b. Mimik
Mimik adalah peniruan dengan gerak-gerik anggota badan dan raut muka. Mimik bisa mewakili apa yang mau dikatakan oleh seseorang dalam melakonkan drama.
Akan tetapi akan berbeda antara seseorang dengan yang lainnya. Yang membedakannya adalah kekuatan raut muka dari seseorang tersebut. Semakin kuat
gerak-geriknya mimik, maka akan semakin mudah dipahami apa yang sedang dirasakan atau hendak dilakukan oleh pemain drama. Dan sebaliknya akan berakibat
buruk atau dengan kata lain komunikasi antara pemain dan penonton kurang mengena apabila dalam penyajian gerak-geriknya mimik lemah.
c. Artikulasi
Artikulasi adalah lafal atau pengucapan kata-kata. Artikulasi yang baik akan memudahkan seseorang dalam melakonkan drama. Artikulasinya harus jelas, tidak
terbata-bata, fasih dan sesuai dengan konteks.
d. Intonasi
Intonasi adalah lagu kalimat. Lagu kalimat setiap orang adalah berbeda-beda. Dalam praktik berbicara, intonasi dapat ditandai dengan ciri-cirinya seperti tekanan,
keras lembut, perhentian atau sendi, nada, panjang pendek, dan tempo.
Penggunaan intonasi sangat mempengaruhi terhadap makna sebagai kilas balik pada penonton. Jadi, intonasi harus diperhatikan, supaya tidak terdapat makna yang
ambigu atau tidak dimengerti.
e. Dialog
Dialog adalah kata-kata yang diucapkan oleh pemain untuk mengungkapkan pikiran atau perasaannya. Seseorang yang melakonkan drama bebas berekspresi
melaui dialog yang diucapkannya.
f. Volume Suara
Banyak orang yang kurang memperhatikan terhadap ukuran volume suaranya sendiri ketika sedang dalam pementasan drama. Padahal kesadaran akan suara itu
sangat dibutuhkan. Karena para pemain bukan saja hanya berdialog dengan lawan mainnya, namun ditonton oleh orang lain juga.
g. Konsentrasi
Setiap pemain harus merasakan dan memperhatikan, memberi makna dari setiap perkataan atau dialog yang diucapkan olehnya dan lawan mainnya. Jangan ada
kesempatan pikiran terpecah ke masalah lain, harus konsentrasi dan fokus. Pemain harus mengetahui maksud dari perkataan atau dialog.
h. Imajinasi
Sesuai dengan jenisnya yaitu drama termasuk genre imajinatif, maka unsur imajinasi dalam bermain peran pun sangat berpengaruh. Pemain apabila sedang
berimajinasi, jangan terhalang oleh ketegangan. Karena akan menghambat terhadap pengembangan ide-ide kreatifnya. Proses pencariannya bisa dari realitas kehidupan
bisa juga ditambah oleh kreatif sendiri. Karena pada dasarnya berawal dari realitas atau kenyataan. Sebagaimana menurut Frahma Sekarningsih dan Heny Rohayani
dalam bukunya Pendidikan Seni Tari dan Drama; Orang tidak mungkin berimajinasi tanpa pengetahuan sesuatu realitas,
karena itu imajinasi selalu terikat pada realitas, sedangkan realitas tak mungkin lari dari imajinasi. Tetapi Plato dan Aristoteles memiliki perbedaan
pendapat mengenai realitas ini, namun keduanya menyatakan kesepakatan bahwa ada hubungan antara karya sastra dan dunia kenyataan atau dunia
realitas objektif. Antara keduanya, realitas dan imajinasi, meskipun harus dipahami secara terpisah, tetapi antara keduanya memiliki hubungan.
23
Terdapat pula konsep Aristoteles yang tercantum dalam buku yang berjudul Badingkut: di antara tiga jalan teater karya Herry Dim mengenai imaji dan peniruan
dari kenyataan. “Konsep Aristoteles tentang peniruan mimesis, bahasa Yunani
menyebutkan bahwa segalanya dimulai dari sang penulis naskah yang memilih-pilih dan menyusun kejadian-kejadian, kata-kata, dan imaji-imaji ke dalam pola dramatik
sehingga itu semua menjadi memiliki makna peristiwa kemanusiaan ”.
24
23
Frahma Sekarningsih dan Heny Rohayani, Pendidikan Seni Tari dan Drama, Bandung: UPI Press, 2005, cet. ke-I, h. 128.
24
Herry Dim, Badingkut: di antara tiga jalan teater, Jakarta: Direktorat Seni Pertunjukan Dirjen Nilai Budaya, Seni dan Film Kemenbudpar RI, 2011, cet.ke-I, h. 41-42.