LATAR BELAKANG MASALAH PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta rasa, karsa, dan rasa tersebut Koentjaraningrat 1976:28. Kebudayaan dimiliki oleh setiap bangsa, oleh karena itu kebudayaan dari setiap bangsa saling berbeda- beda. Meskipun terkadang ada kesamaan seperti halnya rumpun dan ras. Di jepang antara kebudayaan dan budaya dibedakan berdasarkan pengertiannya. Budaya ialah sesuatu hal yang semiotik, tidak kentara atau bersifat laten artinya keseluruhan hal yang alamiah. Sedangkan kebudayaan ialah seluruh cara hidup manusia untuk mempertahankan hidupnya artinya, keseluruhan hal yang bukan alamiah yaitu hasil ciptaan manusia. Kebudayaan juga dapat dijelaskan dalam Situmorang 1995:3 adalah sebuah jaringan makna yang dianyam manusia tersebut dalam hidup, dan mereka bergantung pada jaringan-jaringan makna tersebut. Salah satu hasil kebudayaan manusia adalah sastra. Sastra merupakan suatu kegiatan kreatif yang mempunyai unsur seni. Menurut Hegel dalam Umri 1996:33 seni adalah pikiran yang sempurna yang menjelma kedunia panca indra. Karya sastra lahir ditengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinatif atau fiktif yaitu suatu cerita rekaan yang mengangkat dari daya khayal kreatif, bersifat intuitif yang mengutamakan faktor rasa agar dapat difahami oleh para pembaca. Sastra juga dapat dikatakan sebagai suatu karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna menurut Mukarovsky dalam Fananie 2000:3. Pada umumnya, karya sastra memiliki jenis yang bervariasi, baik bersifat fiksi maupun non fiksi. Fiksi antara lain novel, cerpen, essei, dan cerita rakyat, sedangkan non fiksi meliputi puisi, drama dan lagu. Menurut Aminuddin 2000 :66 fiksi adalah kisahan atau Universitas Sumatera Utara cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita. Sesuai dengan perkembangan karya sastra, karya fiksi sudah lama dikenal dan berkembang dikehidupan masyarakat khususnya novel. Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif; biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis. Novel itu sendiri menurut “The American College Dictonary dalam Tarigan, 1984:164 menyatakan bahwa novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dengan panjang tertentu yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. Hal inilah yang menegaskan kembali bahwa novel mengangkat berbagai fenomena yang terjadi dimasyarakat, sehingga dapat mempengaruhi jiwa para pembaca dan dapat menyelami makna yang terkandung seolah-olah berada dalam situasi yang digambarkan oleh novelis. Novel juga merupakan suatu karya sastra yang dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, melibatkan permasalahan yang lebih kompleks. Semua karya sastra termasuk novel merupakan sesuatu totalitas yang memiliki nilai seni. Totalitas itu dibangun oleh unsur-unsur pembangun yaitu dari unsur instrinstik dan ekstrinsik Nisa:2009. Dengan demikian, novel yang merupakan salah satu genre sastra sangat menarik untuk dijadikan objek linguistik maupun sosial budaya. Salah satu novel yang menarik untuk dibahas adalah kazegatana karya Ichirou Yukiyama yang menggambarkan suasana Jepang pada zaman feodal yang dibalut oleh kekuatan karakter masyarakat jepang zaman dahulu, yaitu mengedepankan harga diri dan pengabdian yang mengandung banyak nilai-nilai budaya Jepang. Adapun nilai-nilai budaya yang akan diteliti dari dalam novel Samurai Kazegatana karya ‘Ichirou Yukiyama’, yaitu konsep moral budaya On dan Giri yaitu. On Universitas Sumatera Utara adalah memikul beban tanggung jawab secara social dan psikis terhadap penerimaan kebaikan dari orang lain, baik sederajat ataupun tidak dan hal itu menimbulkan kewajiban untuk membayar setiap kebajikan yang didapatkan secara timbal balik. Konsep moral On dilandasi oleh bagaimana hubungan antar individu dengan satuan sosial yang lebih tinggi ketika bangsa Jepang belum dipengaruhi oleh modernisasi, mereka senantiasa diliputi rasa berhutang kepada orang tua, para penguasa, masyarakat dan negara Sayidimin, 1982:42. Dengan kata lain On adalah nilai-nilai penting yang harus dipertahankan di dalam kehidupan masyarakat Jepang yang berkaitan dengan adanya jaringan hubungan kewajiban yang saling timbal balik. Dengan adanya perasaan berhutang budi, maka orang Jepang merasa berkewajiban untuk membalas budi kepada semua orang yang telah memberikan kebajikan terhadap penerima kebajikan antara lain orang tua, para penguasa, masyarakat dan Negara. Rasa kewajiban itu disebut Gimu. Gimu adalah konsep pembalasan kebaikan setulus hati dan pembayaran kembali yang semaksimal mungkin pun dari kewajiban membalas budi dianggap belum cukup, dan tidak ada batas waktu pembayarannya Benedict, 1982:125. Gimu juga dikatakan pembalasan kebaikan setulus hati Situmorang,1995:66. Yaitu bahwa kebaikan yang telah diterima tersebut harus dibalas tanpa memikirkan untung rugi. Di dalam masyarakat bushi hal ini diartikan mulai dari rasa terima kasih sampai melakukan tugas balas dendam tuan dan