Kewenangan Presiden Sejarah, Fungsi, Tugas dan Wewenang Kepolisian Negara Republik

pangkatpangkat lain yang gaji tertingginya sedikit-dikitnya sama dengan gaji tertinggi pangkat- pangkat yang tersebut di atas”. 16 Penjelasan mengenai Pasal 2 Ayat 1 sub a dijabarkan bahwa “Dalam pasal ini kekuasaan mengangkat dan memberhentikan pegawai pertama-tama diletakkan dalam tangan Presiden semata-mata mengenai pangkat-pangkat yang tersebut dalam ayat 1 sub a pasal ini. Melalui penjelasan yang telah ditentukan oleh undang-undang darurat ini, maka pengangkatan dan pemberhentian Kepala Djawatan Kepolisian Nasional saat itu mutlak menjadi hak prerogatif Presiden. Dalam perjalanan waktu, pada tanggal 13 Juli 1959 dengan Keppres No. 1541959 Kepala Djawatan Polisi Nasional juga merangkap jabatan sebagai Menteri Muda Kepolisian dan Menteri Muda Veteran. Pada tanggal 26 Agustus 1959 dengan Surat Edaran Menteri Pertama 126 Yuridika: Volume 30 No 1, Januari – April 2015 No. 1MPRI1959, ditetapkan sebutan Kepala Kepolisian Negara diubah menjadi Menteri Muda Kepolisian yang memimpin Departemen Kepolisian sebagai ganti dari Djawatan Kepolisian Negara. 17 Dua tahun kemudian, pemerintah membentuk Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian Negara selanjutnya UU 131961 sebagai perwujudan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor IMPRS1960 dan 16 Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Serikat tentang Hak Pengangkatan dan Pemberhentian Pegawai-Pegawai Reublik Indonesia Serikat. 17 http:id.wikipedia.orgwikiKepolisian_Negara_Republik_Indonesia, diakses tanggal 26 September 2015, pukul 15.30 WIB. Nomor IIMPRS1960. Saat UU 131961 berlaku, jabatan Kepala Djawatan Polisi Nasional sudah berubah menjadi Menteri Muda Kepolisian dan mekanisme mengenai pengangkatan serta pemberhentian Menteri Muda Kepolisian tidak diatur. Namun secara tidak langsung, persoalan tersebut menjadi hak prerogatif Presiden. Pasal 6 berbunyi “Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Kepolisian Negara” dan dalam penjelasannya dijabarkan bahwa “Pemimpin tertinggi dari Kepolisian Negara ialah Presiden, karena menurut Undang-undang Dasar 1945 Presiden adalah Kepala Pemerintahan dan Menteri-menteri adalah Pembantu-pembantunya, yang masing-masing langsung bertanggung jawab kepada Presiden ”. 18 Penjelasan Pasal 6 menuntun kita untuk mengkorelasikan dengan Pasal 3 yang berbunyi “Kepolisian Negara adalah Angkatan Bersenjata” dan penjelasan Pasal 3 menentukan “Ketentuan dalam ayat ini adalah sesuai dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor IIMPRS1960.” Ketetapan Majelis inilah yang menandakan bahwa pengangkatan dan pemberhentian Menteri Muda Kepolisian dilalukan secara prerogtif oleh Presiden. Hal tersebut terbukti karena dalam Pasal 10 Ketetapan Majelis menentukan “Memberikan kekuasaan penuh kepada PresidenPanglima Tertinggi Angkatan PerangPemimpin Besar Revolusi Indonesia untuk melaksanakan putusan- putusan ini.” Secara khusus berarti, bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan 18 Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian Negara. persoalan Menteri Muda Kepolisian diserahkan sepenuhnya kepada Presiden. Seiring UU 131961 yang sudah tidak relevan lagi dengan pertumbuhan dan perkembangan hukum serta ketatanegaraan di Indonesia, maka pada tahun 1997 UU 131961 diganti melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia selanjutnya disebut UU 281997. Berlakunya undang-undang kepolisian yang baru ini ternyata tidak menghilangkan eksistensi hak prerogatif Presiden yang memang kala itu pemerintahan masih dipimpin oleh rezim Orde Baru. Prosedur pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diatur dalam Pasal 11 Ayat 1 yang berbunyi “Kepala Kepolisian Republik Indonesia diangkat dan diberhentikan oleh Presiden .” 19 Efek dari perubahan terhadap UUD NRI 1945 ternyata juga berdampak pada mekanisme pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. Pembatasan kekuasaan Presiden selain memindahkan kekuasaan membentuk undang-undang menjadi kekuasaan DPR Pasal 20A dan mengubah kekuasaan Presiden menjadi kekuasaan bersama Pasal 13 dan Pasal 14 juga berlanjut dalam undang-undang, seperti pengangkatan Panglima TNI, Kapolri, dan lain-lain yang semula semata-mata merupakan kekuasaan eksekutif, berubah menjadi kekuasaan bersama dengan DPR. Mengikuti perubahan UUD NRI 1945, maka diberlakukanlah undang-undang kepolisian yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 2 19 Pasal 11 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sebagaimana telah diutarakan sebelumnya bahwa telah terjadi pergeseran kekuasaan, maka bukti yang paling konkret terdapat dalam Pasal 11 UU 22002 yaitu: 1 Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; 2 Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada DewanPerwakilan Rakyat disertai dengan alasannya. 20 Ketentuan Pasal 11 Ayat 1 dan Ayat 2 UU 22002 tentang mekanisme pengangkatan dan pemberhentian Kapolri yang disertai dengan penjelasannya, menandakan bahwa kewenangan prerogatif yang dahulu mutlak milik seorang Presiden telah bergeser kepada kekuasaan bersama, yang bertujuan agar checks and balances antara eksekutif dengan legislatif dapat terwujud dengan baik, dan dapat untuk mencegah eksekutif melakukan tindakan sewenang-wenang. Untuk lebih mempermudah membedakan kewenangan Presiden dalam hal pengangkatan dan pemberhentian Kapolri, berikut tabelnya : Undang-Undang Jenis Pengangkatan Undang-Undang nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian Negara. Hak Prerogatif Presiden 20 Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Undang-Undang nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hak Prerogatif Presiden Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kewenangan Presiden bersama dengan DPR Dengan demikian, jaminan penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis berdasarkan asas kedaulatan rakyat dapat berjalan sebagaimana baiknya demi tujuan dan cita-cita bersama rakyat Indonesia. Sebelum reformasi, pengangkatan dan pemberhentian Kapolri mutlak sebagai hak prerogatif yang dilakukan oleh Presiden. Namun dalam perubahan undang- undang Kepolisian yang baru, kewenangan Presiden dalam mengangkat dan memberhentikan Kapolri harus dengan persetujuan bersama DPR.

