6
BAB II LANDASAN TEORETIS
A. Pengertian Pembelajaran
Kata pembelajaran berasal dari kata dasar pe- dan –an yang artinya adalah
proses. Jadi dilihat dari pembentukan katanya pembelajaran merupakan proses atau cara menjadikan manusia atau makhluk hidup untuk mempelajari sesuatu. Belajar
sendiri didefinisikan “suatu proses untuk mengubah performansi, yang tidak terbatas pada keterampilan, tetapi juga meliputi fungsi-fungsi, seperti skill, persepsi, emosi,
proses berpikir, sehingga dapat menghasilkan perbaikan performansi.
3
Pada penelitian ini penulis mengklasifikasikannya kepada pembelajaran aktif. Karena di sini siswa tidak diam saja, baik dalam pembuatan konsep pementasan yang
akan ditunjukkan di dalam kelas maupun dalam pembuatan gambar tokoh yang disertai watak tersebut.
Ada beberapa tahapan dalam pembelajaran. Yatim Riyanto dalam bukunya, Paradigma Baru Pembelajaran mengklasifikasikannya menjadi tiga tahapan,yaitu:
1. Tahap pemula pra-instruksional, adalah tahapan persiapan guru sebelum kegiatan
pembelajaran dimulai. 2.
Tahap pengajaran instruksional, yaitu langkah-langkah yang dilakukan saat pembelajaran berlangsung.
3. Tahap penilaian dan tindak lanjut evaluasi, ialah penilaian atas hasil belajar siswa
setelah mengikuti pembelajaran dan tindak lanjutnya.
4
Tugas pengajar dalam pembelajaran di kelas, salah satunya harus memancing daya kreatif siswa.
“Kita harus membuat pelajaran kita sehingga dapat memanfatkan keterampilan mereka yang telah ada dan membantu mereka berkembang lebih
lanjut ”.
5
Menurut saya mereka akan merasa puas apabila menampilkan sesuatu, dalam hal ini bermain peran, berdasarkan kekreatifan sendiri. Artinya, tidak terpaku
kepada naskah yang terdapat pada buku saja.
3
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi GuruPendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, Jakarta: Kencana, 2009,cet. ke-1, h.
6.
4
Ibid., h. 132-133.
5
Kieran Egan, Pengajaran yang Imajinatif, Jakarta: PT Indeks , 2009, cet. I, h. x.
Selain itu tugas pengajar yang selanjutnya harus mengetahui hasil dari proses pembelajaran. “Siapa pun yang melakukan tugas mengajar perlu mengetahui akibat
dari pekerjaannya. Pengajar harus mengetahui, sejauh mana murid telah mengerti bahan yang ia ajarkan
”.
6
Manfaatnya adalah sebagai tolak ukur untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya.
Setiap siswa, baik dari segi kognitif, psikomotor, maupun afektif bermacam- macam dalam tingkat kemampuan pencapaiannya. Dalam hal ini menimbulkan
keragaman pengetahuan, wawasan, dan keterampilan yang mereka miliki. “Oleh
karena itu penting sekali kiranya memandang pengajaran sebagai proses pengembangan individu secara keseluruhan
”.
7
Bukan hal yang mudah untuk menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif. Namun tidak mustahil pula bisa tercipta suasana pembelajaran yang ideal, Sebagai
contoh, yaitu mengenai pemilihan tempat belajar. “Proses belajar mengajar di tempat yang tenang, sejuk dan nyaman tentu akan lain dengan proses yang dilakukan di kelas
yang bising, panas dan berjubel ”.
8
Begitu pula dengan perangkat pembelajarannya yang berkaitan dengan materi-materi, metode atau teknik dan medianya.
“Pengajaran yang baik ialah pengajaran yang berhasil melalui proses pengajaran yang efektif
”.
9
Untuk itu guru dituntut untuk menciptakan pengajaran yang efektif melalui pemanfaatan perangkat pembelajaran yang sudah direncanakan dalam RPP.
Setelah semua perangkat pembelajaran siap, maka ada satu hal lagi yang tidak kalah penting dan harus diciptakan. Baik oleh guru maupun siswa. Artinya, hasil
kerjasama antara guru dan siswa maupun antarsiswa. “Proses belajar-mengajar adalah
kegiatan guru sebagai penyampai pesanmateri pelajaran, dan siswa sebagai penerima
6
Ad Rooijakkers, Mengajar dengan Sukses: Petunjuk untuk Merencanakan dan Menyampaikan Pengajaran, Jakarta: PT Grasindo, 1993, cet. ke-IX, h. 140.
7
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra: Pegangan Guru Pengajaran Sastra, Yogyakarta: Kanisius, 1992, cet. ke-II, h. 19.
8
Arief S. Sadiman, Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, Jakarta: PT Rajawali, 1986, cet. ke-I, h. 14.
9
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta:PT Bumi Aksara, 2006, cet. ke-IV, h. 24.