TERORIS, MEDIA dan PEMERINTAH Perspektif, Kecenderungan dan Pilihan untuk Menentukan Kebijakan

26

2.5 TERORIS, MEDIA dan PEMERINTAH Perspektif, Kecenderungan dan Pilihan untuk Menentukan Kebijakan

Teroris, pemerintah dan media melihat fungsi, peranan dan tanggung jawab media ketika menangani masalah teroris dari perspektif yang berbeda. Media dikenal sebagai kekuatan kontroversi antara teroris dan pemerintah. Media mempengaruhi pendapat umum yang berdampak pada tindakan pemerintah dan kelompok teroris. Dari perspektif teroris, liputan media adalah suatu ukuran suksesnya tindakan atau kampanye teroris. Pemerintah dapat menggunakan media dalam usaha membangun pendapat dunia melawan negara atau kelompok yang menggunakan taktik teroris. Margaret Thatcher mengiaskan bahwa publikasi seperti oksigen terorisme dengan point bahwa persepsi publik adalah suatu target utama teroris dan media adalah pusat pembentukan dan pergerakannya. Apa yang Diinginkan Teroris Dari Media 1. Teroris membutuhkan publikasi, umumnya publikasi dibayar namun jika ada aksi teroris publikasi “lari mendekat” tanpa dibayar. Beberapa publikasi yang meliputi aksi teroris harus bersiaga pada dunia jika ada suatu masalah tidak dapat dijauhkan bahkan harus didekati. Dari perspektif teroris, wawancara yang tidak diedit pada tokoh utama seperti ‘hadiah yang berharga’. Contohnya pada bulan Mei tahun 1997, CNN mewawancarai tokoh Arab Saudi, perekrut teroris dan pemberi modal Usama bin Laden. Untuk jaringan berita, akses kepada teroris menjadi hangat dibicarakan.

2. Teroris mencari suatu pemahaman yang baik tentang kasus teroris yang

bukan mereka lakukan. Universitas Sumatera Utara 27 Seseorang mungkin tidak setuju dengan tindakan mereka tetapi hal itu tidak menghalangi rasa simpati pada keadaan dan kasusnya sendiri. Teroris percaya publik ’memerlukan bantuan’ dalam memahami tindakan teroris secara adil dan kejahatan teroris melawan kekuatan negara super. Hubungan yang baik dengan pers sangat penting dan harus ditanam dan dipelihara selamanya.

3. Organisasi teroris mencari atau menempatkan simpati seseorang dalam

posisi pers, khususnya dalam pengiriman berita dan di beberapa instansi mencari dan membiayai organisasi berita yang lebih kecil.

4. Hak kekuasaankeabsahan. Kasus teroris menyebabkan pers memberi

keabsahan untuk melihat apa yang tergambar sebagai ideologi atau permusuhan pribadidivisi antara kelompok bersenjata dengan sayap politik. Dalam taktik militer peperangan adalah merupakan lanjutan politik. Dalam taktik teroris politik adalah lanjutan terror.

5. Teroris juga ingin pers meliput dan memberi keabsahan untuk

menemukan sudut pandang yang dimiliki NGO Non Govermen Organitation dan pusat belajar yang tersedia sebagai pelindung keuangan, perekrutan dan perjalanan teroris pada negara targetannya. Contohnya: The Palestian Islamic Jihad Funded yang mengawasi dunia dan perusahaan studi Islam. Selain itu The Hamas Funded Islamic Assosiation for Palestine .Emerson: 5; 1996

6. Dalam situasi penyanderaan, teroris butuh identitas yang lebih lengkap,

nomor dan nilai sandera dan pengetahuan masyarakat tentang operasi mereka. Terutama pada negara sponsor dilibatkan mereka ingin tahu tentang rencana pembalasan militer yang lebih lengkap. Universitas Sumatera Utara 28

7. Organisasi teroris mencari media yang mengekspos kerugian pada musuh

mereka. Khususnya pada pelaku dan motifnya yang belum jelas. Mereka ingin media itu memperkuat kepanikan, menyebar ketakutan dan menunjukkan kerugian ekonomi agar investor asing pergi. Membuat masyarakat kehilangan kepercayaan pada pemerintah sebagai pelindung masyarakat dan untuk melawan pemerintah karena ancaman teroris. Apa yang Diinginkan Pemerintah Dari Media Pemerintah mencari pemahaman, kerja sama, pengekangan, dan kesetiaan dari media berusaha untuk membatasi tindakan teroris yang merugikan masyarakat dan berusaha untuk menghukum orang yang berada di balik terorisme. Meliputi:

1. Pemerintah ingin media membantu pemerintah bukan para teroris.

Pemerintah ingin media membantunya dengan menyajikan berbagai informasi ketika diminta meliputi pemahaman kebijakan atau sedikitnya presentasi harus seimbang.

