pada pertumbuhannya. Adapun yang menjadi kendala bagi industri manufaktur tersebut sehingga tidak mampu tumbuh dengan optimal adalah:
1. Kendala Internal, yang terdiri dari: a
Struktur industri yang sangat rapuh. b
Industri dasar yang belum berkembang. c
Industri berteknologi belum berkembang. d
Kapasitas produksi belum optimal. e
Ketergantungan pada pesanan di negara tujuan ekspor. 2 Kendala Eksternal, yaitu ketersediaan dan kualitas infrastruktur, fisik dan non
fisik yang kurang memadai.
187
Dengan bangkrutnya sebagian industri dalam negeri, maka jumlah penganguran akan meningkat, sehingga pada akhirnya tekanan peningkatan
pengangguran yang meningkat berkali lipat ini, akan menyebabkan kesejahteraan kaum buruh yang masih bekerja akan menurun.
F. Kebijakan Pemerintah Melindungi Industri dalam Negeri dari dalam
ACFTA.
Dalam era globalisasi ini, sebuah pandangan yang dipromosikan oleh Dana Moneter Internasional IMF dan Bank Dunia World Bank serta para pembuat
kebijakan di negara maju mengatakan bahwa liberalisasi adalah baik bagi
187
Kadin, Roadmap Pembangunan Ekonomi Tahun 2009-2014, Jakarta: Kadin, 2009, hlm. 81.
Universitas Sumatera Utara
pembangunan, semakin cepat liberalisasi dijalankan semakin baik bagi pembangunan. Namun, skeptimisme terhadap pandangan ini mulai muncul kepermukaan terutama
dari negara-negara berkembang, karena liberalisasi yang sedemikian cepat menimbulkan lonjakan impor di banyak negara berkembang, dengan dampak negatif
yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, negara berkembang memerlukan perlindungan dalam
tingkatan tertentu guna memungkinkan perusahaan lokal bersaing di dalam pasar domestik negara itu sendiri. Cara ini sesungguhnya digunakan oleh negara-negara
maju pada masa lalu untuk mengatur kebijakan perdagangan dan industri mereka saat mereka berada dalam tahap membangun.
188
Kebijakan perdagangan dalam periode memasuki era lepas landas diarahkan pada penciptaan dan pemantapan kerangka landasan perdagangan, yaitu dengan
meningkatkan efisiensi perdagangan dalam negeri dan perdagangan luar negeri dengan tujuan lebih memperlancar arus barang dan jasa, mendorong pembentukan
harga yang layak dalam iklim persaingan yang sehat, menunjang usaha peningkatan efisiensi produksi, meningkatkan dan memeratakan pendapatan rakyat serta
memantapkan stabilitas ekonomi. Harapan untuk memanfaatkan perlakuan yang seimbang dan memanfaatkan
pasar negara maju pada kenyataannya sangat sulit. Hal ini terutama karena disebabkan negara maju masih melakukan perlindungan untuk pasar mereka dengan
188
Komisi Pengamanan Perdagangan Indonesia, loc. cit., hlm. 44-45.
Universitas Sumatera Utara
tarif dan bea masuk, memberlakukan subsidi untuk produk-produk pertanian dan produk strategis di negaranya.
Dalam pelaksanaannya, kebijakan tersebut diupayakan secara terpadu dan saling mendukung dengan kebijakan di bidang-bidang lainnya agar dapat dicapai
keseimbangan dalam mencapai berbagai tujuan pembangunan. Selain itu, untuk memperlancar kegiatan perdagangan dan agar tercipta persaingan yang sehat dan
meningkatnya daya saing di pasar dunia, maka perlu ditingkatkan penyebaran informasi yang lebih merata.
189
Sejatinya pemberlakuan ACFTA dapat memperoleh keuntungan dari segi ekonomi. Penyerahan perdagangan dan ekonomi pada mekanisme pasar sekilas
memang memunculkan nuansa untuk berkompetisi, tapi pada faktanya kompetisi selalu dipegang atau dikuasai oleh negara besar dan kuat serta memiliki ketahanan
ekonomi.
190
Oleh karena pemerintah telah memutuskan untuk terlibat penuh dalam ACFTA, maka pemerintah juga memiliki kewajiban untuk tidak mengorbankan
kepentingan sebahagian pelaku usaha dalam negeri yang dirugikan akibat realisasi ACFTA tersebut, khususnya para pelaku UMKM yang secara langsung merasakan
dampak menurunnya produksi bahkan tutupnya beberapa UMKM akibat tidak
189
R. Hendra Halwani, Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi Edisi Kedua, Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2005, hlm. 340.