2. Kewenangan DPR

DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara tentunya memiliki fungsi. Fungsi tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Ketiga fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran tersebut dijalankan dalam kerangka representasi rakyat, dan juga untuk mendukung upaya Pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 21 . 21 Pasal 69 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Fungsi pengawasan yang dilakukan DPR dalam rangka check and balances, tercantum dalam Pasal 20A ayat 1 1945 dan Pasal 69 Ayat 1 UU No. 17 Tahun 2014. Secara teoritis, jika dirinci, fungsi-fungsi control atau pengawasan oleh parlemen dalam hal ini DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat dapat dibedakan, yaitu : 1. Pengawasan terhadap penentuan kebijakan control of policy making; 2. Pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan control of policy executing; 3. Pengawasan terhadap penganggaran dan belanja negara control of budgeting; 4. Pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran dan belanja negara control of budgeting implementation; 5. Pengawasan terhadap kinerja pemerintahan control of government performences; 6. Pengawasan terhadap pengangkatan pejabat publik control of political aapoinment of public officials dalam bentuk persetujuan atau penolakan, ataupun dalam bentuk pemberian pertimbangan oleh DPR. Dalam menjalankan fungsinya terkait pengawasan pengangkatan pejabat publik yaitu Kapolri, DPR diberikan kewenangan dalam hal memberikan persetujuan kepada Presiden untuk mengangkat Kapolri diatur di dalam Undang-Undang Kepolisian No.2 Tahun 2002 Pasal 11 yang berbunyi “Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. 22 Selain undang-undang diatas didalam Ketetapan MPR No.VIIMPR2000 tentang Peran TNI dan Peran Kepolisian Negara RI, MPR juga mendelegasikan beberapa kewenangan kepada DPR, yaitu memberikan persetujuan kepada Presiden dalam hal hendak mengangkat seorang Panglima TNI demikian juga bila Presiden hendak mengangkat seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. 23 Artinya, dalam hal pengangkatan Kapolri ini posisi DPR hanya sebatas memberikan persetujuan terhadap nama calon Kapolri yang diajukan oleh Presiden. Dengan mempertimbangan hasil uji kelayakan atau fit and proper test. Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap usul pemberhentian dan pengangkatan Kapolri dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat. Usul pemberhentian Kapolri disampaikan oleh Presiden dengan disertai alasan yang sah, antara lain masa jabatan Kapolri yang bersangkutan telah berakhir, atas permintaan sendiri, memasuki usia pensiun, berhalangan tetap, dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat menolak usul pemberhentian Kapolri, maka Presiden menarik kembali usulannya, dan dapat mengajukan kembali permintaan persetujuan pemberhentian Kapolri 22 Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 23 Ni‟matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia …, h.235-236. pada masa persidangan berikutnya.

