18
2.7.1 Penelitian Analisis Kelayakan Finansial
Beberapa penelitian yang dilakukan untuk analisis kelayakan finansial dilakukan oleh Abdurrohman 2005 dan Puspitasari 2009. Hasil dari penelitian
tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Penelitian Analisis Kelayakan Finansial
No Penulis
Judul Penelitian Hasil Penelitian
1 Abdurrohman
2005 Analisis
Kelayakan Finansial Produksi Bibit
Jati dengan Metode Kultur Jaringan pada PT. Dafa
Teknoagro Mandiri,
Bogor. Berdasarkan kriteria kelayakan
finansial yang diamati, usaha ini dapat dikatakan layak, NPV =
Rp 301 751 403 IRR = 23.8967 persen, Net BC = 1,695 dan
waktu pengembalian pada periode lima
tahun empat
bulan. Switching value
dikatakan layak ketika biaya produksi variabel
naik sebesar 59.80293 persen dan harga
output turun
sebesar 20.1824 persen.
2 Ratna
Puspitasari 2009
Analisis Kelayakan Usaha Jati
Unggul Nusantara
dengan Pola Bagi Hasil Studi Kasus pada Unit
Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan
Wanabakti Nusantara.
JUN ini
layak untuk
dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat dari NPV = Rp 42 714 598 081,
IRR sebesar 48 persen dimana lebih besar dari discount rate
sebesar sembilan persen. Nilai Net
BC lebih besar dari satu, yaitu enam. Payback Period
PBP yang diperoleh adalah sebesar 5.555 tahun atau sama
dengan lima tahun enam bulan 20 hari dimana masih lebih kecil dari
umur proyek, serta nilai break even point
BEP usaha JUN ini adalah sebanyak 30 510 pohon.
Berdasarkan analisis switching value
, Batas penurunan jumlah produksi
tanaman sebesar
12.739980852730 persen,
sedangkan batas
peningkatan biaya operasional adalah sebesar
65.5400500494 persen.
19
2.7.2 Penelitian Manfaat Ekonomi
Penelitian yang melihat manfaat ekonomi dilakukan oleh Dewi 2011 dan
Putro 2011. Hasil penelitian tersebut dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Penelitian Manfaat Ekonomi
No Penulis
Judul Penelitian Hasil Penelitian
1 Devita Ayu Dewi
2011 Persepsi Petani Terhadap
Pola Pengelolaan Hutan Rakyat
dan Kontribusi
Hutan Rakyat
terhadap Pendapatan Rumah Tangga
Kasus di
Kecamatan Cimalaka dan Conggeang
Kabupaten Sumedang,
Provinsi Jawa Barat. Manfaat ekonomi saat ini
hutan rakyat
masih memberikan manfaat yang
kecil tiga persen Rp 893 333tahun
untuk hutan
rakyat monokultur dan satu persen Rp 187 200tahun
untuk hutan
rakyat campuran karena belum ada
pemanenan dari hasil kayu. 2
Imam Dwi Putro 2011
Analisis Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat
PHBM Studi
Kasus Lembaga Masyarakat Desa
Hutan LMDH Puncak Lestari, Desa Tugu Utara,
Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor. Kegiatan
PHBM yang
berjalan di Desa Tugu Utara
memberikan kontribusi
rata-rata pendapatan
sebesar 39
persen terhadap pendapatan rumah tangga petani, Nilai
dari penyerapan
tenaga kerja pada kegiatan PHBM
di Desa Tugu Utara adalah Rp 173 360 000tahun dan
nilai kontribusi
LMDH dalam
meningkatkan keamanan kawasan hutan
adalah Rp 60 708 700 setiap tahunnya. Net benefit
yang muncul dari kegiatan PHBM di Desa Tugu Utara
berjumlah Rp 404 547 825 per tahunnya.
2.7.3 Penelitian Dampak Lingkungan
Penelitian yang melihat dampak lingkungan pada hutan rakyat telah dilakukan oleh Supangat 2005 dan Ghofir 2012. Hasil penelitian tersebut dapat
dilihat pada Tabel 5.
