1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Irak terletak di sebelah Barat Daya Asia. Dahulu Irak dikenal dengan sebutan Mesopotamia kuno yang artinya daerah yang terletak antara dua sungai. Kawasan Irak
menyimpan pelbagai masa gemilang dan sampai sekarang terus disenandungkan oleh para budayawan, seniman, dan ilmuan; mulai dari peradaban kuno Mesopotamia,
Babilonia dengan taman gantungnya, dan Bagdad sebagai kota seribu satu malam Harun ar-Rasyid. Irak berpotensi menjadi sebuah negara terkaya di dunia, karena cadangan
minyak bumi nomor dua terbesar di dunia dan gas alamnya yang melimpah Al- Mudarris: 13; 2004
Pada tahun 2003 transformasi politik yang terbesar di Amerika ialah invasi AS ke Irak dan aksi pendudukan yang dilakukannya atas negara itu. Setelah berbulan-bulan
melakukan perang propaganda yang luas terhadap Saddam, akhirnya pada tanggal 20 Maret 2003, AS menyerang Irak. Dalam kurun waktu 21 hari, pasukan AS berhasil
menaklukkan Baghdad. Serangan AS dan Inggris ke Irak tidak mendapatkan restu dari Dewan Keamanan PBB, meski Washington dan London telah melakukan berbagai
tekanan terhadap lembaga tersebut.
AS di bawah kepemimpinan George W. Bush telah menumbangkan rezim Irak dan menduduki sebuah negara anggota PBB. Aksi sepihak AS tersebut, merupakan
tantangan terbesar yang dihadapi PBB untuk mempertahankan piagam organisasi dunia ini. Paruh kedua tahun 2003 merupakan ajang perang seru yang dihadapi pasukan
Universitas Sumatera Utara
2 Amerika di Irak. Dalam tempo ini lebih dari 400 tentara Amerika dan Inggris tewas di
negeri 1001 malam itu. Penangkapan Saddam pada penghujung tahun 2003, tidak berhasil meredam aksi gerilya terhadap pasukan pendudukan di Irak.
Akibat kinerja Gedung Putih dan Pentagon dalam masalah Irak, popularitas George W. Bush yang setelah peristiwa 11 september 2001 pernah menembus level 85
persen, turun secara drastis sampai di bawah level 50 persen, apalagi setelah terungkapnya fakta bahwa Irak tidak memiliki senjata pemusnah massal. Padahal Bush
dan para penasihatnya menjadikan isu senjata pemusnah massal di Irak sebagai alasan utama perang. Meningkatnya angka kematian tentara Amerika dan bertambahnya biaya
perang merupakan satu lagi penyebab menurunnya popularitas Bush di penghujung tahun 2003. www.voaindonesia.com
Pemerintah Amerika Serikat AS tak pernah segembira ini saat mendengar kabar eksekusi mati manusia. Begitu Saddam meninggal tercekik di tiang gantungan,
lalu dimakamkan di Ouja desa kelahirannya, Washington langsung melontarkan pujian, menyebut peristiwa itu sebagai tonggak bagi pemulihan Irak.
Tonggak pemulihan? Kematian ”jagal dari Tikrit” dan rencana Presiden AS, George W Bush, untuk meningkatkan jumlah tentaranya di Irak justru akan
meningkatkan suhu kekerasan di negeri itu. Apalagi, kematian Saddam begitu provokatif: Digantung pada saat Muslim di Irak merayakan Idul Adha.
Sidang-sidang Saddam saja sudah terbukti membuat Irak kian membara. Kepastian hukuman mati untuknya pun memperburuk situasi. Jumlah korban sipil pada
empat bulan terakhir mencapai separuh dari jumlah total korban pada 2006. Korban
Universitas Sumatera Utara
3 sampai pada Desember 2006 mencapai 1.930 orang, atau tiga setengah kali lipat jumlah
korban pada Januari 2006.
Rencana Bush untuk meningkatkan kekuatan militernya di Irak tak memicu harapan baru apapun. Agresi sejak Maret 2003 di Irak membuktikan kekuatan pasukan
tak ada artinya. Hasil penelitian Lancet di negeri itu menunjukkan korban agresi, hingga Juli 2006, mencapai 655 ribu orang. Pasukan AS dan sekutunya pun tak berdaya apa-
apa. Justru 3.000 orang serdadu AS turut tewas di Irak.
Pasukan AS dan sekutunya–yang tak pernah mendapat mandat sah dari manapun–telah kalah di Irak. Eropa cenderung berubah sikap. Sebagian negara lain
pengirim pasukan malah sudah menarik diri. Tinggal pemerintah AS yang masih menunjukkan ego tak mau menerima kekalahan. Republika: 3 Januari 2007
Dunia seperti terluka, murung, kecewa, terguncang, gusar, dan tercekam atas hukuman gantung terhadap mantan Presiden Irak Saddam Hussein. Semasa berkuasa,
Saddam memang dikenal kejam, dan karena itu banyak dikecam. Namun, dunia tidak bisa menerima pula kalau tokoh berusia 69 tahun itu akhirnya dihukum secara keji dan
mengerikan.
