadangan devisa foreign reserves untuk membiayai impor dari China daripada mendapatakan cadangan devisa dari ekspor ke China. 153 Meningkatnya produk China yang masuk ke Indonesia tidak lepas dari faktor kompetitif harga. Barang-barang impor dari China relatif lebih murah dibanding produk dari industri lokal. Ditambah dengan pola konsumsi masyarakat Indonesia yang lebih mencari barang murah, maka secara perlahan pasar produk lokal disaingi oleh produk China. 153 Ibid. Universitas Sumatera Utara Penyebab terbesar ketimpangan neraca perdagangan non-migas antara China dan Indonesia adalah tingkat kompetitif bisnis-ekonomi Indonesia yang rendah dibanding China. China unggul dalam berbagai faktor produksi barang dan jasa dibanding Indonesia. dengan upah tenaga kerja yang hampir sama, buruh China bekerja lebih efesien, ulet dan telaten serta keahlian yang lebih memadai. Berdasarkan laporan The Global Competitiveseness Report 2009-2010, efesiensi tenaga kerja China menduduki peringkat 32 dari 133 negara, sementara Indonesia berada di peringkat 75 jauh di bawah China. Dengan diberlakukannya ACFTA ini, hubungan dagang khususnya ekspor China semakin surplus karena China memiliki kekuatan ekonomi serta stabilitas negara yang sangat mendukung negara tersebut, sementara Indonesia semakin defisit dalam ekspor khususnya produk industri manufaktur, terlebih dengan semakin membanjirnya tidak hanya produk China melainkan juga produk-produk industri negara ASEAN lainnya yang juga terikat dalam ACFTA, produk-produk industri dalam negeri bahkan mungkin tidak dapat menjadi raja atas pasar dalam negeri. Dengan demikian tampak bahwa dalam perkembangan hubungan dagang antara China dan Indonesia lebih menguntungkan China.

C. Alasan Pemerintah Menyetujui ACFTA