C. Mekanisme Pengangkatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

Berbicara mengenai sebuah proses pengangkatan pasti tidak terlepas dari suatu mekanisme yang harus dilalui. Dalam hal pengangkatan seorang Kapolri pun ada mekanisme yang harus dilewati untuk mencapai jabatan tersebut. Di Indonesia pengaturan tentang mekanisme pengangkatan Kapolri belum secara jelas diatur. Kapolri yang dahulu disebut Kepala Djawatan Kepolisian Nasional pertama kali diangkat oleh Soekarno melalui Maklumat Pemerintah tanggal 29 September 1945. Kala itu, sesaat setelah kemerdekaan Indonesia, pengaturan mengenai mekanisme pengangkatan dan pemberhentian seorang Kepala Djawatan Kepolisian Nasional belum dirumuskan. Pasal 11 Undang-Undangan No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia hanya menyebutkan bahwa Kapolri diangkat oleh Presiden melalui persetujuan DPR, selanjutnya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri. Hal inilah yang kemudian di tafsirkan oleh dua lembaga yaitu Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas dan Polri itu sendiri. Kompolnas sebagai lembaga memiliki beberapa peraturan, yakni undang- undang, lalu turun dengan Peraturan Presiden Perpres No. 17 Tahun 2011 yang sebelumnya Perpres No. 17 Tahun 2002. Kemudian seiring adanya Perpres tersebut, maka Kompolnas dan Polri membuat Kesepakatan Bersama No. B24IV2012 dan No.01IV2012Kompolnas Tentang Kerjasama dan Hubungan

Dokumen yang terkait

KONSTRUKSI SURAT KABAR TENTANG PEMBERITAAN PROSES PRAPERADILAN PENCALONAN KOMISARIS JENDERAL (KOMJEN) BUDI GUNAWAN SEBAGAI KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA (KAPOLRI)

0 5 23

Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

0 4 93

KEWENANGAN YANG DIMILIKI KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA DALAM PELAKSANAAN TEMBAK DI TEMPAT

3 26 65

KEWENANGAN DISKRESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM MENENTUKAN REHABILITASI PENGGUNA NARKOTIKA.

1 3 14

SKRIPSI KEWENANGAN DISKRESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM MENENTUKAN REHABILITASI PENGGUNA NARKOTIKA.

0 3 14

PENDAHULUAN KEWENANGAN DISKRESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM MENENTUKAN REHABILITASI PENGGUNA NARKOTIKA.

0 3 14

PENUTUP KEWENANGAN DISKRESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM MENENTUKAN REHABILITASI PENGGUNA NARKOTIKA.

0 5 7

SENGKETA KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DENGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM KASUS KORUPSI.

0 3 51

PEMBERITAAN KEBIJAKAN PRESIDEN DALAM MENETAPKAN BUDI GUNAWAN SEBAGAI CALON KAPOLRI PADA SURAT KABAR KOMPAS (Studi Analisis Isi Kuantitatif Tentang Pemberitaan Kebijakan Presiden Dalam Menetapkan Budi Gunawan Sebagai Calon Kapolri Pada Surat Kabar Harian K

0 1 20

HAK PREROGATIF PRESIDEN DALAM PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN UUD 1945 | Kaharudin | Jurnal Media Hukum 1995 7248 1 PB

0 0 13