Momentum pelaksanaan hukuman mati itu sendiri tidak tepat, mengundang kecaman karena dilakukan di tengah perayaan Idul Adha hari Sabtu 31 Desember.
Kekhusyukan, sukacita, dan makna pengampunan atas perayaan itu ternoda. Golongan Sunni Irak, yang menjadi basis sosial Saddam, benar-benar terpukul dan terhina.
Saddam yang gagah perkasa selama berkuasa tahun 1979-2003 tiba-tiba tidak berdaya, dihuku m di tiang gantung atas tuduhan melakukan kejahatan kemanusiaan,
Universitas Sumatera Utara
4 antara lain memerintahkan pembantaian 148 warga Syiah tahun 1982. Tokoh yang
mengimpikan kembalinya kejayaan dan keagungan Babilonia itu juga dituduh bertindak represif, yang menewaskan ribuan warga Kurdi dan oposisi.
Sekalipun hukuman mati bagi Saddam sudah diramalkan, reaksi orang tetap saja terkejut dan terguncang. Bagaimanapun Saddam pernah menjadi pemimpin bangsa Irak.
Terlepas dari segala kesalahannya, hukuman atas Saddam terasa tragis karena Amerika Serikat dianggap berada di balik proses pengadilan penuh kontroversial atas mantan
penguasa Irak itu.
Sejak awal invasi AS Maret 2003, Saddam memang dijadikan sasaran utama. Invasi AS tidak hanya menjatuhkan Saddam dan membuat Irak porak poranda, tetapi
juga mendorong negeri itu ke dalam bahaya perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni.
Kejatuhan Saddam maupun ancaman perang saudara Irak terasa semakin tragis karena alasan AS untuk menyerang negeri itu terbukti tidak benar Mahmud: 60; 2007.
Pemerintahan Presiden AS George Walker Bush menyatakan, Saddam terbukti tidak terkait dengan serangan fantastis teroris 11 September 2001 di AS. Juga tidak terbukti
Irak memiliki program senjata nuklir tetapi ia malah dihukum mati. Padahal, hukuman mati bertentangan dengan prinsip Hak Azasi Manusia. Bukankah Amerika Serikat
menganggap dirinya selain kampiun demokrasi juga kampiun HAM? Kompas, 3 Januari 2007
Eksekusi hukuman gantung yang diterima Saddam tidak terlalu digembar- gemborkan dalam pemberitaan media. Media bukanlah sekadar saluran yang bebas, ia
Universitas Sumatera Utara
5 juga subjek yang mengkonstruksikan realitas. Lengkap dengan pandangan, bias, dan
pemihakannya. Seperti dikatakan Tonny Bennet, media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefenisikan realitas sesuai dengan kepentingannya.Titik
penting dalam memahami media menurut paradigma kritis adalah bagaimana media melakukan politik pemaknaan. Makna, tidaklah secara sederhana dapat dianggap,
reproduksi dalam bahasa, tetapi sebuah pertentangan sosial social struggle, perjuangan dalam memenangkan wacana. Oleh karena itu, pemaknaan yang berbeda merupakan
arena pertarungan dimana memasukkan bahasa di dalamnya. Eriyanto, 2001: 36. Adalah ideologi wartawan, kondisi serta konteks politik, sosial, dan ekonomi sangat
mempengaruhi ketika dilakukan penafsiran.
Media bukan entitas murni dalam menjalankan tugasnya, dia tidak dapat bersifat objektif karena masing-masing media. Dalam hal ini keseluruhan pihak yang ada di
dalamnya, seperti wartawan, redaksi, pemilik modal, tidak dapat terlepas dari subjektifitasnya.
Saddam Hussein Abd al-Majid al-Tikriti bahasa Arab: صدام حسين عبد المجيد
Saddām Husayn Aabdu-Al-majīd al-tikrītī ; 28 April 1937 – 30 Desember 2006 tampil sebagai Presiden Irak pada periode 16 Juli 1979 hingga 9 April 2003, ketika
tertangkap oleh pasukan koalisi saat menginvasi Irak pada tahun 2003. Dalam bahasa Arab, nama Saddam berarti orang yang keras kepala atau dia yang menantang di Irak
nama ini juga digunakan sebagai istilah untuk bemper mobil. Nama Hussein juga dibaca Husayn dan Hussain adalah nama kecil ayahnya, Abd al-Majid adalah nama
kakeknya, dan at-Tikriti berarti ia dilahirkan dan dibesarkan di atau dekat Tikrit. Ia biasa dipanggil Saddam Hussein, atau hanya Saddam untuk lebih singkatnya.
