Tahap Pencatatan Data Penelitian Tahap Analisa dan Interpretasi Data

2. Koding dan analisa Setelah melakukan organisasi data, langkah penting pertama sebelum analisis dilakukan adalah memberi kode-kode pada materi yang diperoleh yang disebut dengan koding. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistematisasikan data secara lengkap dan detail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik penelitian. Dengan demikian peneliti akan dapat menemukan makna dari data yang dikumpulkannya. Peneliti berhak memilih cara melakukan koding yang dianggap paling efektif bagi data yang dikumpulkan, pemilihan koding bisa dilakukan dengan tanda, huruf, maupun angka. Pemberian koding dan analisis pada data dapat dilakukan setelah membuat transkip wawancara dalam bentuk tabel, transkip tersebut perlu diperhatikan dan dibaca secara berulang- ulang dan jika pada transkip wawancara ditemukan materi yang diharapkan maka dapat dilakukan analisa awal dan kemudian dapat dikoding yang digunakan untuk memperoleh ide umum tentang tema sekaligus untuk menghindari kesulitan dalam mengambil kesimpulan. 3. Analisis Tematik Analisis tematik memungkinkan peneliti menemukan suatu „pola‟. Pola atau tema tersebut tampil seolah secara acak dalam tumpukan informasi yang tersedia. Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema, atau indikator yang kompleks, kualifikasi yang biasanya terkait dengan tema itu atau hal-hal di antara gabungan dari yang telah disebutkan. Tema tersebut secara minimal dapat mendeskripsikan fenomena dan secara maksimal memungkinkan interpretasi fenomena. Analisis terhadap data pengamatan sangat dipengaruhi oleh kejelasan mengenai apa yang dilakukan. Patton dalam Poerwandari, 2009 menjelaskan bahwa proses analisis dapat melibatkan konsep- konsep yang muncul dari jawaban atau kata-kata partisipan sendiri maupun konsep yang dipilih oleh peneliti untuk menjelaskan fenomena yang dianalisis. 4. Interpretasi Interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam dalam Poerwandari, 2009. Peneliti memiliki perspektif mengenai apa yang sedang diteliti dan menginterpretasi data melalui perspektif tersebut. Interpretasi dilakukan sesuai dengan teori yang digunakan oleh peneliti. Peneliti beranjak melampaui apa yang secara langsung dikatakan partisipan untuk mengembangkan struktur-struktur dan hubungan-hubungan bermakna yang tidak segera tertampilkan dalam teks data mentah atau transkripsi wawancara.

BAB IV ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

Pada Bab ini akan diuraikan hasil analisa wawancara dalam bentuk narasi untuk mempermudah pembaca dalam memahami gambaran family matters pada remaja tunadaksa, maka data akan dijabarkan, dianalisa, dan diinterpretasi per subjek. Analisa data akan dijabarkan dengan menggunakan aspek-aspek yang terdapat dalam pedoman wawancara.

I. PARTISIPAN I

A. ANALISA PARTISIPAN A.1. Identitas Partisipan Tabel.2.1. Identitas Partisipan Keterangan Partisipan Nama LH Jenis Kelamin Laki-laki Usia 17 tahun Pendidikan SMA Pekerjaan Siswa Partisipan yang berinisial LH, seorang siswa kelas I SMA swasta di kota Medan. Partisipan merupakan bungsu dari 3 orang bersaudara, yakni memiliki satu orang kakak yang saat ini sedang menjalani perkuliahan tingkat pertama, dan seorang abang yang bekerja di luar kota Medan. Sehari-hari partisipan tinggal dengan ibu dan kakaknya. Ayah partisipan telah meninggal dunia ketika partisipan duduk di kelas III SD karena mengidap penyakit diabetes. Penyakit diabetes yang diderita oleh ayah partisipan menjadi penyebab utama ketunaan pada partisipan. Ketika lahir, kaki partisipan tidak sama besar, dan yang satu mengalami pembusukan, sehingga pada usia dua minggu kaki partisipan diamputasi. Selain itu, tangan sebelah kiri partisipan hanya memiliki empat jari saja dan jempol kaki kiri juga tidak ada. Pada dasarnya perkembangan fisik partisipan hampir sama dengan anak dengan fisik yang normal pada umumnya. Hanya saja ketika partisipan sudah bisa berjalan tentu memiliki perbedaan. Partisipan berjalan dan bermain hanya menggunakan satu kak i saja atau yang juga sering disebut „mengengklek‟ hingga pada akhirnya ayah partisipan membuatkannya tongkat pada usia 5 tahun. Selain menggunakan tongkat partisipan juga menggunakan sepeda untuk membantunya berangkat ke sekolah. Partisipan menggunakan tongkat sampai duduk dibangku kelas III SMP, dan selebihnya menggunakan kaki palsu hingga kini. A.2. Latarbelakang Partisipan Aktivitas yang dilakukan partisipan tidak berbeda jauh dengan individu dengan fisik yang normal pada umumnya. Pergi ke sekolah, membantu orang tua mengerjakan pekerjaan rumah ataupun bermain bukanlah hal yang sulit dia lakukan. Keterbatasan fisik yang dialami partisipan tidak menimbulkan kendala yang berarti, baik dalam menjalani aktivitas fisik sehari-hari seperti bermain dengan teman sebaya ataupun dalam menjalani kehidupan sosialnya. Memiliki keterbatasan fisik menimbulkan reaksi negatif lingkungan terhadap partisipan. Ketika partisipan duduk dibangku kelas I SD, partisipan diejek oleh teman