116
untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum, dan b iya dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tersebut.
199
Dalam persoalan kemampuan bertanggungjawab itu ditanyakan apakah seseorang itu merupakan “norm adres sat” sasaran norma, yang mampu. Seseorang
terdakwa pada dasarnya dianggap supposed mampu bertenggungjawab, kecuali dinyatakan sebaliknya.
200
Mengenai rumusan kemampuan bertanggungjawab KUHPidana tidak memberikan perumusan, dan hanya jika kita temui dalam memorie van toelichting
memori penjelasan secara negative menyebutkan mengenai pengertian kemampuan bertanggung jawab itu, adanya tidak ada kemapuan bertanggung jawab pada posisi si
pembuat :
201
1. Dalam hal pembuat tidak diberi kemerdekaan memiliki antara berbuat atau
tidak berbuat apa yang oleh undang-undang dilarangh atau diperintahkan, dengan kata lain dalam hal perbuatan yang dipaksa.
2. Dala hal pembuat ada dalam suatu keadaan tertentu sehingga ia tidak dapat
menginsafi bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum dan tidak mengerti akibat perbuatan itu nafsu patologis pathologisce drift, gila, pikiran
tersebut dan sebagainya.
199
H. Setiono, Op Cit, halaman 104
200
PPJK, Op Cit, Halaman 44
201
Muladi dan Dwidja Priyatno, Op Cit, halman 75.
Universitas Sumatera Utara
117
Sehubungan dengan kemampuan bertanggungjawab korporasi sebagai subjek tindak pidana, muncul pertanyaan, untuk mempertanggungjawabkan
korporasi, apakah diperlukan kemampuan bertanggungjawab sehingga dapat dinyatakan bersalah atas tindak pidana yang dilakukan dan dijatuhi pidana? dan
Apakah kriteria untuk menentukan kemampuan bertanggungjawab korporasi sebagai subjek tindak pidana? Nampaknya tidak merupakan hal mudah mencari dasar
kemampuan bertanggungjawab korporasi, karena korporasi sebagai subjek tindak pidana tidak mempunyai sifat kejiawaan kerohanian seperti halnya manusia alamiah
naturlijk person.
202
Sesungguhnya korporasi dapat memiliki kemampuan bertanggungjawab, asalkan indikator yang sebagaimana termaktub dalam ketentuan
pasal 44 KUHP karena memang isinya tidak mungkin bisa dilakukan dan dimiliki korporasi, seperti jiwa cacat tanpa penyakit tertentu.
203
Agar koperasi bisa memiliki kemampuan bertanggung jawab, maka terdapat dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, ukuran untuk menentuakan bahwa suatu
tindak pidana dilakukan oleh korporasi harus didasarkan pada teori pelaku fungsional fungsional daderschap atau teori identifikasi. Sebab, sebagaimana korporasi hanya
bias melakukan perbuatan tertentu termasuk melakukan tindak pidana melalui perantara pengurusnya. Kedua, sebagai konsekuensi dari yang pertama, maka
korporasi juga memiliki kemampuan bertanggungjawab atas tindak pidana yang dilakukan. Hal ini karena eksistensi korporasi tidaklah dibentuk tanpa suatu tujuan
202
H. Setiono, Op Cit, halaman 105.
203
Mahrus Ali buku 2, Op Cit, halaman 132.
Universitas Sumatera Utara
118
atau aktifitas pencapaian tujuannya selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia. Oleh karena itu, kemampuan bertanggungjawab yang ada pada pengurus korporasi
dilimpahkan menjadi kemampuan bertanggungjawab dari korporasi sebagai subjek hukum pidana.
204
1. Kepentingan yang manakah yang ingin dilindungi oleh pembentuk undang-
undang. Menurut Wolter, kepelakuan fungsional fungsional daderschap adalah
karya interpretasi kehakiman. Hakim menginterpretasikan tindak pidana itu sedeikian rupa sehingga pemidanaannya memenuhi persyaratan dari masyarakat. Ciri khas dari
kepelakuan fungsional, yaitu perbuatan fisik dari yang satu yang sebenarnya melakukan atau membuatnya menghasilkan perbuatan fungsional terhadap yang lain.
Sedangkan untuk meyakini adanya interpretasi fungsional dari hakim harus melalui 3 tiga tahap :
2. Pribadi yang manakah dala kasus pidana ini yang dapat menjalankan atau
melakukan tindak pidana. Siapa yang berada dalam posisi yang sangat menentukan untuk jadi atau tidaknya dilakukan atau dijalankan tindak pidana
itu. Hal ini perlu bilamana hakim telah enetapkan bahwa dengan penjelasan yang wajar secara harfiah normale, lettrerlijk uitleg ternyata tidak
memberikan hasil yang memuasakan.
3. Diajukan pertanyaan pembuktian, apakah ada cukup pembuktian secara sahih
wettig bewijs, ternyata tidak memberikan hasil yang memuaskan.
205
Di samping penerimaan terhadap konsep functioneel daderschap, sebenarnya apabila kita berpijak pada adagium res ipsa loquitur dalam
204
Ibid.
205
H. Setiono, Op Cit, halaman 106