2. Tujuan terpenting adalah untuk memisahkan teroris dari media.

Media sangat berperan dalam mengekspos tindakan teroris. Contohnya: New York Times dan Washington Post

3. Tujuan lainnya adalah untuk menghadirkan teroris tampil di media

sebagai penjahat dan menghindari kebesaran teroris. Untuk menggambarkan sudut pandang bahwa tindakan teroris adalah seperti seorang penjahat yang melakukan penculikan orang terkemuka, peledakan bangunan, atau pembajakan pesawat

4. Dalam situasi penyanderaan, pemerintah lebih menyukai menutupi

kasus-kasus penyanderaan dari media.

5. Pemerintah mencari publikasi untuk membantu menghilangkan

ketegangan suasana. Menenangkan masyarakat adalah suatu kebijakan penting. Universitas Sumatera Utara 29

6. Pada umumnya, keuntungan media televisi, menghindari tayangan

seorang ibu yang menangis atau emosi melihat keluarga yang menjadi korban seperti hal masyarakat yang berada di bawah tekanan pemerintah.

7. Selama peristiwa teror, pemerintah ingin mengendalikan akses teroris

keluar, untuk membatasi informasi seputar penyanderaan. Pemerintah benar-benar menginginkan media untuk mengungkapkan rencana teroris atau melakukan tindakan anti teroris dengan data yang membantu.

8. Setelah peristiwa itu, pemerintah menginginkan media untuk

mengungkap rahasia, teknik-teknik bagaimana operasi itu sukses, dan mempublikasikan kesuksesannya melawan teroris dengan teknologi yang canggih, metode operasional yang sedemikian rupa sehingga tidak ada yang bisa menandinginya. Contohnya: berita yang lengkap tentang penghentikan Pakistan dan kembali ke CIA AS yang menembak orang yang dicurigai Mir Amal Kansi, telah menarik perhatian kebijakan asing, pelaksanaan hukum dan kaum intelektual untuk bekerja sama dengan AS di masa mendatang. Kansi telah ditangkap pada 17 Juni 1997 dengan bantuan orang Pakistan yang otoriter dan menyumbangkannya pada AS. Juru bicara Deparrtemen Luar Negeri AS mengatakan pada wartawan “rahasia sukses kami bahwa kami disiplin, tekun dan mungkin kami akan melakukannya pada teroris lain” selain itu “ pemeliharaan operasianal dan pemeliharaan hubungan sangat penting untuk keefektifan kami”. Beberapa hari kemudian, setelah berita yang lengkap tersebut, memuji kerja sama CIA, rencana FBI dan bagaimana FBI menangkap teroris, beberapa surat kabar terkemuka di Pakistan menuntut editorial dimana pemerintah mereka menjelaskan mengapa hukum Pakistan telah dilepaskan dengan mengijinkan menghukum mati orang yang bertanah Universitas Sumatera Utara 30 air di Pakistan itu. Spiriting Off of Fugitive by US Irks Pakistanis, John Burns, New York Times, 23 Juni 1997

9. Pemerintah ingin agar media berhati-hati agar tidak kehilangan informasi

dari teroris, simpatisan atau orang yang meliput dan menayangkan siaran menyangkut terorisme.

10. Pemerintah ingin agar media menaikkan nilai para agen pemerintah. Para

agen harus berhati-hati jangan sampai memberikan kebocoran. Media juga harus melukiskannya dengan kesan yang baik dan menghindari kritik tentangnya.

11. Pemerintah ingin agar wartawan menginformasikan mereka ketika

ditayangkan selalu dengan kesan bahwa tindakan teroris sedang dijalankan atau menyangkut keterlibatan seseorang dengan aktivitas teroris.

12. Dalam kasus yang ekstrim, dimana keadaan keamanan nasional sedang

dipertaruhkan dan harapan untuk sukses sangat jauh maka pemerintah boleh bekerja sama dengan media mengumbar kebohongan seperti pemeritah berperan untuk menetralkan ancaman teroris. Kerja sama dengan media kerap kali terjadi dimana media bias menahan bukti-bukti suatu peristiwa kejahatan atau membantu pemerintah menyebar informasi yang salah. Apa yang Diinginkan Media Ketika Meliput Tentang Teroris Wartawan pada umumnya menginginkan kebebasan dalam meliput suatu peristiwa tanpa pengekangan dari luar walaupun berasal dari pemilik media, pengiklan, editor dan dari pemerintah. Universitas Sumatera Utara 31

1. Media ingin menjadi pencerita yang pertama. Karena sebuah berita usang

tidak akan laku. Tekanan untuk memancarkan berita pada waktu yang tepat, cepat dengan persaingan teknologi komunikasi yang semakin lama semakin canggih.

