Pengertian Pembelajaran Pembelajaran drama dengan penggunaan teknik permainan kartu watak pada siswa kelas X jurusan pemasaran di SMK Nusantara Legoso - Ciputat Tangerang

sebelumnya. Drama termasuk jenis fiksi, menurut Aart Van Zoest “dalam pengertian sintaksis, fiksi menunjuk pada sekumpulan teks dengan ciri-ciri khas. Dan dalam pengertian semantik, fiksi menunjuk pada status denotatum, yaitu rekaan ”. 13 “Sastra mempunyai dua genre, yaitu genre non-imajinatif dan imajinatif. Yang termasuk sastra genre non-imajinatif adalah esei, kritik, biografi, otobiografi, sejarah, memoar, catatan harian, dan surat-surat ”. 14 Dari macam-macam yang disebutkan tadi tercantum kata otobiografi, dan hampir mirip dengan biografi. Namun, yang lebih sering dikenal adalah biografi. Tapi memang fungsi keduanya pun berbeda. Sebagaimana menurut Ajip Rosidi, “Biografi sudah mulai dikenal masarakat Indonesia. Bahkan beberapa penerbit mempunyai seri-khusus untuk itu, di mana terbit biografi tentang orang-orang besar dalam berbagai lapangan dari berbagai negeri dan agama dimaksudkan sebagai cermin kehidupan untuk bangsa Indonesia. Tetapi otobiografi masih agak asing ”. 15 Kembali ke pembahasan sebelumnya mengenai pembagian genre di dalam sastra. “Dan yang termasuk sastra genre imajinatif adalah puisi, fiksi atau prosa naratif, dan drama ”. 16 Berdasarkan keterangan tersebut, dapat kita pahami bahwa drama berada pada bagian sastra genre imajinatif. Dilihat dari proses pembuatannya yang membutuhkan ide-ide kreatif, gagasan-gagasan yang matang, dan imajinasi yang liar. Pengungkapan cerita dalam drama adalah melalui dialog-dialog para tokohnya. Drama sebagai karya sastra sebenarnya hanya bersifat sementara, sebab naskah drama ditulis sebagai dasar untuk dipentaskan. “Karya sastra itu merupakan struktur makna atau struktur yang bermakna ”, 17 yang di dalamnya mempergunakan medium bahasa dengan memuat ide-ide dan membutuhkan pemahaman. Jadi, tujuan drama bukanlah untuk dibaca seperti orang membaca novel atau puisi dan karya fiksi lainnya, namun drama yang sebenarnya adalah kalau naskah sastra tadi telah dipentaskan. Gagasan- 13 Art Van Zoest, Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik, Jakarta: Intermasa, 1991 hlm. 5 14 Ibid., h.157. 15 Ajip Rosidi, Kapankah Kesusasteraan Indonesia Lahir, Jakarta: CV Haji Masagung, 1988, cet. ke-III, h. 96. 16 Ibid., h.157. 17 Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, cet. ke-IV, h. 141. gagasan yang matang, jalan cerita dan ide kreatifnya akan semakin berkembang ketika telah diperankan oleh pemain. “Pokok drama adalah cerita yang membawakan tema tertentu, diungkapkan oleh dialog dan perbuatan para pelakunya. Dialog dalam drama dapat berbentuk bahasa prosa maupun puisi ”. 18 Ini menunjukkan keanekaragaman drama dilihat dari bentuk isinya. Seperti halnya genre fiksi, drama juga mengenal drama panjang dan drama pendek. Drama panjang biasanya terdiri dari tiga atau lima babak; mengandung cerita yang panjang, karakter yang beragam, dan juga setting yang beragam pula. Jumlah tiga atau lima babak disesuaikan dengan tiga atau lima tingkatan plot cerita, yakni pengenalan, konflik, klimaks, penguraian masalah, dan penutup. Drama pendek hanya terdiri dari satu babak saja, sehingga sering disebut drama satu babak. Dalam satu babak itulah struktur cerita dalam tingkatan tadi diselesaikan. 19 Drama panjang konflik demi konflik disatukan sehingga terjadi konflik puncak. Drama pendek konflik yang ada langsung diselesaikan dalam babak itu juga.

