Teori Pemisahan Kekuasaan Teori Kekuasaan

a. Hak memerintah berasal dari tradisi. Artinya, kepercayaan yang telah berakar dipelihara secara terus-menerus dalam masyarakat. Kepercayaan yang mengakar berwujud keyakinan bahwa yang ditakdirkan menjadi pemimpin masyarakat adalah dari keluarga tertentu. Contoh, kewenangan Sri Sultan Hamengkubuwono IX untuk Daerah Istimewa Yogyakarta berasal karena beliau merupakan keturunan langsung dari Sultan sebelumnya. b. Hak memerintah berasal dari Tuhan, dewa, atau wahyu. Hak memerintah ini dianggap bersifat sakral. Orang yang berkuasa berusaha menunjukkan pada khalayak kewenangannya memerintah masyarakat berasal dari kekuatan yang sakral. Contoh, Kaisar Hirohito dari Jepang dan penggantinya menunjukkan kewenangan sebagai kepala negara yang berasal dari Dewa Matahari Amaterasu Omikami. c. Hak memerintah berasal dari kualitas pribadi sang pemimpin. Seorang pemimpin yang kharismatis merpakan seseorang yang memiliki kualitas pribadi sebab mendapat anugerah istimewa dari kekuatan supernatural sehingga menimbulkan pesona dan daya tarik bagi anggot masyarakat. Pemimpin ini biasanya mampu memukau massa dengan penampilan dan kemampuan retorikanya. Contoh, Mahatma Gandhi dan Bung Karno yang memiliki kharisma karena penampilan dan kemampuan retorikanya. d. Hak memerintah masyarakat berasal dari peraturan perundang- undangan. Apabila seseorang menjadi kepala pemerintahan melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan maka sumber kewenangannya berupa hukum. Contoh, seorang presiden dan wakil presiden. e. Hak memerintah berasal dari sumber yang bersifat instrumental seperti keahlian dan kekayaan. Keahlian yang dimaksud terletak pada keahlian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara kekayaan yang dimaksud adalah pemilikan uang, tanah, barang- barang berharga, surat-surat berharga, dan lain-lain. Keahlian diperlukan untuk melaksanakan pemerintahan yang mampu mencapai tujuan masyarakat. Orang yang tidak memiliki keahlian akan patuh kepada orang yang memiliki keahlian. Sedangkan menurut Jum Anggriani dalam bukunya yang berjudul Hukum Administrasi Negara sumber kewenangan dibagi menjadi : 12 a. Atribusi, merupakan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Kewenangan atribusi biasanya diberikan oleh Undang-Undang Dasar dalam bentuk pembagian kekuasaan negara. b. Delegasi, adalah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh badan atau jabatan tata usaha negara yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau pejabat 12 Jum Anggriani, Hukum Administrasi Negara, Graha Ilmu: Yogyakarta, 2012, h.89-92 tata usaha negara lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang. c. Sub Delegasi, adalah kewenangan yang diperoleh melalui delegasi dilimpahkan kepada badanlembaga pejabat tata usaha negara yang lebih rendah untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab atas namanya sendiri. d. Mandat, merupakan bentuk pelimpahan kekuasaan tetapi tidak sama dengan delegasi, karena mandataris penerima mandat, dalam melaksanakan kekuasaannya tidak bertindak atas namanya sendiri, tetapi atas nama si pemberi kuasa, karenanya yang bertanggung jawab adalah si pemberi kuasa.

3. Peralihan Kewenangan

Jabatan bersifat relatif tetap, sedangkan orang yang memegang dan menjalankan fungsi tugas dan kewenangan jabatan bersifat tidak tetap. Hal ini karena manusia memiliki umur, kemampuan dan kearifan yang terbatas. Selain itu, semakin lama seseorang memegang suatu jabatan, semakin dia menganggap dan memperlakukan jabatan sebagai milik pribadinya. Akibatnya, jabatan yang dimilikinya cenderung di salah gunakan untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Maka dari itu perlu adanya peralihan kewenangan dari seseorang atau kelompok kepada seseorang atau kelompok lainnya. Di Indonesia sendiri masa jabatan presiden dibatasi selama dua kali masa jabatan. Hal tersebut tertuang di dalam UUD yang berbunyi

Dokumen yang terkait

KONSTRUKSI SURAT KABAR TENTANG PEMBERITAAN PROSES PRAPERADILAN PENCALONAN KOMISARIS JENDERAL (KOMJEN) BUDI GUNAWAN SEBAGAI KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA (KAPOLRI)

0 5 23

Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

0 4 93

KEWENANGAN YANG DIMILIKI KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA DALAM PELAKSANAAN TEMBAK DI TEMPAT

3 26 65

KEWENANGAN DISKRESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM MENENTUKAN REHABILITASI PENGGUNA NARKOTIKA.

1 3 14

SKRIPSI KEWENANGAN DISKRESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM MENENTUKAN REHABILITASI PENGGUNA NARKOTIKA.

0 3 14

PENDAHULUAN KEWENANGAN DISKRESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM MENENTUKAN REHABILITASI PENGGUNA NARKOTIKA.

0 3 14

PENUTUP KEWENANGAN DISKRESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM MENENTUKAN REHABILITASI PENGGUNA NARKOTIKA.

0 5 7

SENGKETA KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DENGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM KASUS KORUPSI.

0 3 51

PEMBERITAAN KEBIJAKAN PRESIDEN DALAM MENETAPKAN BUDI GUNAWAN SEBAGAI CALON KAPOLRI PADA SURAT KABAR KOMPAS (Studi Analisis Isi Kuantitatif Tentang Pemberitaan Kebijakan Presiden Dalam Menetapkan Budi Gunawan Sebagai Calon Kapolri Pada Surat Kabar Harian K

0 1 20

HAK PREROGATIF PRESIDEN DALAM PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN UUD 1945 | Kaharudin | Jurnal Media Hukum 1995 7248 1 PB

0 0 13