136
korporasi tidak akan mengulanginya tindak pidana lagi. Dengan memidana korporasi dengan jenis dan berat sesuai dengan sifat korporasi itu, diharapkan korporasi dapat
menaati peraturan yang bersangkutan.
248
Menurut muladi pembenaran pertanggungjawaban korporasi sebagai pelaku tindak pidana, dapat didasarkan atas hal-hal sebagai berikut :
249
1. Asas dasar falsafah integralistik, yakni segala sesuatu hendaknya diukur atas
dasar keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara kepentingan individu dan kepentingan sosial;
2. Atas dasar asas kekeluargaan dalam Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945
3. Untuk memberantas anomie of succes sukses tanpa aturan
4. Untuk perlindungan konsumen
5. Untuk kemajuan teknologi
Berdasarkan uraian diatas, bahwa memang korporasi dapat dijadikan subjek tindak pidana dan dapat dijatuhi pidana dipertanggungjawabkan. Namun, peraturan
perundang-undangan yang ada pun belum jelas mengatur, seperti kapan suatu korporasi dapat dikatakan melakukan tindak pidana. Ketentuan yang mengatur
tersebut dari semua peraturan yang agak lengkap, terdapat dalam tindak pidana ekonomi atas dasar kenyataan tersebut, maka proses penegakan hukum yang
menyangkut korporasi sebagai pelakunya dalam praktik sulit sekali ditemukan. Dalam beberapa putusan pengadilan yang seharusnya korporasi dapat dituntut, akan
tetapi yang dituntut dan dipidana adalah pengurus dari korporasi tersebut. Hal ini
248
H. Setiono, Op Cit, halaman 14.
249
Dwijda Priyatno, Op Cit, Halaman 58.
Universitas Sumatera Utara
137
membawa konsekuensi sulitnya ditemukan yurisprudensi tentang korporasi sebagai subjek tindak pidana.
250
Hukum pidana dapat memberikan sumbangan dalam perlindungan hukum bagi kepentingan mayarakat terkait perbuatan pengembang perumahan, namun
demikian perlu diperhatikan batasan-batasan yang secara inheren terkandung dalam penerapan hukum pidana tersebut, seperti asas legalitas maupun asas kesalahan.
251
C. Pertanggungjawaban Pidana Pengembang Perumahan dalam Penyediaan PSU untuk Rumah umum dan komersil dalam Undang-undang Perumahan
dan Kawasan Permukiman Subjek hukum pidana selain manusia adalah badan hukum korporasi.
Korporasi masuk menjadi subjek hukum dalam perkembangan hukum pidana. Awalnya hanya manusialah yang dapat di mintai pertanggungjawaban pidananya.
Paham tentang pelaku tindak pidana kejahatan yang masih sering dikaitkan dengan perbuatan yang secara fisik dilakukan oleh pelaku fysieke dader lambat laun
berubah menjadi pemahaman dalam lingkungan sosial ekonomi atau dalam lalu lintas
perekonomian, seorang pelanggar hukum pidana tidak selalu perlu melakukan kejahatannya itu secara fisik.
Pada umumnya yang dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana adalah sipembuat, meskipun tidak selamanya demikian. Masalahnya tergantung juga
pada cara atau sistem perumusan pertanggungjawaban yang ditentukan oleh pembuat
250
Muladi dan Dwidja Priyatno, Op Cit, halaman 99.
251
Alvi syharin, http:alviprofdr.blogspot.com201302pertanggungjawabanpidana- korporasi-oleh.htmlmore, diakses pada tanggal 2 Juni 2014, pukul 14.30 WIB
Universitas Sumatera Utara
138
undang-undang. Ketika membahas mengenai pertanggungjawaban pidana berarti membahas mengenai ketiga unsurnya, yaitu kesalahan, kemampuan
bertanggungjawab, serta tiada alasan penghapus pidana, sebagaimana yang telah diterangkan pada bab sebelumnya.
