Setiono, Op Cit, halaman 115.

128 subjektif kriteria kepelakuan pidana, maka makin semakin sedikit ruang untuk menerima ketiadaan semua kesalahan afwezigheid van alle schuld. 230

B. Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

Pertanggungjawaban pidana kepada korporasi dapat di bebankan dengan melihat terlebih dahulu siapa yang dapat dipertanggungjawabkan, artinya harus diperhatikan dahulu siapa yang dinyatakan sebagai pelaku suatu tindak pidana tertentu. Subjek tindak pidana yang pada umumnya sudah durumuskan oleh pembuat undang-undang. Setelah ditentukannya pelakunya maka selanjutnya mengenai pertanggungjawaban pidana dapat ditempuh melalui tiga sistem pertanggungjawaban pidana : 1. Pengurus Korporasi Sebagai Pembuat dan Penguruslah Yang bertanggung jawab Dalam hal pengurus korporasi sebagai pembuat dan penguruslah yang bertanggung jawab, kepada pengurus korporasi dibebankan kewajiban-kewajiban tertentu. Kewajiban yang dibebankan itu sebenarnya adalah kewajiban dari korporasi. Pengurus yang tidak memenuhi kewajiban itu diancam dengan pidana. Sehingga dalam sistem ini terdapat alasan yang menghapuskan pidana. Adapun dasar pemikirannya adalah : korporasi itu sendiri tidak dapat dipertanggungjawabkan 230

H. Setiono, Op Cit, halaman 115.

Universitas Sumatera Utara 129 terhadap suatu pelanggaran, tetapi selalu penguruslah yang melakukan delik itu. Dan karenanya penguruslah yang diancam pidana dan dipidana. 231 Pasal 398 KUHP, berbunyi : “seorang pengurus atau komisaris perseroan terbatas, maskapai andil Indonesia atau perkumpulan koperasi yang dinyatakan dalam keadaan pailit atau yang diperintahkan penyelesaian oleh pengadilan diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan. Dengan demikian, yang dapat Ketentuan yang mengatur hal tersebut dianut oleh KUHP, seperti pasal 169 KUHP dan Pasal 398 KUHP: Pasal 169 KUHP berbunyi : 1. Turut serta dalam perkumpulan yang bertujuan melakukan kejahatan, atau turut serta dalam perkumpulan lainnya yang dilarang oleh aturan-aturan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun. 2. Turut serta dalam perkumpulan yang bertujuan melakukan pelanggaran, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah 3. Terhadap pendiri atau pengurus, pidana dapat ditambah sepertiga. 231 Muladi, dan Dwidja Priyatno, Op Cit, halman 86. Universitas Sumatera Utara 130 dipertanggungjawabkan dan dipidana adalah orangpengurusnya dan bukan korporasi itu sendiri. 232 Hal diatas sejalan dengan pendapat Von Savigny yang menyatakan bahwa badan hukum itu semata-mata buatan negara saja. Sebetulnya menurut alam hanya manusia sajalah sebagai subjek hukum, badan hukum hanya suatu fiksi saja, yaitu suatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya suatu pelaku hukum badan hukum sebagai subjek hukum diperhitungkan sama dengan manusia, dan diamini oleh W. Friedmen yang juga menyatakan hal yang sama. 233 Ketentuan dalam KUHP tersebut jelas manganut subjek hukum pidana adalah orang, hal tersebut sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan pasal 59 KUHP. Masih dalam pengaruh asas societas deliquere non potest, yaitu bahwa badan-badan hukum tidak dapat melakukan tindak pidana atau asas universitas delinquere non potest, artinya badan hukum korporasi tidak dapat dipidana. 234 Pada sistem ini, pengurus-pengurus yang tidak memenuhi kewajiban- kewajiban yang sebenarnya merupakan kewajiban korporasi dapat dinyatakan bertanggungjawab. Pasal 59 KUHP di atas juga memuat alasan penghapusan pidana strafuitsluitingsgrond, yaitu pengurus, anggota badan pengurus atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran. Kesulitan yang timbul dengan 232 Ibid, halman 87. 233 Dwijda Priyatno, Op Cit, Halaman 54. 234 Muladi dan Dwidja Priyatno, Op Cit, halman 86. Universitas Sumatera Utara 131 Pasal 59 KUHP ini adalah berhubungan dengan ketentuan-ketentuan dalam huku pidana yang menibulkan kewajiban bagi seorang pemilik atau seorang pengusaha. Dalam hal pemilik atau pengusaha dari korporasi, karena tidak ada pengaturan bahwa pengurusnya bertanggungjawab, maka bagaiana memutuskan tentang oembuat dan pertanggungjawabannya. Konsekuensi tidak diaturnya korporasi sebagai subjek hukum pidana dalam Buku I KUHP, adalah pengaturan dalam undang-undang di luar KUHP menjadi sangat beragam. 235 Keuntungan dari penerapan bentuk pertanggungjawaban pribadi direktur dan manajer jelas agar mereka dapat mematuhi hukum yang berlaku sehingga menghindarkan mereka dari sikap yang dapat membahayakan korporasi, para stakeholder, dan lingkungan hidup serta masyarakat sekitar. Penerapan pertanggungjawaban terhadap para direktur dan manajer suatu korporasi sesuai peraturan akan menciptakan suatu kondisi bagi mereka untuk taat pada hukum. Pertanggungjawaban derivatif, secara terminologi, berasal dari pertanggungjawaban korporasi itu sendiri. Oleh sebab itu, haruslah dicari terlebih dahulu pertanggungjawaban korporasi itu sehingga tidak ada penyangkalan, barulah direkturnya dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi. 236 235

H. Setiono, Op Cit, halaman 13