melakukan Junshi mengikuti kematian tuan. Selain itu masyarakat Jepang selalu merasa berkewajiban untuk membalas sikap atau kebaikan yang telah diterima dari orang lain yang setimpal yang disebut Giri. Giri adalah hutang yang harus dibayar atau dilunasi dengan perhitungan yang pasti atas suatu kebajikan yang telah diterima seseorang dan kebajikan tersebut harus dibayar dalam batas waktu tertentu Mattulada,1997:284. Pada masa modern ini konsep Giri diwujudkan atau dapat dilihat dengan giatnya orang-orang Jepang memberikan hadiah dan tanda mata. Namun, dikenal istilah “Giri Choco” Universitas Sumatera Utara yaitu istilah pada anak muda yaitu seorang gadis memberikan coklat kepada ayah, kakak pria, rekan kerja pria, ataupun teman-teman pria lainnya di hari valentine. Coklat ini tidak melambangkan cinta hanya merupakan ungkapan rasa sayang dan perhatian. “Giri Choco” berupa coklat biasa yang harganya relatif murah dan tidak terlalu istimewa. Dengan ini bukan hal yang aneh jika ada seorang pria di Jepang yang mendapatkan banyak coklat dari teman- teman wanitanya di hari Valentine. Dan istilah kedua “Honmei Choco” yaitu seorang gadis memberikan coklat kepada pria idamannya atau kekasihnya. Coklat ini melambangkan cinta dan sangat istimewa biasanya harganya relatif mahal.”. Konsep On dan Giri yang terdapat dalam novel Samurai Kazegatana dengan setebal 352 halaman ini, ada dua hal yang sangat menarik untuk dibahas antara lain, pertama adalah cara pengarang Ichirou yukiyama mengemas cerita dengan latar belakang Jepang pada zaman feodal. Plot-plot yang dihadirkan seakan membuat penulis merasa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Tapi, kemudian terkejut karena prediksi pembaca ternyata salah. Alur cerita meski sederhana tetapi menarik karena sedikit sulit untuk ditebak. Hal kedua yang membuat novel ini begitu menarik adalah penggambaran suasana Jepang di zaman feodal. Jepang digambarkan sebagai sebuah wilayah yang tidak kondusif terhadap dunia perdagangan dengan adanya kelompok perampok Chigatana dan pembunuhan terhadap pengawal-pengawal pengiriman barang dagangan serta pembunuhan terhadap pasukan yang diutus untuk menumpas Chigatana dan bagaimana seorang pengawal pengiriman barang melaksanakan semua perintah Tuannya. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti tentang “ANALISIS PERILAKU ON DAN GIRI DALAM NOVEL “SAMURAI KAZEGATANA” KARYA ICHIROU YUKIYAMA”. Namun bukan berarti novel ini tidak memiliki kelemahan. Namun kelemahan yang ditemukan tidak begitu besar terhadap penelitian yang dilakukan. Kelemahan tersebut ialah ketiadaan profil dan riwayat penulis novel ini. Universitas Sumatera Utara Dengan alasan diatas, dalam penulisan skripsi ini penulis tertarik untuk menganalisis Budaya balas budi di Jepang, dengan istilah On dan Giri balas budi yang tercermin dari karya sastra Jepang menggambarkan balas budi antara satu sama lain. Konsep On dan Giri konsep balas budi yang tercermin dari novel Samurai Kazegatana karya Ichirou Yukiyama tersebut. Dalam menganalisis novel tersebut akan menggunakan pendekatan semiotik karena pada dasarnya semiotik adalah mempelajari lambang-lambang atau tanda. Sedang sastra adalah merupakan sebuah lambang Luxemburg, 1984:44. Lambang dalam sebuah karya sastra adalah lambang bahasa mencerminkan sebuah nilai budaya dan moral. Sehingga kata- kata atau tanda di dalam novel Samurai Kazegatana disimbolkan sebagai tanda yang akan diinterprestasikan sebagai wujud refleksi dari adanya perilaku On dan Giri pada setiap perilaku tokoh cerita. 1.2. Perumusan Masalah Sesuai dengan judul proposal yaitu, “Analisis Perilaku On dan Giri dalam Samurai Kazegatana Karya Ichirou Yukiyama”, maka proposal ini akan membahas mengenai penggambaran perilaku tokoh melalui tanda atau simbol tokoh berdasarkan teks-teks yang terdapat dalam novel. Tokoh utama dalam novel Samurai Kazegatana adalah seorang pengawal keluarga pedagang yang berjiwa samurai bernama Hanmaru. Hanmaru melakukan pengawalan terhadap barang dagangan tuannya sebagai rasa balas budi karena telah menerima kebaikan dan pertolongan dari tuannya. Hal tersebut menimbulkan adanya rasa berhutang budi dan merasa berkewajiban untuk membalas apa yang telah diterima dari orang yang telah memberi dan menolong. Membalas dengan cara melaksanakan apa saja yang diperintahkan sekalipun memberikan atau mengorbankan jiwa dan raga. Kesetiaan merupakan bentuk wujud dari Konsep On dan Giri. Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu dalam penulisan skripsi ini penulis mencoba menggambarkan perilaku On dan Giri tersebut melalui novel Samurai Kazegatana karya Ichirou Yukiyama. Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba menjawab masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep On dan Giri dalam pemikiran dan moral masyarakat Jepang? 2. Bagaimana pencerminan On dan Giri didalam novel Kazegatana tersebut melalui interaksi para tokoh cerita?

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan