Setiono, Op Cit, halaman 10.

113 mungkin seimbang bila mana pidana dijatuhkan pada pengurus korporasi saja. Juga diajukan alasan bahwa dengan hanya memidana para pengurus tidak atau belum ada jaminan bahwa korporasi tidak akan mengulangi delik tersebut. Dengan memidana korporasi dengan jenis dan beratnya yang sesuai dengan sifat korporasi itu, diharapkan dapat dipaksan korporasi untuk menaati peraturan bersangkutan. 193 Korporasi dikualifikasikan sebagai subjek yang dapat melakukan tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan disamping orang pengurus, merupakan refleksi mengenai dua hal, yakni kemampuan korporasi melakukan tindak pidana dan kemampuan korporasi untuk dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana. 194 Penempatan korporasi sebagai subjek tindak pidana sampai saat ini masih menajdi masalah, sehingga timbul sikap pro dan kontra dengan alasan-alasan masing- masing sebagai berikut: 195 a. Menyangkut masalah kejahatan, sebenarnya kesengajaan dan kesalahan hanya terdapat pada persona alamiah. 1. Alasan-alasan pihak-pihak yang tidak setuju : b. Bahwa yang merupakan tingkah laku materil, yang merupakan syarat dapat dipidananya beberapa macam tindak pidana, hanya dapat dilaksanakan oleh persona alamiah. c. Bahwa pidana dan tindakan berupa merampas kebebasan orang, tidak dapat dikenakan pada korporasi. d. Bahwa tuntutan dan pemidanaan terhadap korporasi dengan sendirinya mungkin menimpa kepada orang tidak bersalah. 193 Muladi dan Dwidja Priyatno, Op Cit, Halaman 57 194 Hamzah Hatrik, Op Cit, halaman 7. 195

H. Setiono, Op Cit, halaman 10.

Universitas Sumatera Utara 114 e. Bahwa didalam praktek tidak mudah untuk menentukan norma-norma atas dasar apa yang dapat diputuskan, apakah pengurus saja atau korporasi itu sendiri atau kedua-duanya harus dituntut dan dipidana. 2. Alasan-alasan pihak-pihak yang setuju : a. Pemidaan pengurus saja ternyata tidak cukup untuk mengadakan represi terhadap delik-delik yang dilakukan oleh atau dengan suatu korporasi. Karenanya perlu pula kemungkinan pemidanaan korporasi, korporasi dan pengurus atau pengurus saja. b. Dalam kehidupan sosial ekonomi, korporasi semakin memainkan peranan yang penting pula. c. Hukum pidana harus mempunyai fungsi didalam masyarakat, yaitu melindungi masyarakat dan menegakkan norma-norma dan ketentuan- ketentuan yang ada dalam masyarakat. Kalau hukum pidana hanya ditentukan pada segi perseorangan, yang hanya berlaku pada manusia, maka tujuan itu tidak efektif, oleh karena itu tidak ada alasan untuk selalu menekan dan menentang dapat dipidananya korporasi. d. Pemidanaan korporasi merupakan salah satu upaya untuk menghindarkan tindakan pemidanaan terhadap para pegawai korporasi itu sendiri. Pemecahan persoalan untuk menentukan pelaku dapat dilakukan oleh pembuat undang-undang dengan cara menyebutkan spesifikasi atau identitas secara jelas siapa yang akan dinyatakan sebagai pelaku. Misalnya, “suatu tindak pidana ….. dilakukan oleh korporasi atau atas nama korporasi, jika tindak pidana itu dilakukan oleh direktur atau manager dalamkegiatan korporasi…” kemudian dapat ditentukan pertanggungjawaban pidananya, yang dalam hal ini ditentukanj secara koulatif atau alternative-komulatif. Sebab pengertian subjek tindak pidana pelaku dan yang bertanggungjawab. Dengan demikian, tergantung cara atau sistem perumusan pertanggungjawaban pidana yang akan digunakan. 196 Di Indonesia dalam perkemdangannya korporasi sudah tidak diragukan lagi pengakuannya sebagai subjek hukum pidana karena diberbagai hukum positif sudah 196 Ibid, halaman 100. Universitas Sumatera Utara 115 jelas-jelas menempatkan korporasi dapat dimintai pertanggungjawabannya secara langsung secara pribadi. 197 Ada dua kategori penempatan korporasi sebagai subjek hukum pidana dalam peratauran perundang-undangan di Indonesia yaitu : 198 a. Kategori pertaman menyatakan korporasi sebagai subjek tindak pidana, akan tetapi pertanggungjawaban pidananya dibebankan kepada para anggota atau pengurus korporasi. b. Kategori kedua menyatakan korporasi sebagai subjek tindak pidana dan secara tegas dapat dipertanggungjawabkan pidana secara langsung. 3. Korporasi Mampu Bertanggungjawab Kemampuan bertanggungjawab merupakan salah satu unsur pertanggungjawaban pidana. Tidaklah mungkin seseorang dapat dipertanggungjawabkan apabila ia tidak mampu bertanggungjawab. Simons mengatakan, “kemampuan bertanggungjawab dapat diartikan sebagai suatu keadaan psikis sedemikian, yang membenarkan adanya penerapan suatu adanya pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun orangnya.” Dikatakan selanjutnya bahwa seseorang mampu bertanggungjawab jika jiwanya sehat, yakni apabila a ia mampu 197 Muladi dan Dwidja Priyatno, Op Cit, halaman 124. 198 Dwijda Priyatno, Op Cit, halaman 163 Universitas Sumatera Utara 116 untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum, dan b iya dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tersebut. 199 Dalam persoalan kemampuan bertanggungjawab itu ditanyakan apakah seseorang itu merupakan “norm adres sat” sasaran norma, yang mampu. Seseorang terdakwa pada dasarnya dianggap supposed mampu bertenggungjawab, kecuali dinyatakan sebaliknya. 200 Mengenai rumusan kemampuan bertanggungjawab KUHPidana tidak memberikan perumusan, dan hanya jika kita temui dalam memorie van toelichting memori penjelasan secara negative menyebutkan mengenai pengertian kemampuan bertanggung jawab itu, adanya tidak ada kemapuan bertanggung jawab pada posisi si pembuat : 201 1. Dalam hal pembuat tidak diberi kemerdekaan memiliki antara berbuat atau tidak berbuat apa yang oleh undang-undang dilarangh atau diperintahkan, dengan kata lain dalam hal perbuatan yang dipaksa. 2. Dala hal pembuat ada dalam suatu keadaan tertentu sehingga ia tidak dapat menginsafi bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum dan tidak mengerti akibat perbuatan itu nafsu patologis pathologisce drift, gila, pikiran tersebut dan sebagainya. 199

H. Setiono, Op Cit, halaman 104