pada masa persidangan berikutnya.
C. Mekanisme Pengangkatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Berbicara mengenai sebuah proses pengangkatan pasti tidak terlepas dari suatu mekanisme yang harus dilalui. Dalam hal pengangkatan seorang Kapolri
pun ada mekanisme yang harus dilewati untuk mencapai jabatan tersebut. Di Indonesia pengaturan tentang mekanisme pengangkatan Kapolri belum secara
jelas diatur. Kapolri yang dahulu disebut Kepala Djawatan Kepolisian Nasional pertama kali diangkat oleh Soekarno melalui Maklumat Pemerintah tanggal 29
September 1945. Kala itu, sesaat setelah kemerdekaan Indonesia, pengaturan mengenai mekanisme pengangkatan dan pemberhentian seorang Kepala Djawatan
Kepolisian Nasional belum dirumuskan.
Pasal 11 Undang-Undangan No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia hanya menyebutkan bahwa Kapolri diangkat oleh Presiden
melalui persetujuan DPR, selanjutnya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri. Hal inilah yang kemudian di tafsirkan oleh dua lembaga yaitu Komisi
Kepolisian Nasional atau Kompolnas dan Polri itu sendiri. Kompolnas sebagai lembaga memiliki beberapa peraturan, yakni undang-
undang, lalu turun dengan Peraturan Presiden Perpres No. 17 Tahun 2011 yang sebelumnya Perpres No. 17 Tahun 2002. Kemudian seiring adanya Perpres
tersebut, maka Kompolnas dan Polri membuat Kesepakatan Bersama No. B24IV2012 dan No.01IV2012Kompolnas Tentang Kerjasama dan Hubungan
Tata Cara Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia tanggal 5 April 2012
24
. Secara undang-undang memang mekanisme pengangkatan Kapolri belum diatur
dengan jelas, namun jika dilihat pada Kesepakatan Bersama Kompolnas dengan Polri, secara tersirat maka Kompolnas-lah yang diberi peran untuk melakukannya.
Menurut Kompolnas
25
minimal sejak Kapolri Bambang Hendarso, Timur Pradopo, sampai sekarang Badrodin Haiti bahwa tidak mungkin Kompolnas
hanya berada pada taraf memberi penilaian atau memberi masukan. Kompolnas harus tau dulu siapa orang yang akan menjadi Kapolri. Maka Kompolnas
memberlakukan suatu ketentuann end to end, a-z. Mulai dari memantau siapa bakal calon Kapolri, lalu memproses untuk mendapatkan calon yang baik sampai
pada pengusulannya. Namun menurut Polri, itu tidak dilihat sebagai hal yang tepat. Mereka
berpendapat bahwa haruslah dari pihak polisi saja yang melakukan itu, dan pihak kompolnas hanyalah pihak yang memberi masukan. Sehingga kemudian Polri
membuat rancangan Perpres yang berisi bahwa proses sebelum menemukan calon Kapolri ini lalu kemudian mengirimkannya kepada Presiden, Polri mengirimkan
nama calon Kapolri kepada Kompolnas lalu Kompolnas dipersilahkan untuk memberi masukan.
Adrianus menambahkan
26
, sejak zaman Bambang Hendarso sampai Sutarman, perdebatan ini tidak muncul. Barulah pada pengangkatan Budi
24
Kompas, tanggal 20 Februari 2015, h. 6 Kolom II
25
Wawancara penulis dengan Adrianus Meliala, Komisioner Kompolnas pada tanggal 7 September 2015.
26
Wawancara penulis dengan Adrianus Meliala, Komisioner Kompolnas pada tanggal 7 September 2015.
Gunawan beberapa purnawirawan Polri berpendapat bahwa Kompolnas tidak memiliki hak. Barulah kemudian rancangan Perpres itu dibuat, namun Perpres
tersebut muncul dalam dua versi. Pertama, yang melihat Kompolnas saja yang memproses. Kedua, yang melihat Polri yang memproses pengusulan nama calon
Kapolri tersebut. Menurut Adrianus, Kompolnas sebetulnya sejak tahun 2002 sudah mau membuat rancangan Perpres tersebut, tetapi kemudian mentah. Karena
menurutnya Presiden sendiri tidak mau terikat oleh prosedur itu jadi kalau prosedur tersebut sudah diberlakukan maka Presiden terikat, dia hanya bisa
memutuskan sesuai nama yang diusulkan oleh Polri. Maka baru pada setelah Badrodin Haiti terpilih oleh Kompolnas barulah
mereka merancang Perpres tersebut dan mengundang Kompolnas dalam suatu perbincangan namun Kompolnas menolak keras. Bahwa itu bukanlah hal yang
acountable, lebih jauh dari pada itu Kompolnas juga dalam rancangan Perpres Kompolnas yang sedang disusun, Kompolnas ingin semakin mempertegas bahwa
proses tersebut seyogyanya di tangan Kompolnas. Karena Kompolnas menilai mereka adalah lembaga yang tidak memiliki kepentingan dalam pencalonan
Kapolri, sehingga calon Kapolri yang diajukan oleh Kompolnas lebih legitimasi.
44
BAB IV ANALISIS KEWENANGAN PRESIDEN DALAM PEMBATALAN
PENGANGKATAN BUDI GUNAWAN SEBAGAI KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA
A. Kewenangan Presiden Dalam Pembatalan Pengangkatan Kapolri
Seperti yang penulis telah jabarkan pada bab sebelumnya, bahwa kewenangan Presiden dalam mengangkat Kapolri telah diatur di dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 1961 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian Negara. Kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997
Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan terakhir diberlakukan undang-undang kepolisian yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang berlaku saat ini, pada dasarnya memiliki persamaan dengan undang-undang sebelumnya. Persamaan yang dimaksud adalah terkait
kewenangan Presiden dalam hal mengangkat dan memberhentikan Kapolri. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 mengubah kewenangan Presiden dalam hal
mengangkat dan memberhentikan Kapolri yang sebelumnya menjadi kewenangan penuh Presiden, diubah menjadi kewenangan bersama dengan DPR. Dalam
rangka adanya check and balances antar lembaga negara. Kewenangan bersama Presiden dan DPR mengenai pengangkatan dan pemberhentian Kapolri
sebagaimana disebutkan di atas, diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,
bahwa “Kapolri