2. Karakteristik Drama

Sebuah drama pada umumnya menyangkut dua aspek, yakni aspek cerita sebagai bagian dari sastra, yang kedua adalah aspek pementasan yang berhubungan erat dengan seni lakon atau seni teater. a Drama mempunyai tiga dimensi, yakni dimensi sastra, gerakan, dan ujaran. Oleh sebab itu naskah drama tidak disusun khusus untuk dibaca sebagaimana dengan novel atau cerita pendek, tetapi lebih dari itu, dalam penciptaanya naskah drama dipertimbangkan kemungkinan itu dapat diterjemahkan ke dalam penglihatan, suara, dan gerak laku. b Drama memberi pengaruh emosional yang lebih kuat dibandingkan dengan karya sastra yang lain. Hal ini disebabkan, drama dengan segala peristiwa yang ditampilkan langsung dapat dilihat oleh penonton. c Bagi sebagian besar orang, menonton drama lebih menyenangkan dan menghasilkan pengalaman yang lebih lama diingat dibandingkan dengan membaca novel. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi dan intensitas emosi yang tercipta karena melihat dan mendengar langsung peristiwa-peristiwa itu terjadi. 18 Jakob Sumardjo dan Saini K.M., Apresiasi Kesusastraan, Jakarta: Gramedia, 1986, cet. ke-IV, h. 31. 19 Ibid., h. 32. d Drama disusun dengan suatu keterbatasan. Ia dibatasi oleh dua konvensi, yaitu intensitas dan konsentrasi. Kedua konvensi ini ada karena mempertimbangkan bahwa kemungkinan daya mampu mengikuti pementasan. e Kekhususan drama yang amat penting pula adalah keterbatasan pemain-pemain secara fisik. Salah satu keterbatasan drama secara fisik kalau dibandingkan dengan karya sastra yang lain adalah drama hanya menyangkut masalah manusia dan kemanusiaan semata. Hal itu disebabkan drama dilakonkan oleh manusia. f Drama memiliki keterbatasan pemanfaatan objek material. Di dalam novel, cerpen, atau puisi banyak hal yang dapat digunakan sebagai objek material. Bahkan dalam film pun banyak yang dapat dimanfaatkan dengan menggunakan trick photography. g Drama memiliki keterbatasan bukan saja dari segi artistik tetapi juga dari segi kepantasan. Tidaklah pantas bila di atas pentas dipertunjukkan peristiwa perkelahian yang dapat membuat penonton shok. h Keterbatasan lain yang dimiliki drama dibandingkan dengan karya sastra yang lain adalah, bahwa drama dibatasi oleh keterbatasan intelegensi rata-rata penonton. i Adalah mungkin menampilkan sejumlah episode dan menggunakan bub alur, serta menggabungkan beberapa cerita-cerita yang terpisah-pisah dalam novel. Namun semua yang mungkin untuk novel tidak mungkin bagi drama. j Naskah drama merupakan suatu karya tulis yang isinya melalui percakapan. Percakapan itu disebut wawancang atau dialog. 20

3. Alur Drama

Menurut M. Atar Semi secara garis besar, alur drama adalah sebagai berikut. a. Klasifikasi atau introduksi. Bagian ini memberi kesempatan kepada penonton mengetahui tokoh-tokoh utama serta peran yang dibawakan mereka, serta memberi pengenalan terhadap permulaan problem atau konflik. b. Konflik. Pelaku cerita mulai terlibat dalam suatu problem pokok. Di sini mulai terjadi insiden. c. Komplikasi. Terjadilah persoalan baru dalam cerita, atau disebut juga rising action. Beberapa watak mulai memperlihatkan pertentangan saling mempengaruhi, dan berkeinginan membawa kebenaran ke pihak masing- 20 Ibid., h.162.