142
para pengembang perumahan atau developer. Sehingga, pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terkait penyediaan PSU oleh pengembang perumahan
adalah pengembang perumahan, pengurus, ataupun kontraktor yang terkait dalam pembangunan PSU untuk perumahan dan kawasan permukiman. Dan hal ini juga
dapat berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi baik yang dilakukan oleh pemerintah, pengembang perumahan, ataupun pengurus. Tetapi undang-undang
perumahan dan kawasan pemukiman masih belum secara rinci menentukan kapan pengembang perumahan dikatakan melakukan tindak pidana. Hal ini dapat dijawab
dengan melihat prinsip pertanggungjawaban pengurus menurut kewenangannya berdasarkan anggaran dasar badan hukum tersebut, maka dalam hal ini
pertanggungjawaban pidana itu diidentikkan dengan apa yang diatur dalam hukum perdata, khususnya tentang perbuatan “intra vires” dan “ultra vires”. Perbuatan yang
secara eksplisit atau secara implisit tercakup dalam kecakapan bertindak badan hukum adalah perbuatan “intra vires”, sebaliknya setiap perbuatan yang dilakukan
berada di luar lingkup kecakapan bertindak perseroan di luar maksud dan tujuan badan hukum adalah perbuatan “ultra vires” yang karenanya tidak sah dan tidak
mengikat perseroan. Untuk mengetahui bagaimana rumusan maksud dan tujuan badan hukum, dalam praktek dilihat kepada arti yang lazim wajar dan perbuatan
tersebut menunjang kegiatan-kegiatan usaha yang disebutkan dalam anggaran dasar.
254
254
M. Hamdan, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, Mandar Maju, Bandung,
Universitas Sumatera Utara
143
Pengaturan kapan pengembang perumahan melakukan tindak pidana yang tidak jelas menjadi kelemahan kebijakan legislasi dalam undang-undang perumahan
dan kawasan permukiman. Formulasi semacam itu, merupakan kesalahan strategis yang dapat menghambat upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan pada
tahap aplikasi dan eksekusi. Dalam rumusan Pasal 162 ayat 1 dan 2 undang-undang perumahan dan
permukiman menempatkan langsung pengembang perumahan sebagai subjek hukum yang melakukan perbuatan itu, yang isinya:
1. Pasal 162 ayat 1 undang-undang perumahan dan kawasan permukiman
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 lima miliar rupiah, Badan Hukum yang:
a. Mengalihfungsikan prasarana, sarana, dan utilitas umum diluar fungsinya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144; b.
Menjual satuan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat 1; atau
c. Membangun lisiba yang menjual kaveling tanah matang tanpa rumah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat 1. 2.
Pasal 162 ayat 2 undang-undang perumahan dan kawasan permukiman “Selain pidana bagi badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 1,
pengurus badan hukum dapat dijatuhi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun.
Dengan melihat pasal tersebut, maka hal ini sesuai dengan, doktrin Strict liability diartikan sebagai suatu tindak pidana dengan tidak mensyaratkan adanya
kesalahan pada diri pelaku terhadap satu atau lebih dari actus reus. Strict liability ini merupakan pertanggungjawaban tanpa memperhatikan kesalahan libility without
2000, halaman. 81.
Universitas Sumatera Utara
144
fault. Artinya jika perbuatan tersebut telah memenuhi unsur-unsur delik dari rumusan pasal, maka pengembang perumahan sudah dapat dimintai
pertanggungjawaban pidananya. Kata “dapat” dalam Pasal 162 ayat 2 dan Pasal 163 memberi pengertian
bahwa pengembang perumahan dan pengurusnya dapat di mintai pertanggungjawaban pidananya secara sendiri-sendiri.
Pasal 155 undang-undang perumahan dan kawasan permukiman memiliki perbedaan dengan pasal 162 ayat 1, 2 dan Pasal 163 undang-undang perumahan
dan kawasan permukiman yang secara jelas mengatur siapa yang dapat dimintakan pertanggngungjawaban pidananya. Isi Pasal 155 undang-undang perumahan dan
kawasan permukiman : “Badan hukum yang dengan sengaja melakukan serah terima danatau
menerima pembayaran lebih dari 80 delapan puluh persen dari pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138
255
255
Lihat Pasal 138 Undang-undang Perumahan dan Kawasan Permukiman “Badan hukum yang melakukan pembangunan rumah tunggal, rumah deret, danatau rumah susun dilarang melakukan
serah terima danatau menarik dana lebih dari 80 delapan puluh persen dari pembeli sebelum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45”. Pasal 45 “Badan hukum yang
melakukan pembangunan rumah tunggal, rumah deret, danatau rumah susun tidak boleh melakukan serah terima danatau menarik dana lebih dari 80 delapan\puluh persen dari pembeli, sebelum
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat 2 “Perjanjian pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas:
, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu
miliar rupiah.”
a. status pemilikan tanah;
b. hal yang diperjanjikan;
c. kepemilikan izin mendirikan bangunan induk;
d. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan
e. keterbangunan perumahan paling sedikit 20 dua
f. puluh persen.
Universitas Sumatera Utara
145
Dilihat dari sanksi pidana dalam pasal ini, tidak terdapat pemisahan antara pengembang perumahan dan pengurus pengembang perumahan. Dalam pasal ini,
jelas rumusan delik dilakukan oleh pengembang perumahan badan hukum, namun apabila melihat sanksi alternatifnya, terdapat pernyataan “dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah”. Jika hukuman yang dijatuhi berupa sanksi denda, maka
pengembang perumahan dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya, akan tetapi jika yang digunakan adalah sanksi pidana kurungan selama 1 tahun, maka tidak
mungkin pengembang perumahan yang di pidana, pasti lah pengurus pengembang perumahan yang di pidana.
Atas dasar rumusan pasal-pasal di atas, maka yang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana adalah :
1. Pengembang perumahan
2. Pengurus pengembang perumahan
3. Pengembang perumahan dan pengurus pengembang perumahan secara
bersama-sama. Di berbagai negara penuntutan korporasi biasanya dianut apa yang
dinamakan “bipunisment provisions” artinya baik pelaku pengurus maupun korporasi itu sendiri dapat dijadikan subjek pemidanaan.
Universitas Sumatera Utara
146
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan