Aspek Perkembangan Individu Tunadaksa

kerusakan yang dibawa sejak lahir atau keturunan, kerusakan pada waktu kelahiran, infeksi, kondisi traumatik dan tumor. Perbedaan faktor penyebab terjadinya tunadaksa dapat menimbulkan perbedaan dalam hal kondisi fisik dan psikologis pula, misalnya bila dilihat dari usia ketika kondisi kecacatan terjadi.

3. Aspek Perkembangan Individu Tunadaksa

Aspek perkembangan pada individu tunadaksa hampir sama dengan individu normal pada umumnya, yang meliputi perkembangan secara fisik, kognitif serta psikososial yakni perkembangan sosial serta emosi dan kepribadian individu. Semua dari aspek perkembangan ini tentunya akan sangat dipengaruhi oleh kondisi ketunaan itu sendiri. Dampak psikologis akibat ketunaan kebanyakan muncul dari reaksi lingkungan ketika berinteraksi dengan individu tunadaksa. Selain itu, dampak psikologis juga berkaitan dengan proses penerimaan diri individu terhadap kondisi fisik mereka, mengingat pada masa remaja, individu menjadi lebih fokus dengan kondisi fisik nya daripada aspek lain dalam diri mereka Papalia, 2007. Secara umum perkembangan fisik pada individu normal dengan individu tunadaksa dapat dikatakan hampir sama, namun tidak utuh karena ada bagian tubuh yang tidak sempurna ataupun adanya anggota tubuh lain yang mengalami kerusakan ataupun yang terpengaruh akibat kerusakan tersebut Somantri, 2006. Perkembangan kognitif individu tunadaksa mengalami hambatan dalam prosesnya. Hal ini disebabkan terganggunya proses adaptasi, dimana proses ini dapat berjalan sebagaimana mestinya apabila adanya suatu lingkungan yang memberikan dorongan serta individu yang memiliki anggota tubuh yang lengkap dalam arti fisik dan biologik. Bagi individu tunadaksa proses adaptasi ini tidak berjalan sempurna akibat keterbatasan fisik yang mereka miliki, meskipun dukungan dari lingkungan telah mereka dapatkan, karena faktor internal maupun eksternal harus terjadi bersama-sama. Hambatan dalam keterampilan motorik akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan keterampilan motorik yang lebih kompleks pada tahap selanjutnya. Faktor usia pertama kali mengalami ketunaan menarik untuk disoroti. Individu yang mengalami kecacatan ketika mereka sudah berada pada usia tertentu, baik pada remaja ataupun dewasa, keterampilan-keterampilan tertentu biasanya sudah dikuasai karena mereka pernah berada pada kondisi individu yang normal. Akan tetapi kondisi seperti ini bagi mereka adalah suatu kemunduran sehingga efek secara psikologis sebenarnya lebih cenderung terjadi pada individu ini daripada efek perkembangan fisik. Sedangkan pada individu yang mengalami kecacatan sejak lahir ataupun ketika berada pada usia kanak-kanak, akan mengalami hambatan dalam perkembangan kognitif mereka, karena terhambatnya usaha untuk menguasai keterampilan yang akan mengarah kepada terhambatnya fungsi-fungsi normal secara keseluruhan Somantri, 2006. Namun baik individu yang mengalami ketunaan akibat peristiwa traumatik ataupun sejak lahir akan mengalami reaksi dari lingkungan seperti keluarga, teman sebaya serta masyarakat pada umumnya yang berdampak pada kondisi psikologis individu tunadaksa tersebut Somantri, 2006. Penyesuaian diri terhadap lingkungan menjadi tantangan bagi individu tunadaksa. Sikap serta perlakuan yang dimunculkan oleh lingkungan dapat berpengaruh terhadap penyesuaian diri yang mereka lakukan. Selain itu sikap orang tua, teman sebaya, keluarga, serta masyarakat pada umumnya dapat mempengaruhi konsep diri dari individu tunadaksa, yang terbentuk melalui interaksi ataupun respon yang dimunculkan lingkungan terhadap diri mereka Somantri, 2006. Hal ini akan mengarah kepada suatu bentuk evaluatif yang kemudian membentuk penilaian mereka terhadap diri mereka sendiri berdasarkan penilaian yang dibuat oleh lingkungan terhadap mereka Dacey Kenny, 1997. Tuntutan lingkungan secara langsung memberikan pengaruh dalam kehidupan sosial individu tunadaksa. Masyarakat yang menjadikan prestasi sebagai tolak ukur keberhasilan akan menyebabkan individu tunadaksa akan menarik diri dari pergaulan akibat keterbatasan yang mereka miliki. Selanjutnya dikatakan bahwa individu tunadaksa yang berada pada usia sekolah yang lebih tinggi akan cenderung merasa tertolak dibandingkan dengan individu tunadaksa yang berada pada usia sekolah dasar Somantri, 2006. Selain itu, individu tundaksa sering tidak terlibat dalam kegiatan yang melibatkan kelompok sosial, yang mungkin harus tinggal dirumah karena kondisinya ataupun mungkin tidak terlibat dalam aktivitas sekolah. Kondisi sosial pada individu tunadaksa akan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian mereka. Selanjutnya Somantri 2006 mengemukakan bahwa perkembangan kepribadian individu tunadaksa secara keseluruhan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu tingkat ketidakmampuan akibat ketunaan yang juga tidak terlepas dari perlakuan individu normal terhadap mereka. Respon yang dimunculkan individu tunadaksa terhadap ketunadaksaaanya sesuai dengan gaya hidup yang terbentuk pada masa kanak-kanak melalui hambatan dan pengalaman yang dihadapi individu tersebut. Perkembangan kepribadian tidak hanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan ataupun faktor pembawaan mereka, tetapi bagaimana mereka mengartikan kedua faktor tersebut. Selain itu, faktor usia pertama kali ketika ketunaan terjadi memberikan pengaruh pada tingkat tertentu seperti secara psikologis. Selanjutnya, nampak atau tidaknya kondisi tunadaksa menunjukkan pengaruh terhadap kepribadian individu tundaksa terutama mengenai gambaran tubuhnya body image dan dukungan dari keluarga serta masyarakat pada umumnya akan membantu individu untuk mengembangkan rasa berharga pada dirinya ketika lingkungan menunjukkan hal yang sama.

C. Remaja 1. Defenisi