Kesalahan dalam tindak pidana pengembang perumahan dan kawasan permukiman dilakukan dengan cara mengalihfungsikan prasarana, sarana, dan utilitas
umum diluar fungsinya, menjual satuan permukiman yang
status hak atas tanah lingkungan hunian atau Lisiba belum diseelesaikan
, melakukan serah terima danatau menerima pembayaran lebih dari 80 delapan puluh persen dari pembeli sebelum
memenuhi persyaratan Perjanjian pendahuluan jual beli dan
Menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria,
spesifikasi, Dalam Undang-undang Perumahan dan Kawasan Permukiman memasukkan
selain manusia sebagai subjek hukum, badan hukum korporasi juga secara jelas masuk kedalam undang-undang tersebut serta dapat bertanggungjawab secara pidana.
Hal ini dapat dilihat dari rumusan-rumusan delik yang ada dalam Undang-undang perumahan dan kawasan permukiman. Misalnya dalam ketentuan umum undang-
undang perumahan dan kawasan permukiman disebutkan maksud dari setiap orang dalam undang-undang itu adalah orang persorangan atau badan hukum.
Universitas Sumatera Utara
139
Pengembang perumahan dalam undang-undang perumahan dan kawasan permukiman mempunyai andil yang besar dalam peyelenggaraan perumahan dan
permukiman. Mulai dari membangun jenis rumah komersil dan membantu pemerintah sebagai mitra mewujudkan rumah yang layak huni untuk masyarakat serta
menyediakan PSU sesuai kriteria yang di perjanjikan sampai pengelolaan dan pemanfaatannnya. Pengembang perumahan sebagai pelaksana penyelenggaraan
perumahan tidak lepas dari ancaman pidana oleh undang-undang perumahan dan kawasan permukiman jika melanggar pasal-pasal dalam undang-undang tersebut.
Pengembang perumahan dapat dimintai pertanggungjawaban dari apa yang telah dilakukan oleh agen-agennya, yang dikenal dengan istilah “actus reus”, artinya
perbuatan dilakukan harus di dalam ruang lingkup kekuasaanya, yang dengan kata lain menjalankan tugas itu dalam cakupan tugas korporasi. Unsur yang lain ialah
bahwa perbuatan tersebut dilakukan secara sengaja mens rea dan perbuatan tersebut dilakukan oleh orang yang cakap jiwa atau mentalnya.
252
Dalam undang-undang perumahan dan kawasan permukiman, apabila pengembang perumahan melakukan tindak pidana dalam penyediaan prasarana,
sarana dan utilitas umum, maka ia dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Selain pengembang perumahan, pengurus pengembang perumahan juga dapat dimintai
pertanggungjawaban pidana.
253
252
Ibid, halalaman 79.
253
Lihat pasal 162 1 dan 2 Undang-undang perumahan dan permukiman.
Sesuai doktrin identifikasi korporasi bisa melakukan
Universitas Sumatera Utara
140
sejumlah delik secara langsung melalui para agen yang sangat berhubungan erat dengan korporasi, bertindak untuk danatau atas nama korporasi. Mereka tidak
sebagai pengganti dan oleh karena itu, pertanggungjawaban korporasi tidak bersifat pertanggungjawaban pribadi. Syarat adanya pertanggungjawaban pidana korporasi
secara langsung adalah tindakan-tindakan para agen tersebut masih dalam ruang lingkup pekerjaan korporasi.