2. Media ingin membuat cerita sesuai dengan yang asli tanpa rekayasa,

dramatis sering melakukan wawancara jika memungkinkan. Sepanjang bulan Juni 1985, ABC Air nomor 847 dibajak, wawancara semakin meluas antara pembajak dengan sandera. sebuah foto bahkan menggambarkan sebuah pistol mengarah ke kepala pilot. Pada tanggal 13 Juni 1985, dua hizballah bergabung dengan perampok bersenjata api Shi’a membajak penerbangan TWA dengan nomor 847 dengan rute dari Atena ke Roma dan membunuh seorang penyelam angkatan laut AS, Robert Stethem setelah pesawat meninggalkan Algeria dan didaratkan di Beirut untuk waktu yang kedua. Pembajak mengakhiri negosiasi dengan palang merah dan memaksa pilot untuk terbang dari Beirut setelah suatu layanan kawat melaporkan bahwa Delta Force terbang menuju Algeria. Semua penumpang kecuali tiga orang awak kapal telah diambil dari pesawat, disandera oleh Amal dan Hizballah sampai akhirnya dilepaskan. Liputan ABC mengatakan bahwa hal tersebut mandapat kritikan tajam dari Departemen Amerika Serikat. Juru bicara pentagon, Michael Burch pada 19 Juni menuduh media pemberitaan AS menyediakan informasi militer AS dan gerak diplomasi yang mungkin berguna bagi pembajak. “Untuk Koran seharga 25 sen atau televisi 19 inci, kelompok pembajak yang ada di balik kejadian ini memiliki jaringan intelegensi yang rinci. Wakil media memusatkan hasil liputan harus melindungi bukan membahayakan hidup sandera. Pembajak tidak mendapat manfaat apapun jika membunuh sandera seperti meletakkan sebuah telur emas. Universitas Sumatera Utara 32 3. Kebanyakan anggota media ingin menjadi profesional dan akurat serta tidak memberi informasi yang salah. Hal ini tidak mudah dilakukan, terutama ketika usaha untuk menyesatkan mereka dikerjakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

4. Media ingin melindungi kemampuannya untuk beroperasi dengan

aman dan bebas dari masyarakat. Di beberapa instansi undang-undang, hak-hak untuk menerbitkan tidak dikendalikan termasuk keamanan fisik. Mereka ingin perlindungan dari ancaman, godaan, atau sergapan kejam selama beroperasi, dan perlindungan dari pembunuhan oleh teroris yang membalas dendam belakangan ini sering terjadi di Amerika Serikat.

5. Media ingin melindungi hak masyarakat untuk mengetahui dan

menerangkan dengan bebas ketika meliput reaksi korban kekerasan, anggota keluarga, para saksi, dan orang-orang jalanan di depan hukum.

6. Anggota media sering tidak memiliki objek untuk memainkan peran

bersifat membangun dalam memecahkan situasi teroris. Jika hal ini dilakukan maka akan mengurangi biaya yang berlebihan. Kecendrungan Baru yang Berdampak pada Terorisme dan Media Suatu rangkaian tindakan teroris terbaru menandai kemunculan kecendrungan yang berdampak pada hubungan antara media, terorisme dan pemerintah, meliputi:

1. Teroris Tanpa Nama.

Hari ini kita melihat kejadian teror yang dilakukan oleh teroris dimana tak seorang pun bertanggung jawab dan mengakuinya. Salah satu contohnya adalah pengeboman WTC. Hal ini membuat media berperan aktif dalam memberitahukan tuntutan atau permintaan teroris. Liputan tidak bisa diacuhkan terutama jika meliputi spekulasi tak terkendali, Universitas Sumatera Utara 33 ancaman palsu, media dapat membantu agenda teroris seperti membuat panik, melukai turis asing, mengguncang pemerintah agar wibawanya jatuh di mata masyarakat.

2. Teroris Semakin Kejam

Dalam konteks teknologi dan informasi suatu kecenderungan membuat teroris semakin kejam dan hal ini tidak bisa diabaikan. Departemen negara bagian Pola Terorisme Global tahun 1996 mencatat bahwa terorisme di seluruh dunia semakin kejam dalam 10 tahun terakhir. Jumlah kematian meningkat, kecendrungan serangan ke arah yang lebih kejam pada warga negara dan pengeboman yang lebih kuat. Ancaman dari teroris yang menggunakan senjata pemusnah massal menjadi isu yang terus didengungkan. US Departemen of State, patterns of Global Terorism:1996, April 1997.

