Giri Terhadap Nama NOVEL SAMURAI KAZEGATANA DAN KONSEP ON DAN GIRI

1. Pembagian Giri a. Giri Kepada Dunia

Giri kepada dunia adalah kewajiban membayar kembali On 恩 kepada sesamanya. kemudian Menurut Mattulada Giri kepada dunia adalah kewajiban-kewajiban kepada pertuanan-kaum, kepada hubungan-hubungan keluarga, kepada orang-orang yang tidak ada hubungannya dengan penerima, seperti pembagian uang guna kebajikan, pemberian bantuan pekerjaan, dan pada teman sekerja. Dan Menurut Benedict 1982:152 Giri terhadap dunia adalah suatu kewajiban untuk membayar kembali semua kebaikan kebaikan yang telah diterima. Secara umum, Giri kepada dunia dapat digambarkan sebagai pemenuhan hubungan- hubungan yang bersifat kontrak, berbeda dengan Gimu 義務 yaitu suatu pemenuhan kewajiban-kewajiban berdasarkan hubungan akrab yang dialami seseorang sejak lahirnya. Jadi dapat dikatakan bahwa.

b. Giri Terhadap Nama

Giri terhadap nama seseorang adalah kewajiban untuk menjaga agar reputasinya tidak ternoda. Giri terhadap nama ini bukan pembayaran kembali terhadap kebaikan yang telah diterima, tetapi kewajiban-kewajiban atau tindakan-tindakan yang tetap menjaga reputasi baik seseorang tanpa mendasarkannya pada suatu utang tertentu yang sebelumnya dimiliki orang itu terhadap orang lain. Karena itu, Giri terhadap nama ini mencakup di dalamnya melaksanakan segala macam persyaratan etiket menurut tempat seseorang yang sesuai. Misalnya, kalau merasa sakit sama sekali tidak memperlihatkannya dan mempertahankan reputasi dalam profesi atau keahlian. Giri terhadap nama juga menuntut tindakan-tindakan yang menghilangkan noda atau cela, noda tersebut mengotori nama seseorang dan karena itu harus dihilangkan. Noda itu dapat memaksa seseorang untuk membalas dendam kepada orang yang merugikan namanya atau memaksa seseorang untuk melakukan bunuh diri, dan diantara Universitas Sumatera Utara kedua hal yang ekstrim ini terdapat segala macam kemungkinan tindakan Benedict, 1982:152. Bangsa Jepang tidak memiliki nama tersendiri untuk “Giri terhadap nama”. Mereka hanya melukiskannya sebagai Giri di luar lingkup On 恩 . Selanjutnya selama orang menjaga Giri (義理)dan membersihkan nama dari noda, orang itu tidak melakukan agresi atau perlawanan. Orang tersebut hanya melakukan hal yang seimbang antara kewajiban Giri 義理 dengan kewajiban membayar kembali. Mereka berkata bahwa “dunia ini miring” selama suatu penghinaan, noda atau kekalahan tidak dapat dibalas atau dihilangkan. Dimana saja kebajikan untuk menghilangkan noda atas kehormatan seorang ini diagungkan baik di Jepang maupun di negara Barat. Intinya adalah kebajikan itu dinilai lebih tinggi daripada keuntungan material manapun. Kalau orang mengorbankan miliknya, keluarganya dan hidupnya sendiri demi kehormatan, maka Ia adalah bajik. Giri terhadap nama juga mencakup banyak tingkah laku yang tenang dan terkendali, yaitu dengan tidak memperlihatkan perasaan, serta memperthankan harga diri. Harga adalah salah satu wujud dari Giri terhadap nama. Wanita tidak boleh menjerit ketika melahirkan bayinya, pria harus bisa mengatasi rasa sakit dan bahaya, kalau banjir melanda sebuah desa di Jepang maka setiap orang yang mempunyai harga diri, mengumpulkan barang-barang kebutuhan yang dapat ia bawa dan mencari tempat yang lebih tinggi, tidak ada teriakan-teriakan, tidak ada mondar-mandir dan kepanikan. tingkah laku demikian itu adalah bagian rasa hormat seseorang terhadap dirinya sendiri, meskipun diakui orang tersebut mungkin tidak menjiwainya. Harga diri yang juga berarti pembatasan atau pengekangan diri bagi orang Jepang merupakan sesuatu yang berharga. melalui kemampuaan orang Jepang untuk mengekang diri, membuat mereka merasa berharga. kemampuaan orang Jepang untuk mengekang dirinya sendiri dengan mengambil sikap dan tindakan yang sesuai bagi dirinya, dimunggkinkan karma hal ini sudah ditanamkan secara mendalam pada diri orang Jepang sejak balita. Yaitu Universitas Sumatera Utara seorang bayi di Jepang sudah dilatih menahan diri dengan tidak memberikan susu atau makanan untuk menenangkan bayi yang rewel, jika sebelum waktunya minum susu atau makan. Harga diri bagi bangsa Jepang memberi kesadaran pada jiwa mereka bahwa mereka harus hidup sesuai dengan tempatnya. Dalam arti harus bersikap dan berprilaku sesuai dengan dunia mereka sendiri. Orang yang bisa menghargai dirinya sendiri adalah orang yang mampu memisahkan antara melakukan tindakan yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Jadi Giri terhadap nama juga mewajibkan seseorang untuk hidup sesuai dengan tempatnya dalam hidup ini. Kalau orang gagal dalam Giri terhadap nama ini, maka ia tidak berhak untuk menghormati dirinya sendiri. Giri terhadap nama juga berarti memenuhi banyak ikatan, sesuai ikatan-ikatan dalam hidup sesuai dengan tempatnya. Pembayaran hutang juga dapat mempertaruhkan Giri terhadap namanya, yaitu ketika seseorang tidak dapat melunasi pinjamannya, biasanya orang tersebut akan melakukan bunuh diri untuk membesihkan namanya. Tuntutan atau ikatan keprofesionalan juga melibatkan Giri terhadap nama. Misalnya banyak daftar mengenai kasus bunuh diri yang dilakukan kepala sekolah karena kasus kebakaran pada sekolahnya walaupun itu sama sekali tidak disebabkan kesalahannya. Selain itu ada juga guru yang meninggal terbakar karena menyelamatkan gambar kaisar mereka yang sedang terbakar. Dengan kasus di atas menunjukkan betapa besarnya orang Jepang memegang Giri terhadap nama mereka. Ketika orang Jepang merasa gagal dalam menjalankan Giri terhadap nama mereka khususnya tidak dapat mempertahankan harga diri mereka, maka mereka merasa menjadi orang yang kalah, dalam kata lain menyandang malu atas kegagalan tersebut. Meskipun rasa malu dalam beberapa hal merupakan perangsang yang kuat untuk berusaha lebih keras, namun dalam banyak hal rasa malu ini menjadi tekanan batin. sehingga dapat menyebabkan rasa percaya Universitas Sumatera Utara diri orang tersebut goyah ataupun hilang yang akan mengakibatkan mereka menjadi murung ataupun pemarah Universitas Sumatera Utara