20
Tabel 5. Penelitian Dampak Lingkungan
No Penulis
Judul Penelitian Hasil Penelitian
1 Agung
B. Supangat
2005 Peran
Hutan Tanaman
Jati sebagai Pengatur
Tata Air: Studi Kasus di SubDAS
Kawasan Hutan
Jati di KPH Cepu. Berdasarkan
hasil penelitian
tata air
hidrologi selama tujuh tahun, dapat disimpulkan secara umum sub DAS kawasan
hutan jati lebih baik dibandingkan sub DAS non kawasan hutan dalam mengendalikan
hujan untuk aliran permukaan maupun aliran dasar seperti ditunjukkan oleh nilai rata-rata
koefisien limpasan yang lebih kecil dengan fluktuasi yang stabil. Cadangan air tanah
yang dikeluarkan pada musim kering sebagai aliran dasar lebih stabil pada sub DAS
kawasan hutan.
2 Abdul
Ghofir 2012
Penduga Stok
Karbon Paraserianthes
falcataria Di
Desa Bandarjo,
Kabupaten Semarang.
Stok karbon yang dihasilkan tegakan saat ini sebesar 16.207 tonC atau 7.704 tonCha yang
diduga dengan
persamaan terbaik
berdasarkan analisis, yakni C = 1445.4 D
2,82
. Potensi karbon hutan rakyat berdasarkan
perhitungan riap diameter tahunan jika umur daur sepuluh tahun sebesar 214.732 ton.
2.7.4 Penelitian Persepsi Masyarakat terhadap Hutan Rakyat
Penelitian persepsi masyarakat terhadap hutan rakyat telah dilakukan oleh
Sultika 2010 dan Dewi 2011. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Penelitian Persepsi Masyarakat terhadap Hutan Rakyat
No Penulis
Judul Penelitian Hasil Penelitian
1 Lalis
Yuliana Sultika
2010 Analisis
Pendapatan dan
Persepsi Masyarakat
terhadap Hutan Rakyat di Desa Sidamulih Kecamatan
Pamarican dan Desa Bojong Kecamatan
Langkaplancar, Kabupaten
Ciamis, Jawa
Barat. Persepsi petani terhadap hutan
rakyat berdasarkan Skala Likert adalah tinggi dengan nilai sebesar
2,72. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi persepsi adalah
kerjaan pokok. Sedangkan faktor eksternal
adalah lingkungan,
sosial budaya. 2
Devita Ayu Dewi 2011
Persepsi Petani terhadap Pola Pengelolaan Hutan Rakyat
dan Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Rumah
Tangga Kasus di Kecamatan Cimalaka dan Conggeang
Kabupaten
Sumedang, Provinsi Jawa Barat.
Pada hutan rakyat monokultur persepsi petani hutan rakyat
dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu: tingkat pendidikan dan
pekerjaan sampingan, sedangkan pada hutan rakyat campuran
persepsi petani hutan rakyat dipengaruhi oleh faktor eksternal,
yaitu luas kepemilikan lahan dan frekuensi bertemu petani.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Tanaman jati pada mulanya merupakan tanaman hutan yang tidak sengaja ditanam dan tumbuh liar di dalam hutan bersama jenis tanaman lain. Tanaman jati
tumbuh sebagai tanaman campuran, serta tumbuh di daerah yang mempunyai perbedaan musim basah dan kering yang jelas. Menurut Sumarna 2008 tanaman
jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman ini mempunyai nama ilmiah Tectona grandis Linn. f. Nama tectona berasal dari bahasa Portugis
tekton yang berarti tumbuhan yang memiliki kualitas tinggi. Tanaman jati merupakan tanaman tropika dan subtropika yang sejak abad ke sembilan dikenal
sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi. Kayu jati merupakan jenis kayu mewah yang memiliki profil garis lingkar
tumbuh yang indah, bernilai artistik tinggi, awet, tahan terhadap hama dan penyakit, serta mudah pengerjaannya Pratiwi, 2010. Oleh karena itu, permintaan
terhadap jati tetap tinggi seiring dengan peningkatan jumlah penduduk sehingga memberi tekanan pada hutan. Di sisi lain, jati memiliki kelemahan yaitu umur
tanam yang relatif lama, sehingga laju permintaan jati tidak sama dengan laju penawarannya.
Beberapa upaya yang dilakukan agar dapat memenuhi kekurangan pasokan tersebut salah satunya melalui pengembangan penggunaan teknik
budidaya bibit unggul hasil rekayasa genetika tanaman jati. Salah satu bibit unggul yang sudah mulai dipasarkan adalah Jati Unggul Nusantara JUN. Salah
satu lembaga yang melakukan usaha budidaya jati unggul secara terpadu adalah Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara KPWN UBH-KPWN Kabupaten
Bogor.