190
Rooma, “Analisis Dampak ACFTA bagi Indonesia, Peluang Atau Hambatan”, http;www.persma.combaca20100429analisis-dampak-acfta-bagi-indonesia-peluang-atau-
hambatan.html, diakses tanggal 7 Juni 2011.
Universitas Sumatera Utara
mampu untuk bersaing dengan produk-produk impor China yang semakin membanjir di tanah air.
Pemerintah memiliki tangungjawab dalam melindungi industri dalam negeri dan memberi keadilan bagi pelaku usaha yang kepentingannya dirugikan akibat
Pelaksanaan ACFTA. Sistem perekonomian negara yang bercirikan ekonomi kerakyatan menghendaki pemerintah untuk tidak menyerahkan sistem perekonomian
negara kepada mkeanisme pasar yang tentunya akan membuat merugikan pelaku usaha dalam negeri yang tidak mampu bersaing dalam ACFTA. Bahkan hal ini akan
berimbas pada buruh dan tenaga kerja pada industri dalam negeri yang terkena langsung dampak pemberlakuan ACFTA.
Berbagai langkah telah ditempuh Pemerintah sebagai upaya menyikapi pemberlakuan penuh ACFTA. Di antaranya mengirimkan surat kepada Sekretaris
Jenderal ASEAN pada tanggal 31 Desember 2009 yang menyatakan bahwa Indonesia tetap pada komitmennya, namun terdapat beberapa sektor yang bermasalah, untuk itu
akan dilakukan pembahasan. Upaya yang pernah hendak dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam
menanggapi dampak negatif pemberlakuan ACFTA bagi industri dalam negeri salah satunya adalah “negoisasi”. Namun mengingat bahwa ACFTA merupakan perjanjian
regional dan bersifat multilateral dan bukan perjanjian yang bersifat bilateral maka negoisasi ini jelas sangat sulit untuk berhasil. Sekalipun pemerintah berhasil
melakukan negoisasi, upaya tersebut tidak akan mengubah keberlakuan perjanjian internasional tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun banyak desakan dari dalam negeri agar pemerintah membatalkan pemberlakuan ACFTA akibat dampak negatif yang ditimbulkannya pada industri
dalam negeri, namun dalam prakteknya hal tersebut sulit dilakukan jika tidak ada kesepakatan bersama. Hal ini tertera tegas dalam pasal 14 persetujuan kerangka
kerjasama ACFTA yang menyebutkan “Pasal-Pasal dari persetujuan ini mungkin dapat dimodifikasi melalui perubahan-perubahan yang disepakati bersama secara
tertulis oleh para pihak”.
191
Walaupun demikian upaya negosiasi masih dimungkinkan sebagai strategi untuk melindungi industri dalam negeri dan hal ini juga yang dipertimbangkan oleh
pemerintah sebagai salah satu upaya untuk melindungi industri dalam negeri. Upaya negosiasi yang dimaksud adalah negosiasi bukan dalam kerangka kerjasama regional
ACFTA melainkan dalam sebuah kesepakatan baru yang bersifat bilateral antara pemerintah Indonesia dan China. Dengan kesepakatan bilateral tersebut pemerintah
dapat merundingkan agar pemerintah China dapat memberikan bantuan bagi pengembangan industri dalam negeri di Indonesia.
Kemudian mengingat permasalahan yang dihadapi bersifat lintas sektor, oleh sebab itu di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Perekonomian telah
dibentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Hambatan Perdagangan dan Industri pada tanggal yang sama untuk melakukan pembahasan bersama berbagai usaha di Tanah
Air.
192
191
Pasal 14 Keppres No.48 Tahun 2004.
192
Andri Gilang Nugraha, loc. cit.
Universitas Sumatera Utara
Pembahasan sektoral ini bertujuan untuk memetakan kondisi masing-masing sektor secara akurat, mengidentifikasikan permasalahan secara jelas, dan menyusun
rekomendasi kebijakan yang tepat untuk mengatasi masalah yang dihadapi sektor yang bersangkutan. Tim teknis yang dibentuk fokus kepada penguatan daya saing
global, pengamanan pasar domestik, serta penguatan ekspor.
193
Kebijakan pemerintah dalam upaya melindungi industri dalam negeri dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut:
1. Perlindungan Pasar dan Produk Industri Dalam Negeri