Pendekatan Hegemoni Gramsci Pemberitaan Eksekusi Saddam Husein di Irak (Analisis Wacana Tentang Pemberitaan Eksekusi Saddam Husein di Irak pada Surat Kabar Kompas dan Waspada)

45 ketetapan ideologi. Ia membagi dunia jurnalistik menjadi tiga bagian yaitu konsensus, kontroversi legitimasi, dan daerah penyimpangan pada daerah konsensus berarti jurnalis harus memberikan nilai-nilai konsensus, pada daerah kontroversi legitimasi adalah tempat obektivitas dan keseimbangan dilihat. Dalam ideologi yang perlu diperhatikan adalah: 1. Fungsi media sebagai perluasan kepada penguasa. Bagaimana nilai dan struktur organisasi media bekerja untuk mempertahankan ideologi yang dominan yang berlaku di masyarakat. Di dalam pencapaian tujuannya, media massa sering kali melakukan apa yang disebut ‘peluruhan’ nilai untuk mengikuti ideologi yang dominan yang berlaku di masyarakat. 2. Bagaimana suatu ideologi melewati batas-batas gender, sosiodemografis, dan lain sebagainya. Rangkuman Mata Kuliah Komunikasi Massa; 2005

2.10 Pendekatan Hegemoni Gramsci

Teori hegemoni Gramsci mengandung tema ganda seperti domination, coercion dominio vs intellectual and moral leadershipdirezone; kekuatan pemaksa atau penindas force vs consensus, sukarela dan tanpa sadar consent; kekerasan vs persuasi. Tema-tema ganda tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: • Kelas penguasa the ruling class atau lebih tepat suatu blok sejarah hubungan resiprok antara kepentingan sosial, politik, ideologi, dengan ekonomi, ”mengendalikan” dan memelihara kekuasaaanya terhadap kelas subbordinat dengan dua cara. Pertama, secara kekerasan fisik melalui elemen-elemen ”penekan atau penindas” yang dimilikinya seperti pengadilan militer dan Universitas Sumatera Utara 46 birokrasi. Sejarah peradaban manusia menjadi bukti nyata pengendalian dan penaklukan melalui kekerasan ini. Bahkan dapat dikatakan, kekerasan pembunuhan, penculikan, intimidasi, terror fisik, penyabotan informasi dan lain-lain dengan berbagai alasan penggunaannya merupakan metode yang secara moral tidak disukai namun paling sering dilakukan penguasa. • Akan tetapi, elemen-elemen penekankekerasan fisik saja tidak cukup dalam proses pengendalian dan penaklukan tersebut. Oleh karena itu cara lain harus digunakan yaitu yang disebut Gramsci sebagai hegemoni. Penguasa membentuk organisasi dan atau mengendalikan, menjinakkan, serta melakukan aliansi dengan berbagai kekuatan ”moral dan intelektual” yang ada sehingga berbagai kekuatan itu kemudian berfungsi sebagai aparat hegemoni politik dan budaya penguasa dalam istilah Gramsci ”the apparatus of the political and cultural hegemoni of the ruling class” atau ”deputi kelompok dominan” atau ”the administrator of hegemoni”. Pembentukan organisasi atau aliansi, pengendalian dan penjinakan berbagai kelompok, organisasi, sekolah, lembaga-lembaga keagamaan, keluarga penting mengingat intensitas dan karakteristik kelompok, organisasi itu yang selalu berhubungan dengan massa. • Kelas penguasa bersama aliansi aparat hegemonik tersebut kemudian membentuk suatu tatanan sosial, politik, ideologi, dengan menyeragamkan, mengkonstuksi defenisi situasi. Hal ini dilakukan melalui penyebaran dan internalisasi nilai-nilai, gagasan-gagasan, asumsi-asumsi melalui penggunaan simbol-simbol, metafor, dan lain-lain kepada seluruh formasi sosial budaya yang ada. Aktifitas ini bertujuan agar tatanan dan formasi sosial politik yang dibentuk tersebut diterima, dianggap sah legitimate secara konsensus, sukarela dan Universitas Sumatera Utara 47 tanpa sadar consent melewati batas-batas kelas, gender, dan faktor sosial lainnya. Hegemoni ini merasuk ke dalam tindakan dan pikiran sehingga nilai- nilai, defenisi, situasi, prilaku yang disebarkan penguasa tersebut diangggap alami natural dan ”masuk akal” common sense. Lebih lanjut menurut Gramsci, di dalam masyarakat kapitalis liberal, maka konsensus yang bersifat suka rela tanpa sadar consent itu bekerja di depan elemen-elemen ”kekerasan fisik” coersive. Tatanan sosial politik yang dibentuk, dengan demikian Gramsci menyebutnya sebagai integral state akan memiliki keseimbangan hegemonik yang didasarkan pada kombinasi kekuatan pemaksa dan konsensus Force and consent. Todd Gitlin ketika mendefinisikan teori Gramsi ini menyatakan bahwa hegemoni merupakan rekayasa sistematik melalui elaborasi dan penetrasi suatu ideologi ide-ide dan asumsi tertentu yang sesuai dengan keinginan dan kepentingan penguasa dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Bagi Gramsci kondisi hegemoni selalu bersifat temporer dan merupakan suatu teather of struggle. Konsep hegemoni mengandung makna adanya perjuangan yang terus menerus baik dari struktur dominan terhadap resistensi kelas subordinate maupun sebaliknya. Menurut Gramsci, posisi hegemoni kelas penguasa memegang kuat, akan tetapi bukan berarti kelas subordiant bersifat pasif. Hal itu berarti hegemoni tidak datang dengan sendirinya, karena itu selalu direkayasa ulang, dimodifikasi, dan dinegosiasi. Hegemoni juga berhubungan dengan masyarakat publik disebut Gramsci sebagai masyarakat sipil - civil society - yang relatif independen dari kontrol dan intervensi negara, serta mengutarakan perlawanan-perlawanan simbolis wacana yang Universitas Sumatera Utara 48 berkaitan dengan masalah-masalah kemasyarakatan melalui kepemimpinan moral serta intelektual. Oleh karena itu negara dan masyarakat sipil dipandang sebagai satu kekuatan yang setara ada hubungan timbal balik. Universitas Sumatera Utara 49

BAB III METODOLOGI

3.1 Metodologi Penelitian 3.1.1 Tipe Penelitian