Hal di atas sejalan dengan sifat pertanggungjawaban pidana korporasi yaitu : 1. Pengurus korporasi sebagai pembuat dan pengurus yang bertanggungjawab;
2. Korporasi sebagai pembuat dan pengurus bertanggungjawab; 3. Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yang bertanggungjawab;
Pasal 163 Undang-undang perumahan dan kawasan permukiman tidak menjelaskan atau memisahkan secara rinci perbuatan mana yang masuk kedalam
perbuatan pengembang perumahan sehingga pengembang perumahan harus mempertanggungjawabkannya. Undang-undang perumahan dan kawasan
permukiman hanya mengatakan jika beberapa perbuatan yang dilarang dilakukan manusia dilakukan oleh badan hukum maka badan hukum dapat diminta
pertanggungjawabannya. Dengan kata lain Undang-undang Perumahan dan Kawasan permukiman tidak mengatur secara rinci ketentuan kapan dikatakan pengembang
perumahan telah melakukan tindak pidana dalam pasal ini.
Universitas Sumatera Utara
141
Isi Pasal 163 Undang-undang perumahan dan kawasan permukiman jelas “Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat 1, Pasal 152,
Pasal 153, Pasal 154, Pasal 156, Pasal 157, Pasal 160, atau Pasal 161 dilakukan oleh badan hukum, maka selain pidana penjara dan pidana denda terhadap pengurusnya,
pidana dapat dijatuhkan terhadap badan hukum berupa pidana denda dengan pemberatan 3 tiga kali dari pidana denda terhadap orang”.
Pasal 163 Undang-undang perumahan dan kawasan permukiman tersebut memberikan alternatif pandangan terhadap suatu tindak pidana. Jika penegak hukum
memandang perbuatan tersebut adalah murni perbuatan manusia maka pengembang perumahan tidak dimintai pertanggungjawaban pidananya, sebaliknya jika perbuatan
itu dipandang sebagai perbuatan dari pengembang perumahan maka selain pengurusnya, pengembang perumahan juga dapat dimintai pertanggungjawaban
pidananya berupa pidana denda dengan pemberatan 3 tiga kali dari pidana denda terhadap pengurusnya.
Dengan demikian walaupun undang-undang perumahan dan kawasan permukiman menempatkan secara jelas posisi pengembang perumahan, akan tetapi
tidak jelas kapan pengembang perumahan dapat dimintai pertanggungjawaaban pidananya. Organisasi yang menaungi pengembang perumahan seperti APERSI dan
REI tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, karena organisasi tersebut tidak terkait dengan tindak pidana yang dilakukan oleh para pengembang perumahan
ataupun pengurusnya. APERSI dan REI hanyalah sebuah organisasi yang menaungi
Universitas Sumatera Utara
142
para pengembang perumahan atau developer. Sehingga, pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terkait penyediaan PSU oleh pengembang perumahan
adalah pengembang perumahan, pengurus, ataupun kontraktor yang terkait dalam pembangunan PSU untuk perumahan dan kawasan permukiman. Dan hal ini juga
dapat berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi baik yang dilakukan oleh pemerintah, pengembang perumahan, ataupun pengurus. Tetapi undang-undang
perumahan dan kawasan pemukiman masih belum secara rinci menentukan kapan pengembang perumahan dikatakan melakukan tindak pidana. Hal ini dapat dijawab
dengan melihat prinsip pertanggungjawaban pengurus menurut kewenangannya berdasarkan anggaran dasar badan hukum tersebut, maka dalam hal ini
pertanggungjawaban pidana itu diidentikkan dengan apa yang diatur dalam hukum perdata, khususnya tentang perbuatan “intra vires” dan “ultra vires”. Perbuatan yang
secara eksplisit atau secara implisit tercakup dalam kecakapan bertindak badan hukum adalah perbuatan “intra vires”, sebaliknya setiap perbuatan yang dilakukan
berada di luar lingkup kecakapan bertindak perseroan di luar maksud dan tujuan badan hukum adalah perbuatan “ultra vires” yang karenanya tidak sah dan tidak
mengikat perseroan. Untuk mengetahui bagaimana rumusan maksud dan tujuan badan hukum, dalam praktek dilihat kepada arti yang lazim wajar dan perbuatan
tersebut menunjang kegiatan-kegiatan usaha yang disebutkan dalam anggaran dasar.
254
254
M. Hamdan, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, Mandar Maju, Bandung,