Universitas Sumatera Utara
6 Kekuasaannya berakhir setelah Irak diserang oleh suatu pasukan koalisi yang
dipimpin Amerika Serikat pada 2003. Sebagai anggota utama Partai Baath Irak, yang menganjurkan Pan-Arabisme sekular, modernisasi ekonomi, dan sosialisme Arab,
Saddam memainkan peranan penting dalam kudeta 1968 yang membuat partainya lama berkuasa di negara itu.
Sebagai presiden, Saddam menciptakan pemerintahan yang otoriter dan mempertahankan kekuasaannya melalui Perang Iran-Irak 1980–1988 dan Perang
Teluk 1991. Kedua perang itu menyebabkan penurunan drastis standar hidup dan hak asasi manusia. Pemerintahan Saddam menindas gerakan-gerakan yang dianggapnya
mengancam, khususnya gerakan yang muncul dari kelompok-kelompok etnis atau keagamaan yang memperjuangan kemerdekaan atau pemerintahan otonom. Sementara
ia dianggap sebagai pahlawan yang populer di antara banyak bangsa Arab karena berani menantang Israel dan Amerika Serikat, sebagian orang di dunia internasional tetap
memandang Saddam dengan perasaan curiga, khususnya setelah Perang Teluk 1991.
Saddam ditangkap oleh pasukan-pasukan AS pada 13 Desember 2003. Pada 5 November 2006 Hakim Ketua Rauf Rasheed Abdel Rahman menjatuhkan hukuman
mati dengan cara digantung kepadanya atas kejahatan terhadap umat manusia.
Pada 26 Desember 2006, Mahkamah Agung Irak menyatakan untuk segera melaksanakan vonis yang telah dijatuhkan. Pada 30 Desember 2006, Saddam
dieksekusi. Dua minggu kemudian, tepatnya pada 15 Januari 2007 dini hari, dua pembantunya yaitu Ketua Dewan Revolusioner Irak Awad Ahmed al-Bandar dan
Kepala Dinas Intelijen Barzan Ibrahim al-Tikrit menjalani hukuman gantung. Bahkan,
Universitas Sumatera Utara
7 Barzan yang merupakan saudara tiri Saddam dan berbadan gemuk kepalanya terlepas
dari badannya saat menjalani eksekusi itu.
Saddam disingkirkan oleh Inggris dan Amerika Serikat lewat sebuah invasi pada tahun 2003. Invasi ini dilakukan dengan alasan bahwa Saddam mengembangkan senjata
pemusnah massal, dan karenanya dianggap tergolong pihak yang melakukan serangan pada 11 September 2001 ke Gedung World Trade Center WTC New York. Ketika itu,
menara kembar WTC runtuh akibat ditabrak dua pesawat, sementara sebuah pesawat lain menerjang Departemen Pertahan Amerika Serikat Pentagon. Kemarahan Presiden
George W Bush dilampiaskan dengan menginvasi Afganistan dan Irak. Rezim Taliban di Afganistan jatuh, pun demikian dengan Saddam Hussein di Irak. Keduanya dianggap
sebagai sponsor teroris global.
Saddam yang bersembunyi di bungker bawah tanah ditangkap pasukan gabungan Amerika Serikat pada 13 Desember 2003 dan sistem pemerintahan juga
berganti. Pemerintahan interim sementara dipimpin Ibrahim al-Jaafari. Jalal Talabani dari suku Kurdi dipilih sebagai pimpinan negara dan Saddam mulai diadili pada 19
Oktober 2005. www.wikipedia.com
Setelah melakukan mogok makan pada 7 Juli 2006, ia menghadiri sidang pengadilan yang digelar pada 26 Juli 2006 di Zona Hijau, Baghdad Irak. Pada 5
November 2006, Saddam dijatuhi vonis hukuman mati dengan digantung atas keterlibatannya dalam kasus pembunuhan warga Syiah tersebut. Secara empiris, peneliti
melihat adanya bias pemberitaan yang tidak objektif, melakukan delegitimasi atau legitimasi pada objek berita, serta pemakaian kata-kata yang merugikan objek berita.
Universitas Sumatera Utara
8 Dari permasalahannya itulah, peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana
posisi serta ideologi media dalam merepresentasikan kasus eksekusi Saddam Husein lewat pemberitaannya di Surat Kabar Harian KOMPAS dan WASPADA. Dalam
penelitian ini, peneliti memilih Surat Kabar KOMPAS dan WASPADA sebagai bahan penelitian dengan pertimbangan kemapanan secara ekonomis dan jangkauan sirkulasi
surat kabar tersebut. Seperti yang telah kita ketahui, Surat Kabar Harian KOMPAS termasuk surat kabar berskala nasional sedangkan Surat Kabar Harian WASPADA
termasuk koran lokal di Medan
1.2. PERUMUSAN MASALAH