Pelaksanaan ACFTA di Indonesia

pasar domestik sebesar 10-25, hingga pengurangan tenaga kerja sebesar 10- 25. 162 Bahkan, pada industri permesinan, juga alas kaki dan tekstil, sejumlah industri beralih menjadi produsen perakitan, pengemasan, ataupun distributor. Industri- industri tersebut tidak lagi memproduksi. Akibatnya, ribuan tenaga kerja terpaksa menganggur. 163

D. Dampak Pelaksanaan ACFTA Bagi Indonesia

1. Pelaksanaan ACFTA di Indonesia

Semenjak digulirkannya ACFTA, banyak kalangan yang memprediksi bahwa persetujuan ACFTA akan membuat perekonomian di Indonesia akan semakin memburuk. Hal tersebut tidaklah beralasan, karena sebelum ACFTA saja sudah banyak produk China yang membanjiri pasar di Indonesia. Harga barang-barang China murah, jauh di bawah harga barang-barang yang diproduksi oleh pengusaha di Indonesia. Sebagai konsumen yang rasional, masyarakat Indonesia juga meminati produk-produk dari China karena pertimbangan harga. Hal ini memang baik bagi konsumen. Dengan semakin banyaknya produk murah China yang membanjiri pasar Indonesia, maka konsumen akan semakin memiliki banyak opsi barang, yang tentunya dapat memangkas pengeluaran mereka, menambah pilihan, akan semakin banyak bagian pendapatan yang bisa untuk ditabung, dan pada akhirnya akan 162 M. S. Hidayat dalam Administrator, “Limbungnya Industri Nasional”, http:www.bsn.go.idnews_detail.php?news_id=2913, diakses tanggal 14 Mei 2011. 163 Administrator, Ibid. Universitas Sumatera Utara menambah tingkat kesejahteraan mereka. Namun, hal tersebut adalah dampak jangka pendeknya. 164 Ditinjau dari tingkat kesiapannya, negara-negara yang terlibat di dalam ACFTA dapat dibagi menjadi empat kategori. Pertama adalah kategori negara inisiator yaitu Republik Rakyat China dan Republik Singapura. Kedua negara ini sudah lebih dari siap dan sepertinya sudah tidak sabar lagi untuk mengimplementasikan ACFTA dengan segera. Kategori kedua adalah negara-negara pendukung, yaitu Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam yang sudah siap dengan konsep perdagangan bebas, namun masih mempersiapkan diri untuk program- program pendukungnya. Ketiga adalah kategori negara-negara pengikut yaitu Filipina, Laos, Kamboja, Vietnam dan Myanmar, yang relatif cukup siap namun bersikap low profile dan mewaspadai setiap perkembangan yang terjadi. Kategori keempat adalah negara Indonesia. Sikap dan kedudukan Indonesia cukup unik karena “penyakit” sindroma negara besar yang dideritanya. Ini terlihat dari perilakunya yang high profile pada tingkat diplomasi, tapi pada kenyataannya tidak terlalu siap di berbagai sektor di dalam negeri. 165 Indonesia adalah pasar terbesar nomor tiga di Asia setelah China dan India. Namun, berbeda dengan China yang merupakan pasar terbesar tapi sekaligus produsen yang sangat kompetitif, Indonesia bukan produsen yang kompetitif. Bagi 164 Administrator, “Tinjauan Efektivitas Implementasi Perjanjian ACFTA bagi Perekonomian Indonesia”, loc.cit. 165 Suhandi Taman Timur, “Peta Baru Geo-Ekonomi Asia timur Pasca ACFTA”, http:ekonomi.kompasiana.combisnis20100428peta-baru-geo-ekonomi-asia-timur-pasca-acfta, diakses tanggal 3 Mei 2011. Universitas Sumatera Utara negara-negara anggota ACFTA yang lain, Indonesia adalah produsen yang tidak perlu ditakuti, dan mitra konsumen yang memiliki pasar yang sangat potensial. 166 Pelaksanaan butir-butir kesepakatan ACFTA telah dimulai sejak tahun 2005 yaitu dalam hal penurunan tarif impor dalam perdagangan ASEAN-China, namun implementasi penuh dengan tarif 0 baru dilaksanakan sejak tahun awal bulan Januari tahun 2010. Sejak awal dilaksanakannya ACFTA telah mempengaruhi tidak hanya pertumbuhan industri dalam negeri tetapi juga berdampak bagi perekonomian negara. Bahkan akibat banjirnya produk China di pasar dalam negeri telah mengakibatkan Indonesia terancam akan mengalami kondisi deindustrialisasi. 167 Pelaksanaan ACFTA yang seharusnya dilandasi perdagangan yang bersifat fair Trade ternyata juga diwarnai tindakan curang pemerintah China melalui tindakan dumpingnya terhadap beberapa produk industri nasional. 168 Implementasi penuh ACFTA sejak 1 tahun lalu juga telah menyebabkan membanjirnya produk impor China sehingga telah menyebabkan kolapsnya beberapa industri nasional khususnya industri-industri yang memproduksi produk-produk yang serupa dengan produk China tersebut. 166 Ibid.. 167 Deindustrialisasi adalah suatu kondisi dimana menurunnya peran industri dalam perekonomian secara menyeluruh, lihat dalam Mudrajad Kuncoro, Ekonomika Industri Indonesia, Yogyakarta: ANDI, 2007, hlm. 385. 168 Kementrian industri dalam negeri menemukan indikasi tindakan dumping pada 38 produk yang diimpor dari China melalui skema ACFTA yang berlaku sejak 1 Januari 2010, lihat Linda T. Silitonga, “Atasi Dampak ACFTA, Wajib Safeguard Bagi Produk China”, http:www.bisnis.comekonomiglobal17630-atasi-dampak-acfta-wajib-safeguard-bagi-produk-china, diakses tanggal 23 Juni 2011. Universitas Sumatera Utara

2. Dampak Pelaksanaan ACFTA