3. Menyerang Personil Media atau Institusi.

Penyerangan pada wartawan secara terang-terangan atas isu teroris saat ini mengalami peningkatan. Serangan terbaru terjadi di Algeria, Mexico, Rusia, Kenya, London, dan juga Washington DC di gedung Berita Nasional dan PBB di New York. Satu grup watchdo g menggolongkan 45 wartawan telah dibunuh pada tahun 1995 sebagai konsekuensi atas pekerjaan mereka. Menurut Panitia Perlindungan Wartawan Commite to Protect Journalis di New York lebih dari 300 wartawan telah terbunuh sejak tahun 1986 sebagai konsekuensi atas pekerjaannya dan tahun 1995 ada 45 orang bunuh diri. http:www.CPJ.ORG

4. Beberapa Pilihan Untuk Pertimbangan

Sejumlah pilihan untuk pertimbangan untuk meningkatkan interaksi pemerintah dan media ketika menghadapi kasus teroris meliput i: 1 Pembiayaan Kerja Sama Pelatihan Pemerintah dan Media Universitas Sumatera Utara 34 Hubungan masyarakat yang efektif pada umumnya mendahului suatu cerita. Negara dapat keuntungan dengan menggunakan strategi affair public untuk menyerang teroris dengan inisiatif sendiri. Media dapat memainkan peran pentingnya dengan kerangka berfikir seperti strategi pelatihan sangat penting. Pelatihan seperti yang dilakukan universitas George Washington dan Institut Teknologi di Holon, Israel dengan mengundang pejabat dan wakil dari media untuk meniru tanggapan pemerintah dan peliputan media yang mengejek teroris. 2 Pendirian Pusat Penanggapan Informasi Teroris Milik Pemerintah. Satu pilihan, Kongres mungkin mempertimbangkan pendirian pusat penanggapan teroris milik pemerintah. Pusat ini dengan persetujuan media bertugas menghubungkan laporan aksi teroris dengan cepat melalui jaringan senior, kawat service, cetakan dari wakil media. Jaringan peliputan peristiwa akan dikordinasikan dengan dengan jaringan pusat. Jaringan pusat dipimpin oleh pemerintah kordinator informasi teroris yang bisa mencari dengan segera informasi dari kelompok teroris tertentu. Kerap kali terjadi, ketika peristiwa terjadi di AS terdapat kekosongan berita tentang peristiwa tersebut. Pada saat itu agen pemerintah setuju mencari apa yang sedang terjadi, bagaimana kejadiannya, prakarsa informasi pemerintah hilang. 3 Mempromosikan Penggunaan Media Penyatu Pilihan lainnya adalah peliputan peristiwa sandera, dimana semua setuju dalam berita untuk melepaskan pada waktu yang sama. Suatu model perlu dibentuk. Bagaimana pun media penyatu tidak dijamin aman. 4 Mempromosikan PetunjukKode Pers Sukarela Pilihan lainnya adalah penetapan oleh media suatu kode petunjuk atau perilaku sukarela dimana para editor dan wartawan bisa mengakses pemimpin. Telah ada usaha oleh Universitas Sumatera Utara 35 anggota media untuk memaksakan aturan meliput peristiwa teroris. Standarisasi yang dibentuk Chicago Sun-Times dan Daily News meliputi penafsiran tuntutan teroris untuk mencegah propaganda tak terkendal, mengutuk keikutsertaan wartawan bernegosiasi dengan teroris, mengkordinir liputan sampai mengawasi editor yang berhubungan dengan pemerintah, selalu bijaksana, menyuguhkan fakta, membiarkan editor senior menentukan apa, jika ada informasi yang harus ditahan atau disimpan Terrorism, The Future and US foreign Policy, Raphael F. Perl, CRS Issue Brief 95112. Area untuk diskusi digambar dari praktek beberapa anggota media penting, meliputi: • Batasi informasi pada sandera yang bisa merugikan korban seperti nomor, jumlah, kebangsaan, posisi jabatan, kekayan mereka atau keluarga penting yang dimilikinya. • Batasi informasi pada militer, polisi, pergerakan selama operasi pertolongan. • Batasi atau persetujuan tidak di udara, wawancara dengan teroris jangan diedit. • Periksa sumber informasi dengan hati-hati ketika tekanan meninggi untuk melaporkan informasi yang tidak akurat seperti membatasi spekulasi tak berdasar. • Menetapkan informasi bahwa yang menyebabkan kepanikan tersebar luas atau memperkuat suara membantu teroris dengan guncangan emosi yang cukup untuk menekan pembuat keputusan. Sekalipun petunjuk khusus tidaklah diadopsi, puncak seperti itu akan meningkatkan pemahaman, kebijakan masyarakat dan kelompok kebijakan pers dari institusi masing- masing Perl: 1-32; 1997. Universitas Sumatera Utara 36

2.6 Netralitas Wartawan Peliput Perang