BAB III ANALISIS PERILAKU ON DAN GIRI OLEH PARA TOKOH CERITA DARI

NOVEL SAMURAI KAZEGATANA KARYA ICHIROU YUKIYAMA 3.1. Hanmaru

a. Karakteristik Hanmaru

Hanmaru adalah pengawal berjiwa samurai yang mengutamakan kehormatan dan kesetiaan diatas segalanya. Dibesarkan dalam kehangatan keluarga pedagang bersama keluarga Akazawa. Berusia 17 tahun. Hanmaru adalah murid Gorou, semenjak Hanmaru belajar ilmu pedang kemudian diangkat menjadi pengawal oleh ayah Akazawa.

b. Perilaku On Cuplikan hal 33

“Ayah tuan Akazawa dulu juga memungut saya ketika kelaparan sudah nyaris merenggut nyawa saya” kenang Hanmaru. “Saya akan melakukan apa saja demi membalasnya Oleh karena itu, izinkan saya besok ikut untuk menghadapi perampok itu, Guru, dan mengeluarkan Tuan Akazawa dari masalah ini” hal:33. Analisis Dalam cuplikan hal:33 di atas terlihat indeksikal dari adanya On yang di terima Hanmaru dari ayah Akazawa dan Satoru. Indeksikal perilaku On tersebut adalah kebaikan yang diberikan ayah Akazawa terhadap Hanmaru gelandangan dan hampir kelaparan merenggut nyawanya serta membesarkannya seperti anak sendiri. Ayah akazawa adalah seorang saudagar sehingga Hanmaru dibesarkan ditengah-tengah kehidupan pedagang yang semua kebutuhannya tercukupi. Karena Hanmaru telah menerima kebaikan dari keluarga Akazawa Ia akan melakukan apa saja untuk membalas kebaikan yang telah diterimanya. Oleh karena itu dapat dikatakan Hanmaru adalah orang yang tahu On dan sebagai wujud rasa terima kasih telah mendapat pertolongan akan membalas kebaikan yang telah diterima Universitas Sumatera Utara