Komponen Motivasi Berprestasi Motivasi berprestasi
Adapun Faktor lain yang turut mempengaruhi motivasi berprestasi, yang dikemukakan oleh Haditono dikutip Caroline, 2000 dalam Susilowati, 2006 ;
antara lain, adalah: a. Cara ibu mengasuh anak
Apabila seorang anak dibiarkan untuk melakukan apa yang dapat dilakukan, dilarang atau diperingatkan, maka anak akan tumbuh dengan
rasa aman dan mempunyai rasa percaya diri yang kuat, dalam hal ini ibu dan anak akan mengembangkan sikap saling menghargai dan memiliki.
b. Hubungan orang tua dan anak Meluangkan waktu bersama merupakan syarat utama untuk menciptakan
komunikasi antar orang tua dan anak. Sebab dengan adanya waktu bersama, keintiman dan keakraban dapat diciptakan diantara anggota
keluarga. Orang tua yang selalu memberikan penghargaan terhadap prestasi anaknya akan senantiasa mempengaruhi perkembangan motivasi
berprestasi anak. Orang tua disekolah adalah guru itu sendiri. Karena itu hubungan antara orang tua dengan anak sangat mempengaruhi adanya
motivasi berprestasi dalam diri anak. c. Urutan kelahiran
Urutan kelahiran yang berbeda didalam keluarga akan menimbulkan perbedaan perlakuan terhadap anak, sehingga mempengaruhi pola
perkembangan kepribadiannya.
d. Jenis kelamin Secara biologis, lelaki dan perempuan memiliki organ dan hormon
kelamin yang berbeda, juga perbedaan dalam besar dan tinggi tubuh. Supaya tidak terlanjur meluas, termasuk nilai, keyakinan budaya streotip
dan penghargaan menjelma menjadi tindakan yang mengiring ke arah perbedaan jenis kelamin dalam sejumlah ciri-ciri psikologis kemampuan,
agresi dan sebagainya. Dari analisis yang di periksa pada perbedaan orientasi dan motivasi
berprestasi di beberapa studi Greene DeBacker, 2004 dalam Gina L. Clark 2010. Mereka menyimpulkan bahwa perempuan biasanya mengejar
tujuan akhir yang lebih besar dibandingkan dengan pria. Para peneliti percaya bahwa ini adalah mungkin karena budaya barat modern
perempuan dalam angkatan kerja dan mengejar lebih banyak pekerjaan yang pernah diselenggarakan secara eksklusif oleh laki-laki. Para peneliti
menyarankan bahwa siswa perempuan lebih dipengaruhi oleh rasa takut kegagalan dari laki-laki. Pria dan wanita ditemukan memiliki kompetensi
yang berhubungan dengan kepercayaan yang berbeda selama masa kanak- kanak dan remaja seperti dikutip dalam Wigfield Eccles, 2002. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa anak laki-laki memiliki keyakinan kompetensi tinggi dalam kegiatan olahraga dan matematika dibandingkan
dengan anak perempuan. Namun, perempuan lebih memiliki keyakinan kompetensi yang lebih tinggi dalam membaca, bahasa Inggris, dan
kegiatan sosial dibandingkan dengan anak laki-laki.